Tampilkan postingan dengan label Ritsumeikan Asia Pacific University. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ritsumeikan Asia Pacific University. Tampilkan semua postingan

Jumat, 21 Mei 2021

Putra Aceh Terpilih Menjadi Oita Mejiron Overseas Supporters Jepang

OITA – Putra kelahiran Kota Sabang, Aceh, Hijrah Saputra terpilih menjadi salah satu Duta Prefektur Oita Jepang, 24 Maret 2021. Hijrah dipilih karena kontribusi dan semangatnya mempromosikan Oita dalam berbagai media, baik secara online maupun offline, termasuk peluncuran bukunya berjudul Jejak Dari Kota Neraka, Beppu, Jepang.
Oita Mejiron Overseas Supporters 2021
Prosesi pelantikan oleh Pemerintah Prefektur Oita
Diskusi dan pemaparan visi dan misi Oita Mejiron Overseas Supporters 2021

Kamis, 19 Maret 2020

Hijrah Saputra Terima Penghargaan dari Kampus di Jepang


BANDA ACEH - Desainer grafis asal Sabang, Aceh, yang juga pemilik Piyoh Design, Hijrah Saputra, mendapat penghargaan dari Kampus Ritsumeikan Asia Pacific University (APU), Jepang, Rabu, 8 Januari 2020. Ia mendapat penghargaan sebagai salah satu mahasiswa yang berkontribusi di kegiatan sosial. 
Penghargaan ini diadakan kampus dan diberikan kepada mahasiswa dan organisasi yang berkontribusi positif terhadap sosial, lingkungan, kebudayaan, olahraga, kesenian, pariwisata dan pendidikan.
Anak ke-3 dari pasangan Suradji Junus dan Erwani Meutia ini mendapatkan penghargaan karena kontribusinya mendesain produk di program Plushindo yang dilakukan kolaborasi bersama Tim Fingertalk, wirausaha sosial yang melakukan pemberdayaan teman-teman Tuli untuk menghasilkan produk kreatif yang juga membantu konservasi hewan-hewan langka di Indonesia.
Penghargaan ini menjadi kebanggaan bagi Hijrah. Dia tidak pernah menyangka, hasil karyanya mendapat perhatian dari pihak kampus. Harapannya ke depan bisa terus berkarya dan bisa membantu lebih banyak orang dengan desain-desain yang dibuatnya dan dana yang diberikan oleh pihak kampus.
Selain itu, Tim Fingertalk juga mendapat penghargaan khusus, Ritsumeikan Trust Award for Excellence in Extracurricular Activities. Penghargaan ini diberikan karena Tim Fingertalk yang digerakkan Dissa Syakina Ahdanisa, Hijrah Saputra dan Muhammad Rizqi Ariffi, terus aktif mengampanyekan semangat inklusi di Jepang dalam berbagai kegiatan.
Bersamaan dengan mereka ada mahasiswa lain yang juga mendapat penghargaan, Paykar Attaulah dari Afghanistan, Vincent dari Vietnam, Yasuda Kana dari Jepang dan Peter Ryan dari Indonesia.[](rilis)
Editor: portalsatu.com

Jumat, 05 Juli 2019

Plushindo Story


I am Hijrah Saputra, first year student of master program in tourism and hospitality at Ritsumeikan Asia Pacific University (APU). I am also a graphic designer and from March 2018, I am taking the role of creative director for the “Plushindo” project. 




Plushindo is a social project of a social enterprise, Fingertalk, to empower the often marginalized and discriminated Deaf youths by training them to produce creative products, such as plush toys of endangered animals, that are used to spread awareness about animal conservation and inclusion. This project tackles issues such as unemployment, discrimination against people with disability and animal conservation in one creative solution, which made it very unique. 

Currently, Indonesia faces challenges of animals’ extinction due to habitat loss or illegal hunting. Many of the animals, such as Javan rhino, anoa and Komodo dragons, are endemic to Indonesia, and are forecasted to be extinct in the next decade. I believe that we must act now, and we must start from younger generation. Plushindo plushies are a way to spread awareness about the importance and urgency of animal conservation to the younger generation using attractive and fun mediums. 

Due to discrimination in the society, more than 74% of Deaf people in Indonesia are unemployed. Thus, through this project, my team and I are trying to break the stigma and create employment. Moreover, I learned to apply my skills and supported the Deaf to upgrade their skills, earn income and provide for their family.


Plushindo Crews
As the creative director, I was in charge of the designing and training process. I designed six different characters of endangered animals in Indonesia, which are orangutan, Sumatran elephants, Javan rhino, anoa, and komodo dragon. Once I completed the designs, I trained 20 Deaf youths to produce the plush toys or “plushies” based on those designs. Together, we made more than 600 plushies and distributed them to school children in six major islands in Indonesia.




The Characters






The Characters and their habitat



In addition to that, I also designed a small book to accompany the plushies, providing information about these endangered animals. I designed the books using language that are simple and easy to understand. I also used Indonesian Sign Language (BISINDO) in the book, so the children can understand more about the Deaf culture. This initiative connected Deaf youths and the children, and raised awareness since early age to hopefully eliminate discrimination against people with disability in the future.

After the production finished, I helped the team distributing the finished products through educational workshop. We visited schools and introduced the Deaf youths to the children, again, to raise awareness since young age. We used sign language to explain why all of us should love the animals. Furthermore, these plushies and books are also given as the token of appreciation to the conservation sites of the endangered animals. 

Plushindo goes to Riau, Pekanbaru

Plushindo team teach Indonesian Sign Language (BISINDO) to the school children

Plushindo goes to Pamulang, Banten
Plushindo goes to Balikpapan, East Kalimantan


Plushindo goes to Poso, Central Sulawesi



Plushindo and WWF Indonesia
Through this program, we have realized that the training can be scaled up as employment opportunities for Deaf youths, which led me to participate in Hult Prize competition. In December 2018, my team and I brought this idea to enter the competition of Hult Prize, the biggest social entrepreneurship competition in the world. We won APU campus round and four months later, we became the only team that represented APU in Tokyo regional summit. Our goal was to win the USD 1 million prize to train more Deaf youths and create 10,000 jobs. We were chosen one of the six finalists and received valuable feedback from the judges to scale up and create more sustainable impact.





Plushindo team and New Zealand Embassador for Indonesia

Plushindo Team with Mr. Deguchi, President of Ritsumeikan APU
Last March 2019, Plushindo also won the Asahi Shinbun SDG Action! Awards 2019, and became the first ever representation from APU to win the competition. Our team received the grand prix prize of JPY 500,000 and will utilize the fund to train more Deaf people in rural areas of Indonesia to give them more opportunities and financial independence.

Plushindo won Grand Prix SDGs Daigaku Action Awards Asahi Shimbun Japan 2019

Plushindo Team with Chief of Asahi Shimbun Japan

Plushindo team at Hult Prize Final Round in Regional Round Tokyo, Japan
Through this project, I can see how our skill can create bigger and more sustainable impact.


Minggu, 10 Maret 2019

Wisata Neraka Dunia ala Beppu Jepang

Pulau Kyushu yang berada di bagian selatan Jepang terkenal sebagai tempat yang kaya akan aktivitas panas bumi atau yang disebut dengan geothermal, karena letaknya dekat Gunung Aso, salah satu gunung yang masih aktif di Jepang. Hal ini dimanfaatkan oleh masyarakat yang berada di pulau ini banyak sekali terdapat tempat pemandian air panas. 

Salah satu kota yang menjadi tujuan wisata paling terkenal adalah Kota Beppu. Kota ini berada di antara teluk dan dua gunung api. Kota Beppu menjadi kawasan sumber air panas dengan debit air terbesar di Jepang. Debit air panas yang keluar di mata air Beppu menempati peringkat kedua di dunia setelah Taman Nasional Yellowstone di Amerika Serikat. Dari 11 tipe kualitas mata air panas, Beppu memiliki 10 tipe kualitas mata air panas yang tersebar di sumur-sumur air panas di Beppu. 

Beppu disebut sebagai kota dengan kolam air panas terbanyak di dunia, kota kecil ini memiliki lebih dari 2.900 kolam air panas yang berisi 130 ribu ton air yang berasal dari tanah setiap harinya. Uap yang muncul dari kolam air panas ini membuat kota ini selalu terlihat mengeluarkan asap dan menjadi daya Tarik tersendiri. 

Hampir 8 juta lebih pengunjung datang ke Beppu setiap tahunnya untuk menikmati pemandian air panas atau pun menikmati wisata lainnya. Kolam mata air panas termasuk yang paling banyak didatangi wisatawan, mata air panas ini disebut Jigoku, yang artinya neraka. Beppu memiliki delapan Jigoku yang dikenal denga Beppu Hatto, memiliki suhu 50 sampai 99,5 derajat celsius. Jigoku memang tidak digunakan untuk berendam, Tetapi Jigoku banyak menarik perhatian para wisatawan. Beppu memiliki beberapa kolam air panas yang dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk kebutuhan sehari-hari. Beberapa air panas ini dialirkan ke rumah-rumah warga, restoran, penelitian pertanian, terapi dan rekreasi. 
Beppu Neraka Dunia
Trip perjalanan menikmati mata air panas di Beppu dikenal dengan “Hell tours”, perjalanan ke neraka, terdengar menyeramkan ya? tapi ini uniknya Jepang, mereka mengemasnya dengan menarik. Kali ini saya dan keluarga berkesempatan mengunjungi dua dari delapan neraka yang ada, yaitu Umi Jigoku atau Neraka Laut dan Chinoike Jigoku atau Neraka Darah

Perjalanan dimulai dari Stasiun Kereta Beppu dengan menggunakan bus khusus yang didesain unik, bus dicat dengan warna biru kuning serta lengkap dengan tanduk ala setan. Hanya butuh waktu sekitar 20 menit kita sudah mencapai lokasi. Sesampai di lokasi kita akan disambut ramah oleh penjaga loket tiket. Untuk masuk ke lokasi kita membayar tiket masuk sebesar 400yen, sedangkan untuk anak-anak hanya membayar 200yen. Selain tiket kita akan mendapat stiker dengan desain lucu yang bisa dijadikan souvenir. 

Ada beberapa kolam kawah yang didesain menarik di dalamnya, kolam pertama berisi teratai, kolam selanjutnya berupa mata air panas yang disebut dengan Umi Jigoku atau neraka laut karena memiliki warna biru seperti lautan. Meskipun terlihat sejuk, kolam ini memiliki suhu lebih dari 98 derajat. Di kolam selanjutnya terdapat kolam yang disebut Chinoike Jigoku atau Neraka Darah karena memiliki warna yang merah seperti darah yang terlihat menyeramkan
Chinoike Jigoku
Umi Jigoku

Boneka Oni san
























Selain kolam mata air panas obyek wisata ini dilengkapi dengan café yang menjual telur rebus dan pudding yang direbus dengan menggunakan tenaga panas bumi, serta toko souvenir yang menjual makanan dan pernak-pernik ala neraka, hanya saja dikemas menarik. Kita bisa menemukan Oni san atau setan yang berwarna biru dan merah yang dijadikan mascot untuk obyek wisata ini. Souvenir setan merah dan biru ini berupa gantungan kunci, boneka, sabun hingga marker wajah. 

Di ujung perjalanan kita akan ditawarkan foto dengan tema setan lengkap dengan properti pendukungnya. Menarik ya?
Foto ala Oni san (Setan) di Umi Jigoku
Wisata neraka ala Beppu ini bisa menjadi pengalaman unik yang harus dicoba kalau liburan ke Jepang.

Sabtu, 09 Februari 2019

Green Legacy Hiroshima, Pesan Damai dari Hiroshima

Negara Jepang adalah salah satu negara maju di Asia, masyarakatnya dikenal sebagai pekerja keras, hidup disiplin, tertib dan selalu memerhatikan kesehatan dan kebersihan, ternyata juga memiliki prinsip hidup damai.
Bagi orang Jepang perdamaian tidak hanya menjadi tugas pemerintah, mereka memulai dari diri dan lingkungannya. Orang Jepang sangat berhati-hati untuk tidak menyakiti dan menjaga perasaan orang lain, mereka selalu menghormati orang lain dengan tradisi Ojigi, membungkukkan badan dan selalu berusaha menggunakan bahasa yang sopan dan halus atau yang dikenal dengan tradisi Aisatsu, mengucapkan permisi dan meminta maaf dalam percakapan.
Peristiwa bom atom yang meledakan Kota Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945 menghancurkan kehidupan orang-orang Jepang pada masa itu. Selama perang dunia kedua, Hiroshima dan Nagasaki yang terletak di sisi selatan Jepang menjadi sasaran utama pengeboman. Peristiwa kelam itu juga yang akhirnya membuat masyarakat Jepang berusaha untuk menjaga perdamaian, mereka sudah merasakan penderitaan yang luar biasa dan tidak ingin terulang lagi. Bagi mereka peperangan dan konflik hanya akan membawa kesengsaraan dan penderitaan bagi kedua belah pihak. 
Selain itu sejak tahun 2011 dua orang yang bernama Profesor Nassrine Azimi dan Profesor Tomoko Watanabe di Hiroshima berinisiatif untuk membuat Program Green Legacy Hiroshima atau Warisan Hijau Hiroshima. Mereka membagikan bibit tanaman Sakura dan tanaman-tanaman lain yang bertahan hidup setelah peristiwa bom Atom 74 tahun yang lalu, ke pihak-pihak yang tertarik. Hingga sekarang telah tersebar di 34 negara, mulai dari Afganistan hingga Amerika Serikat. Bibit-bibit tanaman ini diharapkan menjadi pesan damai, harapan agar dunia bebas dari nuklir.
Bersama Professor Mahichi Faezeh, mahasiswa APU dan Sakura dari Hiroshima
Tanaman Sakura dari Hiroshima, duta perdamaian di APU
Cerita menariknya, kita bisa mengajukan tanaman sakura ini untuk ditanam di negara kita, caranya langsung menghubungi Professor Nassrine Azimi dari Green Legacy Hiroshima.


Jumat, 08 Februari 2019

Mengusir Setan ala Anak-anak Jepang

Kali ini saya berkesempatan ikut merayakan Setsubun, tradisi mengusir setan ala anak-anak di Jepang. Setsubun dalam arti sebenarnya adalah nama perayaan yang digunakan di Jepang untuk hari sebelum hari pertama setiap musim. Dalam satu tahun terdapat 4 kali hari pertama setiap musim: Musim Semi (Risshun), Musim Panas (Rikka), Musim Gugur (Rishu), dan Musim Dingin (Ritto). Tapi istilah Setsubun sekarang hanya digunakan untuk menyebut hari sebelum hari pertama musim semi saja, sekitar tanggal 3 Februari setiap tahunnya.
menghindari kejaran anak-anak yang melempar kacang
Tradisi Setsubun adalah perpaduan upacara mengusir arwah jahat di istana yang berasal dari tradisi Tiongkok dan upacara melempar kacang (Mamemaki). Kacang yang dilempar-lemparkan biasanya adalah kedelai, atau yang sering disebut kacang keberuntungan (Fukumame). Jumlah kacang yang dilempar dan yang dimakan disesuaikan dengan usia orang tersebut.
Kacang akan dilemparkan ke arah orang yang berperan menjadi setan (Oni) sambil mengucapkan mantera "Oni wa soto, fuku wa uchi" yang berarti, setan ke luar, keberuntungan ke dalam! Tradisi melempar kacang ini melambangkan keinginan bebas dari penyakit dan selalu sehat sepanjang tahun. Tradisi ini terlihat seperti ritual melempar jumrah ketika ibadah haji.
Selain tradisi mengusir setan tersebut ada juga tradisi makan Sushi Ehoumaki yang berarti gulungan keberuntungan. Sushi Ehoumaki sendiri adalah sushi yang digulung dengan rumput laut panjang tanpa dipotong-potong menjadi kecil, seperti Leumang di Aceh. Ehoumaki berisi 7 bahan yang mewakili tujuh Dewa Keberuntungan (Shichifukujin).
Isian tersebut dimaksudkan mewakili kesehatan yang baik, kebahagiaan juga kemakmuran. Semua bahan digulung menjadi satu untuk menjadi keberuntungan. Memakannya tidak boleh dipotong kecil-kecil, harus dimakan bulat-bulat, memotongnya berarti ikut memotong keberuntungan. Memakannya juga harus menghadap ke arah mata angin yang sudah ditentukan setiap tahunnya, untuk tahun ini menghadap arah timur-timur laut, dan tidak boleh berbicara hingga satu gulung itu habis dimakan.
Selain itu, acara ini dijadikan kesempatan anak-anak berkumpul dan bermain bersama teman dan orang tuanya, mulai dari bercerita, bermain sulap, membuat topeng, permainan estafet kacang dengan sumpit dan masih banyak lagi permainan seru lainnya.
Karena hanya berlangsung sehari setiap tahun maka Setsubun merupakan salah satu atraksi wisata yang tidak boleh dilewatkan wisatawan yang ingin merasakan sensasi melempari Oni, makhluk astral Jepang.

Sabtu, 26 Januari 2019

Konservasi Kunang-kunang ala Masyarakat Beppu Jepang

Masyarakat Jepang sangat dekat dengan alam dan berusaha untuk menjaganya. Mereka menganggap alam menjadi bagian yang harus dijaga dan sebagai salah satu cara mereka menghormati Sang Pencipta. Ada banyak konsep di Jepang yang mengatur hubungan manusia dengan alam. Salah satunya adalah Satoyama dan Satoumi, hubungan antara desa dengan gunung, hubungan antara desa dengan laut.
Kolaborasi Symbio Club dan Kame-kame Club Beppu

Kali ini saya mendapat kesempatan belajar tentang pelestarian Hotari, atau kunang-kunang. Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara mahasiswa, Symbio Club dan masyarakat Beppu yang digagas Komunitas Kame-kame Club. Kami diajak untuk membersihkan Sungai Hiya di daerah Kamegawa, salah satu sungai yang berada di Kota Beppu. Sungai ini dipilih karena merupakan salah satu tempat yang menjadi habitat serangga bersinar ini, sebab selain mempunyai air yang bersih juga memiliki suasana yang tenang. Kami bertugas membersihkan lahan yang berada di sekitar sungai yang nantinya digunakan untuk menanam tanaman yang disukai oleh siput yang menjadi makanan dari kunang-kunang.
Briefing sebelum proses pembersihan area sungai Hiya oleh took dari Kame-kame Club
Selain membersihkan lahan dan mempersiapkannya untuk kunang-kunang, kesempatan ini digunakan untuk makan bersama dan berdiskusi. Salah seorang kakek bercerita tentang pengalaman beliau mempelajari kunang-kunang dari beberapa negara di dunia. Beliau bercerita bahwa Indonesia memiliki banyak jenis kunang-kunang, sedangkan Jepang hanya punya spesies kunang-kunang, karena itulah mereka berusaha untuk terus melestarikannya. 
Ngumpul, belajar, makan :D
Ini mirip Bakso Malang
Kegiatan membersihkan sungai ini pun dilaksanakan tiap tahun untuk menjaga habitat kunang-kunang di tempat tersebut yang nantinya akan bisa dilihat pada bulan Mei mendatang. Dan biasanya mereka membuat festival kunang-kunang atau yang disebut dengan Hotari Gari.

Pernah dimuat di sini.


Selasa, 22 Januari 2019

Mengunjungi Perkebunan Jamur Shiitake Kunisaki yang Ramah Lingkungan

Masyarakat di Jepang terkenal sangat menghormati alam dan lingkungan mereka. Cara mereka menjaga alam sudah dimulai sejak kecil, sebelum anak-anak berumur 10 tahun, mereka tidak diberikan ujian di sekolah tetapi diajarkan bagaimana hidup dengan baik. Mereka belajar mengurus hewan, menghormati orang dan memahami alam. Mereka diajarkan nilai-nilai kehidupan seperti pengendalian diri, tanggung jawab dan bersikap adil.
Perkebunan Shiitake Kunisaki, Oita Jepang
Banyak juga festival yang melibatkan anak-anak untuk mengajarkan mereka menghormati alam. Salah satunya festival untuk menghormati tokoh pendiri pemandian air panas di daerah Kannawa, Beppu. Mereka diajarkan mengucapkan terima kasih dan berjanji untuk melanjutkan perjuangan beliau untuk terus menjaga air yang ada di daerah mereka.

Begitu pun konsep mereka untuk menggunakan alam menjadi lahan yang menghasilkan tetapi juga bisa terus berlanjut, ada satu konsep yang dikenal dengan Satoyama dan Satoumi. Konsep Satoyama dan Satoumi pertama kali dicetuskan oleh Profesor Tetsuo Yanagi dari Kyushu University di tahun 1998. Dalam bahasa Jepang "sato" berarti desa dan "umi" berarti laut sehingga Yanagi mendefinisikan "satoumi" sebagai "produktivitas tinggi dan keanekaragaman hayati di wilayah laut pesisir dengan interaksi manusia.”

Satoyama merupakan konsep Jepang untuk tradisi lama yang terkait dengan praktek-praktek pengelolaan lahan. Di masa lalu tradisi tersebut mendorong pemanfaatan berkelanjutan sumber daya melalui hubungan manusia dengan ekosistem yang memberikan manfaat untuk kesejahteraan manusia. Salah satu konsep Satoyama adalah perkebunan jamur Shiitake yang berada di semenanjung Kunisaki yang berada di Perfecture Oita. Hasil perkebunan Shiitake di Kunisaki ini termasuk yang terbesar di Jepang, hampir 49% produksi Shiitake terbaik di Jepang berasal dari sini dan dijual hingga ke luar negeri.

Jamur Shiitake yang ada di perkebunan di Kunisaki ditanam dengan menggunakan media kayu, kayu yang digunakan merupakan pohon Tomogi, memiliki kualitas kayu terbaik. Kayunya juga diambil dari hutan yang sudah mereka persiapkan sehingga tidak mengganggu lingkungan yang ada, bagian kayu yang diambil merupakan bagian atas pohon sedangkan bagian akarnya tetap ditinggalkan sehingga bisa menjaga tanah di lahan tersebut dan dalam waktu setahun bisa menghasilkan empat hingga lima tunas baru, jadi hutan bisa rimbun kembali.

Bersama dosen-dosen pengajar Pariwisata Ritsumeikan Asia Pacific University dan pengelola perkebunan

Kayu yang digunakan menjadi media tanam pun bisa bertahan hingga lima tahun untuk menghasilkan jamur terbaik, setelahnya kayu tersebut akan hancur dan menjadi nutrisi bagi lahan perkebunan dan juga untuk ikan-ikan yang berada di sungai dan laut di daerah tersebut.

Istilah "satoumi" berasal dari "satoyama" yang Japan Satoyama Satoumi Assessment (JSSA) mendefinisikan satoyama dan satoumi sebagai "mosaik dinamis sistem sosio-ekologi teratur yang memproduksi ekosistem bagi kesejahteraan manusia."