Tampilkan postingan dengan label Hijrahheiji. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hijrahheiji. Tampilkan semua postingan

Jumat, 05 Agustus 2022

Mottainai (勿体無い), Cara Orang Jepang Menghormati Barang

Kata mottainai (勿体無い) ini berasal dari gabungan kata mottai yang berarti “sesuatu yang penting” dan nai yang berarti “kekurangan”. Namun jika digabungkan, mottainai berarti sebuah kata yang digunakan untuk mengutarakan kerendahan diri dan juga rasa syukur karena menerima sesuatu yang menurut mereka tidak pantas menerimanya.

Kata ini menunjukkan perasaan syukur yang dikombinasikan dengan rasa malu karena menerima sesuatu atau bantuan dari atasan yang jauh lebih besar dari yang seharusnya.

Sejarah mottainai

Sejarah mottainai muncul di dalam kehidupan rakyat Jepang sejak Zaman Edo, pada Tahun 1603 – 1868. Di zaman tersebut Edo adalah kota yang ramai seperti Tokyo sekarang. Saat itu masyarakat Edo, adalah masyarakat yang ramah lingkungan seperti konsumsi yang mencolok dan konservasi sumber daya di mana barang-barang digunakan, digunakan kembali, dan digunakan kembali dengan rasa terima kasih.

Jika ada seseorang yang mempunyai kimono (pakaian khas jepang), ia akan menggunakannya hingga 10 atau 20 tahun. Bila kimono itu sobek, ia akan menambalnya terus. Saat sudah tidak dapat digunakan, kimono tersebut dijadikan kain lap. Jika sudah tidak bisa dijadikan kain lap, maka akan dibuat bahan bakar untuk memasak. Abu yang tersisa dari kimono tersebut tidak dibuang, melainkan untuk membersihkan peralatan makan. Jadi semuanya bisa dimanfaatkan dengan maksimal.

Masyarakat Jepang juga percaya bahwa setiap benda memiliki roh. Dari kepercayaan itulah muncul istilah dan kisah yōkai (hantu) dan Tsukumogami (hantu peralatan rumah tangga). Pada saat satu benda menginjak umur seratus tahun, benda itu akan berubah menjadi Tsukumogami.

Oleh karena itu, rakyat Jepang pada Zaman Edo memegang teguh prinsip 4R.

  • Reduce (mengurangi),
  • Reuse (memakai ulang),
  • Recycle (mendaur ulang),
  • Respect (menghormati).

Masyarakat Jepang yang tinggal di Prefektur Iwate membuat teknik Nanbu sakiori, yaitu menjahit kain yang tidak terpakai menjadi pakaian baru atau menjadi kerajinan.

Sakiori adalah kain tenunan yang dibuat dengan menggunakan kembali Furununo (kain lama) yang telah dipotong menjadi potongan tali kecil yang kemudian ditenun.

Pada zaman Edo, di Perfektur Aomori, jepang bagian utara, tidak dapat memproduksi kapas karena cuaca yang dingin. Kapas sangat berharga, jadi, kimono tua didaur ulang lagi dan lagi dan akhirnya disobek menjadi tali dan ditenun dan direproduksi sebagai kain baru yang tebal dan hangat. Hasil dari tenunan ini dijadikan kain tradisional Aomori.

Sakiori, kain tenunan yang dibuat dengan menggunakan Furununo (kain lama)

Seorang komikus Jepang, Shinju Mariko menciptakan cerita untuk mencoba dan mengajari putranya sendiri tentang arti dari mottainai dan pentingnya menjaga sesuatu. Konsepnya menarik perhatian sebuah perusahaan penerbitan, dan akhirnya diterbitkan sebagai buku bergambar pada tahun 2004.

Karakter Mottainai Baasan (Nenek Mottainai), diceritakan sangat membenci sesuatu yang mubazir, sosok nenek ditampilkan sekilas tampak menakutkan tetapi sebenarnya baik dan penuh cinta. membuat dia menjadi populer di kalangan anak-anak.

Orang jepang meyakini ungkapan "sebutir nasi sejuta keringat". Biasanya digunakan orang tua untuk mendidik anak - anak agar menghabiskan makanan. Bukan dengan memaksa dan menakut-nakuti, tetapi orang tua di Jepang mengajarkan agar anak-anak menyadari betul nasi yang ada di atas piring makan mereka merupakan usaha keras dari banyak orang.

Mariko Shinju menjabarkan konsep itu dalam seri Nenek Mottainai, melalui buku bergambar dan melalui karakter seorang nenek yang bijak.


Konsep Mottainai mengajarkan kita untuk berhati-hati dan bertanggung jawab terhadap semua sumber daya dan menggunakan sumber daya yang terbatas seefektif mungkin.

 “The wasted opportunity of objects that have yet to reach their full potential.”

  • Membuang sepasang sandal geta yang sangat bagus karena talinya putus? Mottainai!
  • Membuang kimono karena anak Anda sudah besar? Mottainai!
  • Menyembunyikan cangkir teh favorit Anda karena ada beberapa retakan? Mottainai!

Melalui rasa menghormati ini, anak-anak diajak untuk menghargai peran dari sebuah barang dan berpikir ulang untuk membuang atau menyia-nyiakan fungsinya. Sebagai contoh, di Jepang, kita akan menemukan Senbei (kudapan yang terbuat dari beras) yang dibungkus menggunakan kertas tradisional yang disebut washi. Washi ini dapat digunakan kembali sebagai bungkus hadiah, sampul buku dan masih banyak produk kreatif lainnya, jadi barang tersebut bisa digunakan secara efektif.


Orang Jepang selalu mengatakan 'otsukaresama-deshita!' kepada setiap barang – barang yang mereka gunakan sebagai menunjukkan 'terima kasih atas kerja kerasnya'.

Indah ya?

Sabtu, 23 Juli 2022

Bertemu dengan Bapak Pariwisata Kota Beppu, Oita Jepang

Patung Aburaya Kumahachi Kota Beppu, Oita, Jepang

Kalau sampai di Kota Beppu melalui kereta, kita akan disambut oleh sebuah patung unik di depan Beppu Eki atau stasiun Beppu. Patung tersebut adalah patung Aburaya Kumahachi, orang di sana menyebutnya dengan “Shinny Uncle”, karena kepalanya yang botak dan bisa bersinar kapan saja, hehe.

Jadi Paman Aburaya ini adalah penggerak pariwisata Kota Beppu dan sekitarnya, beliau berhasil membangun dan memperkenalkan pariwisata Beppu ke dunia.

Beliau lahir pada Tahun 1863, di saat beliau berumur 30 tahun beliau sempat membuka usaha pasar beras di Osaka selama 4 tahun dan mengalami kegagalan. Di umurnya ke 34 beliau memutuskan untuk berkelana di Amerika Serikat, Kanada hingga Meksiko selama 3 tahun dan kembali lagi ke Jepang.

Aburaya pindah ke Beppu di usia 46 tahun dan membuka hotel elit pertama untuk wisatawan internasional dari seluruh dunia.

Ada banyak ide unik yang dibuat beliau untuk meningkatkan pariwisata di Beppu, salah satunya perkataan beliau yang paling terkenal dan diingat adalah, “Jepang kalau gunung adalah Fuji, laut Seto dan Permandian air panas (hotspring) Beppu. Ini cara beliau mengangkat kota Beppu sebagai tujuan wisata unggulan di Jepang.


Beliau juga yang pertama sekali mencetuskan bus wisata dengan pemandu wisatanya seorang wanita. Selain itu beliau membentuk “Klub Otogi”, sehingga anak-anak bisa berkesempatan menikmati cerita dongeng, nyanyian dan menyaksikan pertunjukan musik.

Beliau juga membantu Kota Yufuin, kota yang berada di sebelah selatan Beppu, menjadi resort pemandian air panas. Dia juga berpikir membuat satu rute perjalanan wisata yang menghubungkan beberapa daerah di Kyushu seperti Kota Beppu, Yufuin, Kuju, Handa, Aso dan Nagasaki.

Karena ide-ide unik inilah beliau diingat sebagai bapak pariwisata Beppu, banyak cerita-cerita menarik beliau menghiasi setiap langkah pejalan kaki di sekitar Kota Beppu. 

Nama beliau juga diabadikan menjadi salah satu tempat pemandian (Bathhouse) yang menjadi ikon di film “Spirited Away” yang dibuat Studio oleh Ghibli. 

Beliau meninggal di Beppu pada umur 73 tahun dan akhirnya diabadikan dengan sebuah patung yang seolah beliau turun dari langit yang diikuti oleh beberapa bocah setan di jubahnya. Mimpi beliau dampaknya masih terasa sampai sekarang di masyarakat Beppu dan Jepang.

Kisah beliau sangat menginspirasi dan memotivasi banyak orang yang datang ke Beppu, termasuk saya, saya berharap bisa seperti beliau, memberikan kontribusi positif di mana pun saya berada, ya minimal di kota halaman sendiri, hehe.

Menikmati Bunga Tulip di Jepang

Layaknya kota-kota lain di Jepang, musim semi di Kota Beppu juga menjadi incaran wisatawan yang tertarik dengan Bunga Sakura. Tapi tidak hanya itu saja, ada banyak bunga-bunga indah lainnya yang sayang jika dilewatkan, salah satunya Bunga Tulip.

 Tidak banyak yang tahu kalau Bunga Tulip juga ada di Jepang, dan saya juga baru tahu itu. Ada beberapa toko yang menjual umbinya untuk kita tanam sendiri di rumah. Karena penasaran, saya membeli beberapa umbi Bunga Tulip dan saya tanam di kebun halaman belakang rumah saya bersama dengan tanaman sayuran yang lain.

Bunga Tulip di belakang rumah

Selang beberapa minggu muncullah tunas hijau dengan warna ungu di bagian tengahnya. Tidak sampai seminggu, bunga tersebut besar dan mekar. Saya tidak pernah menyangka bisa menyaksikan Bunga Tulip tumbuh di perkarangan rumah saya, warnanya indah sekali. 
Beppu Koen 2021

Tidak hanya bunga di halaman rumah saya saja yang tumbuh dan mekar. Di Beppu Koen atau Taman Beppu ternyata ada kebun luas yang berisikan Bunga Tulip, bunga-bunga tersebut khusus ditanam untuk menyambut musim semi di sana. Ramai orang datang ke sana untuk mengabadikan momen tersebut atau hanya duduk di sekitarnya sekedar menikmati suasana indahnya.

Beppu Koen 2019
Tak hanya Bunga Tulip, kebun tersebut diatur dengan indah bersama dengan bunga-bunga yang lain, apalagi ditambah dengan Bunga Plum yang juga sedang mekar di saat yang bersamaan, indah! Kombinasinya seperti lukisan. 

Selain bunga-bunga tersebut, masih banyak bunga indah lainnya yang saya juga belum tahu namanya, selalu ada bunga baru yang saya temui di jalan atau di perkarangan rumah orang, bahkan bunga liar di tepi jalan pun mekar dengan indahnya, ini yang bikin saya betah menikmati suasana musim semi di Beppu.

Mencoba Lezatnya Ice Cream Jamur Shiitake di Jepang

Prefektur Oita Jepang memiliki banyak komoditas pertanian unggulan, salah satunya adalah Jamur Shiitake yang berada di Semenanjung Kunisaki. Jamur di sini termasuk jamur Shiitake yang memiliki kualitas yang terbaik di Jepang dan sudah diekspor ke berbagai macam negara. Hal ini disebabkan dari cara mereka memilih lokasi dan menjaga ekosistem tempat jamur ini tumbuh. Tidak hanya memperhatikan tempat produksi jamurnya saja, tetapi mereka menjaga semua kesatuan alam dari sistem yang sudah berlangsung ratusan tahun agar tetap terjaga dan berkelanjutan, hal ini dikenal dengan Globally Important Agriculture Heritage Systems (GIAHS). 

Perkebunan Jamur Shiitake di Kunisaki Oita, Jepang

Jamur Shiitake dikenal memiliki aroma yang kuat, biasanya digunakan sebagai sayur atau pun obat herbal karena memiliki khasiat yang bagus untuk kesehatan, terutama untuk menjaga tubuh agar tidak obesitas, menjaga ksehetana kulit, mengelola kadar gula darah, menjaga sistem imun tubuh, kesehatan otak, kesehatan tulang, mencegah tumbuhnya tumor hingga kanker, luar biasa ya.

Walaupun banyak khasiatnya, jujur saja, saya kurang suka dengan aroma yang dimiliki jamur satu ini, sering kali dijadikan teh atau pun dimasak menjadi sup di sayur, bagi saya masih terasa aroma yang terlalu kuat menusuk di hidung.

Tapi siapa yang sangka, ada salah satu toko yang bernama Yamayoshi,  berlokasi di dekat Stasiun Kereta Kota Beppu, mengolah jamur ini menjadi sesuatu yang menyenangkan. Awalnya saya juga masih tidak suka dengan jamur ini, seperti biasa, orang jepang terkenal dengan spesialitynya, jadi kalau sudah jual satu produk, akan menjual itu saja sampai orang akan mengingatnya, kalau mau beli produk tersebut ya datang ke toko itu.

Nah toko Yamayoshi ini dikenal menjual Jamur Shiitake dan berbagai macam olahannya, bahkan untuk memperkuat brandingnya, mereka juga membuat maskotnya yang berupa jamur berjalan, lucu sekali. Saya selalu penasaran jika lewat stasiun, melihat maskot tersebut, tapi karena saya tidak suka jamur shiitake, jadi hanya sekilas saja.

Sampai suatu ketika, teman saya mengajak saya dan istri untuk mampir ke sana, karena katanya ada Ice Cream enak yang bisa dicobain di sana. Ice Cream?? saya penasaran, karena di sana hanya jual jamur, kok bisa ada ice cream, apa dibuat dari jamur? 

Ice Cream Jamur Shiitake di Yamayoshi Beppu

Saya dan istri mencoba ice creamnya, masih ada terasa dari jamur Shiitake-nya tapi tidak terlalu kuat, rasanya cenderung manis dan unik. Penasaran dengan rasanya, menurut saya ini jadi salah satu yang wajib dicoba kalau ke Beppu, apalagi kalau di musim panas, selain sehat juga bikin segerrrrr....

Rabu, 15 September 2021

Melihat Perkebunan Shiitake yang Ramah Lingkungan di Kunisaki Jepang

Masyarakat di Jepang terkenal sangat menghormati alam dan lingkungan mereka. Cara mereka menjaga alam sudah dimulai sejak kecil, sebelum anak-anak berumur 10 tahun, mereka tidak diberikan ujian di sekolah tetapi diajarkan bagaimana hidup dengan baik. Mereka belajar mengurus hewan, menghormati orang dan memahami alam. Mereka diajarkan nilai-nilai kehidupan seperti pengendalian diri, tanggung jawab dan bersikap adil.

Banyak juga festival yang melibatkan anak-anak untuk mengajarkan mereka menghormati alam. Salah satunya festival untuk menghormati tokoh pendiri pemandian air panas di daerah Kannawa, Beppu. Mereka diajarkan mengucapkan terima kasih dan berjanji untuk melanjutkan perjuangan beliau untuk terus menjaga air yang ada di daerah mereka.

Begitu pun konsep mereka untuk menggunakan alam menjadi lahan yang menghasilkan tetapi juga bisa terus berlanjut, ada satu konsep yang dikenal dengan Satoyama dan Satoumi. Konsep Satoyama dan Satoumi pertama kali dicetuskan oleh Profesor Tetsuo Yanagi dari Kyushu University di tahun 1998. Dalam bahasa Jepang “sato” berarti desa atau komunitas dan “umi” berarti laut sehingga Yanagi mendefinisikan “satoumi” sebagai “produktivitas tinggi dan keanekaragaman hayati di wilayah laut pesisir dengan interaksi manusia.”



Satoyama merupakan konsep Jepang untuk tradisi lama yang terkait dengan praktek-praktek pengelolaan lahan. Di masa lalu tradisi tersebut mendorong pemanfaatan berkelanjutan sumber daya melalui hubungan manusia dengan ekosistem yang memberikan manfaat untuk kesejahteraan manusia. Salah satu konsep Satoyama adalah perkebunan jamur Shiitake yang berada di semenanjung Kunisaki yang berada di Perfecture Oita. Hasil perkebunan Shiitake di Kunisaki ini termasuk yang terbesar di Jepang, hampir 49% produksi Shiitake terbaik di Jepang berasal dari sini dan dijual hingga ke luar negeri. 

Jamur Shiitake yang ada di perkebunan di Kunisaki ditanam dengan menggunakan media kayu, kayu yang digunakan merupakan Pohon Tomogi atau Japanese Chestnut, memiliki kualitas kayu terbaik. Kayunya juga diambil dari hutan yang sudah mereka persiapkan sehingga tidak mengganggu lingkungan yang ada, bagian kayu yang diambil merupakan bagian atas pohon sedangkan bagian akarnya tetap ditinggalkan sehingga bisa menjaga tanah di lahan tersebut dan dalam waktu setahun bisa menghasilkan empat hingga lima tunas baru, jadi hutan bisa rimbun kembali. 

Kayu yang digunakan menjadi media tanam pun bisa bertahan hingga lima tahun untuk menghasilkan jamur terbaik, setelahnya kayu tersebut akan hancur dan menjadi nutrisi bagi lahan perkebunan dan juga untuk ikan-ikan yang berada di sungai dan laut di daerah tersebut.

Istilah “satoumi” berasal dari “satoyama” yang Japan Satoyama Satoumi Assessment (JSSA) mendefinisikan lanskap satoyama dan satoumi sebagai “mosaik dinamis sistem sosio-ekologi teratur yang memproduksi paket layanan ekosistem bagi kesejahteraan manusia.”

JSSA menggunakan satoyama dan satoumi sebagai perangkat heuristik yang berguna untuk membingkai dan menganalisis hubungan antara jasa ekosistem dan kesejahteraan manusia.

SATOUMI: A conceptual framework for sustainable aquaculture in tropical Asia, Iain Charles Neish, 2012.[]

Senin, 18 Januari 2021

Pengalaman Berkebun 7 Tanaman Herbal Tradisi Masyarakat Jepang di Tahun Baru

Orang Jepang selalu punya tradisi yang dilakukan setiap musim, mulai dari musim semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin. 

Begitu pun dengan pergantian tahun atau tahun baru. Masyarakat Jepang melakukan tradisi Makan Osechi, masakan yang diletakkan di atas wadah tradisional Jepang untuk tahun baru, yang dinikmati bersama keluarga.

Perayaan tahun baru bagi orang Jepang dirayakan mulai dari tanggal 1 hingga 6 Januari setiap tahunnya. Nah, di pengujung tanggal tersebut ada masakan khusus yang harus disiapkan sebagai penutup tahun baru yang disebut Nanakusa-gayu, bubur yang dimasak dengan tujuh jenis daun-daun herbal.


Yang menjadi ciri khas dari bubur Nanakusa-gayu adalah dimasak dengan tujuh jenis daun herbal, yakni daun Seru, Nazuna, Hakopela, Suzuna/Kabo, Suzushilo/Daikon, Hotokenoza, dan Gogyou.

7 Herbal Nanakusa
Kota Usa


Sejarahnya Nanakusa-gayu ini sendiri berasal dari daratan China sekitar 1000 tahun di masa Heian.

Di pengujung tahun 2020 saya dapat kesempatan untuk ikut bagian langsung dalam menyiapkan bahan-bahan Nanakusa dari petani hingga proses pengemasan untuk dijual ke pasar.

Kegiatan ini menjadi momen yang tidak terlupakan, karena selain bisa melihat langsung pertanian ketujuh tanaman herbal tersebut dan dilakukan di musim dingin. 


Memilih dan memilah Daun Gogyou
Daun Nazuna

Badai Salju


Setiap paginya saya dan beberapa teman lainnya berangkat dari penginapan yang disediakan oleh pihak pertanian menuju lokasi yang berada di Kunisaki, Oita. Di sana terdapat banyak sekali rumah kaca yang digunakan untuk mengembangkan ketujuh jenis tanaman herbal tersebut. Terlihat juga ada beberapa pekerja yang berasal dari masyarakat sekitar.

Setiap harinya kami bertugas untuk menyeleksi produk yang baik dan bagus untuk dikemas sedangkan yang jelek dan buruk dibuang. Setiap pekerja memiliki tugas masing-masing. Saya sendiri bertugas memilih dan memilah Suzuna atau Kabo dan Suzushilo atau Daikon. 

Di proses ini saya melihat bagaimana ketatnya pengawasan kualitas produk orang jepang. Ada banyak juga produk yang menurut mereka tidak bisa digunakan hanya karena cacat sedikit saja. Ada rasa bersalah ketika melihat banyak produk yang dibuang, tapi pihak pertanian mengatakan kalau produk-produk yang cacat, rusak dan tidak layak jual ini nantinya akan diolah lagi untuk penanaman selanjutnya.

Kegiatan ini berlangsung selama 10 hari hingga semua produk bisa dikemas dan dipasarkan sebelum tanggal 7, sehingga pembeli sudah bisa menyimpannya di rumah. Walaupun sempat dihadang hujan salju yang lebat, aktivitas ini tidak berhenti, karena semua pekerjaan dilakukan di dalam ruangan rumah kaca atau pun gudang, sehingga perkerja bisa terjaga dari badai. Hal ini sudah diperhitungkan oleh pihak pertanian demi mencapai target sesuai yang diinginkan.


Ada rasa senang dan bangga ketika semua produk Nanakusa bisa dikemas dengan baik dan bisa melihatnya terjual di pasaran. Apalagi produk-produk ini dijual untuk keperluan kesehatan.



Bubur Nanakusa sendiri dimakan untuk mengistirahatkan perut yang selama perayaan tahun baru diisi dengan berbagai macam lauk-pauk dari masakan Osechi yang sebagian besar bukan berupa sayuran. Selain itu, bubur nanakusa dipercaya menjauhkan orang dari segala macam penyakit, karena dipercaya memiliki arti untuk harapan akan kedamaian, kesejahteraan, serta kesehatan untuk keluarga.


Selamat Tahun Baru 2021, semoga kita sehat-sehat semua ya...

Senin, 31 Desember 2018

Mochi dari Hati

Salah satu makanan favorit saya di Jepang adalah Mochi, kue kenyal berisi rasa manis beraneka rasa, belum lagi kalua dibalur dengan wijen, beuh….. pecaaaaah, duh jadi laper.
Walaupun di Indonesia ada juga daerah yang membuat Mochi, yang sama enaknya dengan yang ada di Jepang, tapi masak iya harus pulang ke Indonesia buat makan Mochi? Jadi kita focus dengan Mochi yang ada di Jepang, ini apaan sih? #EfekLapar 
Ya walaupun katanya Mochi bukan asli berasal dari Jepang, katanya dari Cina, nanti kita akan cari tahu kebenaran datanya ya.

Proses pencucian beras ketan
Kali ini saya dapat kesempatan untuk belajar membuat mochi ala Jepang, kue kenyal yang terbuat dari beras ketan (sticky rice) ini sejak Jaman Heian (794-1185) sudah menjadi makanan tradisi yang dimakan ketika perayaan tahun baru.

Menurut Orang Jepang, tahun baru dimulai dengan memakan Mochi karena berharap tahun ke depannya akan terus panjang seperti kekenyalan Mochi dan manis seperti isi dalamnya Mochi.

Bagi orang Jepang membuat Mochi atau membeli Mochi yang dibuat oleh tangan mempunyai nilai tersendiri dibandingkan dengan Mochi yang dibuat oleh mesin, tapi tantangan selanjutnya adalah pembuatan Mochi dengan tangan ini ternyata memiliki kerumitan tersendiri dan sudah memiliki system tersendiri, setiap orang dalam proses pembuatan Mochi sudah memiliki peran dan waktunya masing-masing, jadi bila ada satu komponen yang kurang, maka Mochi yang dihasilkan akan berbeda rasanya. Misalnya ketika proses pencucian beras ketan, waktu yang digunakan harus sesuai dengan waktu yang ditentukan, kalau kurang atau lebih akan mengganggu aktivitas yang lain dan berefek juga pada rasanya.

Ada beberapa jenis Mochi yang dibuat ketika menyambut tahun baru, seperti Marumochi, mochi yang berukuran kecil yang nantinya akan dimakan. Kemudian ada lagi Kagami Mochi yang ukurannya lebih besar, biasanya digunakan untuk panjangan di altar, biasanya ditumpuk dengan mochi yang ukuran berbeda dan sebuah jeruk di puncaknya. 

Marumochi
Kagami Mochi
Proses packing 
Yang menariknya dari proses membuat mochi ini para pekerjanya melakukan dengan senang hati, karena katanya kalua bekerja dengan hati maka hasilnya akan dirasakan oleh penikmatnya, itu juga yang saya rasakan ketika ikut bekerja dengan para pembuat mochi ini yang kebanyakan memang sudah nenek-nenek dan kakek-kakek. Karena itulah, mochi yang saya bikin ini, saya bikin dengan hati 💖💖💖

Minggu, 30 Desember 2018

Membuat Origami Rugby World Cup 2019

Seperti yang kita ketahui Jepang terkenal dengan kesenian melipat kertas atau yang dikenal dengan Origami. Origami berasal dari Ori yang artinya melipat dan Kami/Gami yang berarti kertas, jadi Origami adalah melipat kertas. Kesenian ini sudah dimulai sejak jaman Edo (1603-1867) hingga sekarang, masih banyak orang tua mengajarkan ke anak-anaknya, banyak yang menekuninya karena hobi dan senang dengan bentuknya, ada juga yang percaya dengan cerita di balik origami. 

Nah, kali ini saya bergabung dengan salah satu komunitas di Beppu yang disebut dengan Rainbow Community Beppu. Kebanyakan dari komunitasnya adalah kakek-kakek dan nenek-nenek, ada juga guru-guru Bahasa Jepang yang miliki semangat berbagi. Mereka membuat kegiatan Workshop origami untuk menyambut Rugby World Cup 2019, karena di tahun depan Oita menjadi salah satu tuan rumah untuk piala dunia Rugby.
Perkenalan instruktur origami dari komunitas Rainbow Community

Ada beberapa anak sekolah ikut bergabung, eh emang untuk anak-anak sih sebenernya, hehe

Ya, kita mulai melipat! sebenarnya dari kertas origami yang dibagikan sudah ada angka yang jadi tanda untuk langkah-langkah melipatnya. Jadi kertas origami yang dibagikan itu khusus dibuat dengan desain untuk promosi acara Rugby World Cup 2019, lengkap dengan baju jersey team-team yang nanti akan bertanding di acara tersebut, seperti Australia, New Zealand, Uruguay, Wales dan Fiji, keren ya.
Untuk pertama saya pilih kaos jersey team dari Fiji 
Lipat 2 di bagian tengah, sisakan sedikit di bagian atas untuk dilipat
Lipat tengahnya menjadi dua
Bagian bawah dilipat ke luar dan bagian atas dilipat ke arah dalam
kemudian lipat 2 lagi, bentuk seperti baju, jadi
Semua peserta lengkap dengan karyanya siap menyambut Rugby WOrld Cup 2019

Serunya kita tidak hanya belajar membuat origami tetapi juga bisa berkomunikasi dengan teman-teman dari berbagai negara, jadi sekalian membuat origami juga bisa bersilaturahmi.

Selasa, 15 September 2015

Hijrah di Gema Baiturrahman

Hobi Hijrah Membawa Berkah
Gema JUMAT, 21 Agustus 2015
Oleh : NA RIYA ISON
Tabloid Gema Baiturrahman Edisi "Ayo Kerja!"
Salut, mungkin kalimat ini yang terucap saat memulai menulis tentang Hijrah Saputra, ST. Terkadang saya merasa khawatir tidak mampu mendeskripsikan prestasi pemuda kelahiran Sabang, 25 September 1984 ini. Pria dengan segudang prestasi itu juga memiliki hobi membaca, traveling, desain grafis dan marketing.

Saat diminta dikirimkan Curriculum Vitae (CV), maka sarat prestasi yang telah diukirnya tidak saja pada level kota kelahirannya,  tetapi mencakup Provinsi Aceh. Bahkan Agam Propinsi NAD 2008 ini juga merambah ke tingkat ASEAN sebagai delegasi Indonesia ke Youth Engagement Summit 2009 di Kuala Lumpur.

Sepertinya bumi yang dipijak dan hobi Hijrah telah memberikan keberuntungan bagi penyandang slogan “Selalu bermanfaat untuk orang lain dimana pun” ini. Semasa menjadi mahasiswa di Universitas Brawijaya Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, putra ke-3 dari pasangan Drs. Suradji Junus dan Erwani Mutia ini dinobatkan menjadi Kakang Kota Malang pada 2006.

Namun sayang, ia hanya meraih Harapan 1 Raka Jawa Timur 2007. “Saya disulitkan dengan penguasaan bahasa, seni-budaya dan pengetahuan umum akan Kota Malang dan Provinsi Jawa Timur,” ujarnya melogis.
Pria yang akrab dipanggil Heiji memiliki pengalaman yang tak terlupakan. Saat pemuda lajang ini mengikuti Kapal Pemuda Nusantara 2014 Sail Morotai, Maluku Utara dan Raja Ampat Papua yang bertepatan dengan peringatan HUT RI.

“Upacara peringatan detik-detik proklamasi tahun lalu kami rayakan di atas kapal dalam area Laut Banda dan Raja Ampat,” kenangnya.

Banyaknya even tingkat nasional yang diikutinya membuka mata akan kebesaran Allah yang telah menciptakan nusantara dengan begitu multi etnik, suku-bangsa dan bahasa bagi nusantara tercinta, tambahnya.

Sebagian besar warga Sabang begitu mengenalnya. Sabang yang merupakan salah satu tempat dicanangkannya program pemerintah “Ayo Kerja” begitu beruntung memiliki wirausaha muda mandiri 2013 ini.

Koordinator Duta Wisata Indonesia Laskar Nusantara bagian barat, Aceh dan Jawa Barat ini turut berjasa dalam memajukan pariwisata di kepulauan paling barat nusantara, Sabang khususnya juga bagi Tanah Rencong.

Melalui promosi yang gencar via media online, hasil karya yang telah menyebar serta dari mulut ke mulut membuat wisatawan mancanegara maupun nusantara (wisman/wisnu) akan mencari dan membeli oleh-oleh khas Sabang dan Aceh sebagai bukti telah menapakkan kakinya di Sabang. Sesuai dengan tagline rumah industri kreatif yang dipimpinnya, “Sekenang kedar-kedaran dari Sabang”. Serasa belum ke Sabang bila tidak membawa aneka produk Mister Piyoh, begitu kira-kira.

Piyoh Design atau Mr. Piyoh -dalam bahasa Aceh berarti mampir atau singgah,  menyediakan cinderamata berupa t-shirt, gantungan kunci, pin, stiker, mug, kartu pos, boneka agam-inong dan produk lainnya telah memperkaya tujuan wisata Pulau Sabang  yang dikenal dengan keberadaan Km. 0 dan keindahan surgawi bawah lautnya. Kata Piyoh juga identik dengan keramah-tamahan masyarakat Aceh terhadap siapa saja yang datang ke Aceh atau yang dikenal dengan istilah Peumulia Jamee (memuliakan tamu).

Hobi desain dan kreasi Marketeers Of The Year 2015 ini tidak saja memberikan rezeki baginya, tetapi mampu menyerap lapangan kerja sekaligus memajukan pariwisata setempat.

Senin, 14 September 2015

Traveling is Investing




Banyak yang bilang, air mengalir tidak akan keruh, batu bergelinding tidak akan berlumut, roda yang terus bergerak tidak akan berkarat. Apabila kita ingin terus jernih, tidak berlumut dan berkarat, kita musti banyak bergerak. Bergeraklah ke banyak tempat, agar pikiran segar dan kaya pengalaman.

Melakukan perjalanan seperti kita berinvestasi terhadap diri kita sendiri. Jalan-jalan memang mengeluarkan uang, tetapi biaya yang kita keluarkan bukan untuk hal yang sia-sia. Banyak dari ide yang saya miliki saat ini adalah bersumber dari hasil jalan-jalan. Saya percaya orang yang sering melakukan perjalanan tidak akan buntu ide, selalu ada saja yang bisa dikembangkan. 

Tidak perlu jauh, pergerakan yang kita lakukan bisa saja ke tempat yang berbeda dengan yang berhubungan dengan rutinitas kita, misalnya saja kita sering berada di tengah kota, kita bisa melakukan perjalanan ke pantai atau pun ke gunung, jadi kita bisa melihat perbedaan yang terjadi di tempat tujuan kita tersebut. Jika udara di gunung lebih sejuk dan bersih, mata air mengalir dengan indahnya. Sekembalinya kita ke kota dan bermimpi untuk memiliki hal yang sama kita temukan di gunung. Akhirnya muncul produk pengharum ruangan dengan nuansa udara pegunungan, kolam dengan mata air buatan, berusaha membuat hutan di kota dan masih banyak ide cemerlang lainnya.

Tapi saya juga memikirkan bagaimana caranya bisa jalan-jalan dengan gratis. Alhamdulillah, saya hampir mengunjungi kota-kota di Indonesia, dari Banda Aceh sampai Papua Barat dengan gratis, semua saya dapatkan dengan mengikuti beberapa program, yang semuanya berasal dari perjalanan yang saya sebut investasi sebelumnya, jadi selain untuk mencari ide, investasi kita dalam jalan-jalan bisa membuka kesempatan untuk jalan-jalan lainnya.

Dunia memang tidak selebar daun kelor, kita perlu melihat dunia luar untuk mendapatkan pemikiran yang luas dan ide-ide yang cemerlang, jadi rencanakan investasi kreatif kamu dengan bersenang-senang dan belajar.