Tampilkan postingan dengan label Social Enterprise. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Social Enterprise. Tampilkan semua postingan

Jumat, 05 Juli 2019

Plushindo Story


I am Hijrah Saputra, first year student of master program in tourism and hospitality at Ritsumeikan Asia Pacific University (APU). I am also a graphic designer and from March 2018, I am taking the role of creative director for the “Plushindo” project. 




Plushindo is a social project of a social enterprise, Fingertalk, to empower the often marginalized and discriminated Deaf youths by training them to produce creative products, such as plush toys of endangered animals, that are used to spread awareness about animal conservation and inclusion. This project tackles issues such as unemployment, discrimination against people with disability and animal conservation in one creative solution, which made it very unique. 

Currently, Indonesia faces challenges of animals’ extinction due to habitat loss or illegal hunting. Many of the animals, such as Javan rhino, anoa and Komodo dragons, are endemic to Indonesia, and are forecasted to be extinct in the next decade. I believe that we must act now, and we must start from younger generation. Plushindo plushies are a way to spread awareness about the importance and urgency of animal conservation to the younger generation using attractive and fun mediums. 

Due to discrimination in the society, more than 74% of Deaf people in Indonesia are unemployed. Thus, through this project, my team and I are trying to break the stigma and create employment. Moreover, I learned to apply my skills and supported the Deaf to upgrade their skills, earn income and provide for their family.


Plushindo Crews
As the creative director, I was in charge of the designing and training process. I designed six different characters of endangered animals in Indonesia, which are orangutan, Sumatran elephants, Javan rhino, anoa, and komodo dragon. Once I completed the designs, I trained 20 Deaf youths to produce the plush toys or “plushies” based on those designs. Together, we made more than 600 plushies and distributed them to school children in six major islands in Indonesia.




The Characters






The Characters and their habitat



In addition to that, I also designed a small book to accompany the plushies, providing information about these endangered animals. I designed the books using language that are simple and easy to understand. I also used Indonesian Sign Language (BISINDO) in the book, so the children can understand more about the Deaf culture. This initiative connected Deaf youths and the children, and raised awareness since early age to hopefully eliminate discrimination against people with disability in the future.

After the production finished, I helped the team distributing the finished products through educational workshop. We visited schools and introduced the Deaf youths to the children, again, to raise awareness since young age. We used sign language to explain why all of us should love the animals. Furthermore, these plushies and books are also given as the token of appreciation to the conservation sites of the endangered animals. 

Plushindo goes to Riau, Pekanbaru

Plushindo team teach Indonesian Sign Language (BISINDO) to the school children

Plushindo goes to Pamulang, Banten
Plushindo goes to Balikpapan, East Kalimantan


Plushindo goes to Poso, Central Sulawesi



Plushindo and WWF Indonesia
Through this program, we have realized that the training can be scaled up as employment opportunities for Deaf youths, which led me to participate in Hult Prize competition. In December 2018, my team and I brought this idea to enter the competition of Hult Prize, the biggest social entrepreneurship competition in the world. We won APU campus round and four months later, we became the only team that represented APU in Tokyo regional summit. Our goal was to win the USD 1 million prize to train more Deaf youths and create 10,000 jobs. We were chosen one of the six finalists and received valuable feedback from the judges to scale up and create more sustainable impact.





Plushindo team and New Zealand Embassador for Indonesia

Plushindo Team with Mr. Deguchi, President of Ritsumeikan APU
Last March 2019, Plushindo also won the Asahi Shinbun SDG Action! Awards 2019, and became the first ever representation from APU to win the competition. Our team received the grand prix prize of JPY 500,000 and will utilize the fund to train more Deaf people in rural areas of Indonesia to give them more opportunities and financial independence.

Plushindo won Grand Prix SDGs Daigaku Action Awards Asahi Shimbun Japan 2019

Plushindo Team with Chief of Asahi Shimbun Japan

Plushindo team at Hult Prize Final Round in Regional Round Tokyo, Japan
Through this project, I can see how our skill can create bigger and more sustainable impact.


Selasa, 08 September 2015

Hijrah Saputra at Youth Booklet UNFPA Indonesia #2

Beberapa bulan lalu aku dihubungi oleh team UNFPA Indonesia, untuk diwawancara, katanya mau dimasukin profilnya di Youth Booklet UNFPA edisi ke 2.
Youth Booklet UNFPA #2 Realizing Young Peoples potential in Indonesia
UNFPA sendiri adalah singkatan dari United Nations Population Fund, memulai operasinya tahun 1969 sebagai UnitedNations Fund for Population Activities (namanya berubah tahun 1987) di bawah administrasi United Nations Development Fund. Tahun 1971 badan ini ditempatkan di bawah otoritas Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. UNFPA mendukung program di empat wilayah, negara Arab dan Eropa, Asia dan Pasifik, Amerika Latin dan Karibia, dan Afrika sub-Sahara. Mereka bekerja di lebih dari 140 negara, teritori dan wilayah. Sekitar tiga perempat staf bekerja di lapangan. Beberapa tugas UNFPA melibatkan penyediaan suplai dan layanan untuk merawat kesehatan. Mereka juga mendorong partisipasi pemuda dan wanita untuk membantu mengembangkan masyarakat mereka yang terkena dampak dari kesehatan yang buruk yang meluas ke berbagai sektor seperti pencegahan penyakit kelamin termasuk HIV/AIDS. UNFPA bekerja atas kerjasama dengan badan PBB, pemerintah dan komunitas lainnya. Bekerjasama, badan ini meningkatkan kewaspadaan dan mengelola dukungan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai Millennium Development Goals. (Wikipedia)

Alhamdulillah merasa sangat senang dan bangga, karena merasa mendapatkan sebuah apresiasi dari sebuah lembaga internasional yang memiliki fokus pada isu kependudukan, yang juga memiliki basis di Indonesia. 

Penghargaan bukanlah tujuan akhir, tapi penghargaan menunjukan adanya progres dalam berkarya #Piyohnote

Aku sendiri bingung apa yang harus diceritakan dalam booklet tersebut karena jujur saja, apa yang kukerjakan selama ini masih dalam proses dalam mewujudkan mimpiku dan masih banyak sekali PR yang belum selesai. 

Senang sekali, walaupun tidak bisa menerima langsung pada acara launchingnya di Jakarta, karena sedang melakukan seleksi Putra-Putri Konservasi Bahari Kota Sabang. Tapi semangat acara tersebut bisa kurasakan, terutama ketika Mamak dan Bapak menerima buku itu, beliau sempat berkata,”hebat ya anak mamak, bisa masuk di buku yang isinya Bahasa Inggris semua”, hehe, terharu, walaupun mamak ga ngerti, setidaknya beliau tahu, anaknya sudah melakukan hal baik, alhamdulillah #MerembesMili T_T
Bapak dan Mamak

Selain orang tuaku, aku berharap booklet tersebut dapat memberi manfaat kepada lebih banyak masyarakat terutama untuk anak-anak muda yang sedang berusaha mewujudkan mimpinya. 

Buat aku, buku ini buku ini juga menjadi motivasi buatku untuk terus melakukan yang terbaik. Saya sangat berharap, semangat tiap orang yang ada di buku ini bisa diterima oleh lebih banyak anak muda, bukan hanya semangatnya juga tapi juga aksinya. Ada 32 anak muda yang bisa dicontoh di dalamnya, mulai dari Sabang sampai Papua. Ada beberapa yang kukenal di ajang Wirausaha Muda Mandiri, mulai dari Dea Valensia (Batik Kultur) yang dulu kita saingan di kategori yang sama, ada Vania Santoso, yang expo bareng-bareng, bahkan ada juga Gita Syahrani yang jadi tentor di kegiatan British Council untuk Social Entreprise di Bandung. Belum lagi, ada dek Maudy Ayunda, #DegDegan, salah satu penyanyi dan bintang film favoriteku, Aaah, luar biasa! Dan masih banyak lagi pemuda-pemudi lainnya.

Ada 32 pemuda yang bisa kamu baca profil menariknya di sini!
Hehe, agak jampok dikit gapapa ya
Ini cerita sedikit perjuanganku di Sabang, Banda Aceh dan sekitarnya
Mbak Gita Syahrani, menginspirasi dengan SIDALANG-nya
Dea Valensia dengan Batik Kulturnya, memberdayakan masyarakat yang kurang beruntung, muda, cantik dan baik
Environmental Sustainability
- Adeline Tiffanie Suwana (Environmental Activist)
- Andika Putraditama (Research Analyst)
- Dayu Prastini Hatmanti (TV Host, Save Shark Activist)
- Ghulam Najmudin (Indie Musician, Student)
- Gita Sjahrani ( Environmental Specialist)
- Infra Ranisetya (Social Entrepreneurship Enthusiast)
- Lidwina Marcella (Communications Practioners)
- Mizan Bustanul Fuady (Young Scholar)
- Rahyang Nusantara (Environmental Activist)
- Vania Santoso (Green Entrepreneur)

Entrepreneurship
- Dea Valencia (Social Entrepreneur)
- Dimas Ramadhani (Computer Science Student & IT Entrepreneur)
- Dinni Hajarrahmah (Social Entrepreneur)
- Fiona Ekaristi Putri (Tourism Promoter and lecturer)
- Gigih Rezki (Techno-Preneur)
- Gloria Marcella (Techno-Preneur)
- Hijrah Saputra (Entrepreneur and Graphic Designer)
- Keinesasih Hapsari (Comic Writer)
- Khaira Al Hafi (Social Innovator)
- Vidi Aldiano (Singer and Entrepreneur)
- Wisnu Aryo Setio (Entrepreneus and Management Student)

Community Empowerment
-  Afra Suci Romadhon (Social Activist and Researcher)
- Alfrado raymond (Youth Activist)
- Mudy Ayunda (Musician Actress)
- Ayu Oktariani (HIV AIDS Activist)
- Dirgayuza Setiawan (Youth Politician)
- Fitria Sari (Community Development Activist)
- Irine Yusiana (Youth Lawmaker)
- Johan Piter (Peer Couselor and TV Personality)
- Moudy febriyanti (Social Activist)
- Muhammad Ami (Youth Activist, Law Student)
- Rifky Husain (Film Maker)

Yang penasaran, Youth Booklet versi digitalnya bisa didownload di sini!

Memang sayangnya booklet 138 halaman ini berbahasa inggris semua, tidak terlalu ramah dengan masyarakat Indonesia.. tapi ya mudah-mudahan UNFPA bisa bikin yang versi bahasa Indonesia supaya bisa dinikmati oleh lebih banyak pemuda indonesia di Pelosok dan menginspirasi mereka. Good Job UNFPA Indonesia, terimakasih banyak. 

Buat yang lain, kalian mau berjuang bersama-sama untuk Indonesia yang lebih baik?

Kamis, 07 Mei 2015

Ngopi (Ngobrol Inspiratif) Social Enterprise

Buat kamu yang mau belajar bersama tentang Social Enterprise, ayo datang di Acara Ngopi (Ngobrol Inspiratif) Hari Minggu Pagi tanggal 10 Mei 2015, mulai dari pukul 09.00 - 12.00 WIB di Markas The Leader, Mister Piyoh lantai 2, Ulee Kareng.
Ngopi bareng The Leader
Sampai ketemu di markas ya :)

Jumat, 01 Mei 2015

Mengintip Serunya Social Enterprise Art, Culture and Tourism Challenge Diageo – British Council 2015

Beberapa waktu lalu aku dan teman-teman The Leader, sempat mengisi aplikasi untuk Program British Council atas rekomendasi Pak Iskandarsyah Madjid dan Ibu Evayani. Alhamdulillah ternyata The Leader lolos hingga tahap selanjutnya dan berangkat ke Bandung untuk Lokakarya mulai dari Tanggal 26 April - 1 Mei 2015.

Social enterprises are businesses that trade to tackle social problems, improve communities, people’s life chances, or the environment.  They make their money from selling goods and services in the open market, but they reinvest their profits back into the business or the local community.
 
Poster Social Enterprise Art, Culture and Tourism Challenge Diageo – British Council 2015 (Sumber : di sini)
Menjadi salah satu dari 44 peserta yang diundang untuk lokakarya di Bandung ternyata bukan hal yang mudah, kami harus bersaing dengan 180 lebih Social Enterprise yang masuk seluruh Indonesia.

Mbak Anin (Komunitas Lawe), Hijrah (The Leader), Diah (Bale Bengong) dan Trisa (Toraja Melo)
Serunya ikutan kegiatan Social Enterprise Art, Culture and Tourism Challenge Diageo – British Council 2015 ini selain kompetisi ada lokakarya yang kurasakan sangat bermanfaat sekali, selain dapat ilmu yang dari para ahli seperti Mas Yudhi, Mas Rommy, Kang Zaini Alief, Mbak Gita, Pak Sunaryo, Mbak Nancy dan Team Mas Jimmy, juga ada banyak study case langsung dari para Social Enterprise binaan dan juga jaringan dari British Council, seperti Komunitas Hong, Selasar Sunaryo, Batik Fraktal, Museum Subak, Jati Wangi Art Factory. Jadi memang benar-benar memberikan solusi dan inspirasi buat kami para peserta, terutama buatku sendiri, karena ilmu yang kudapatkan ini sangat berguna untuk diaplikasikan di The Leader dan teman - teman lain di Aceh.

Mbak Nancy dari Batik Fraktal
Kang Zaini Alief, Komunitas Hong dan Mbak Ari Sutanti dari British Council

Pak Suwar dari Yayasan Wisnu
Ketua Dewan Pembina British Council Sir Vernon Ellis dan Direktur British Council Indonesia Sally Goggin di Selasar Sunaryo
Bermain ala Komunitas Hong di Selasar Sunaryo
Bareng Kang Zaini Alief, Pakar Permainan Anak
Belum lagi para peserta yang memang luar biasa, dari 44 social enterprise, dengan bidang yang berbeda-beda, dengan daerah yang berbeda, punya nilai masing-masing, jujur baru kali ini aku merasakan kompetisi yang sangat seperti keluarga, tidak ada aura kompetisi sama sekali yang ada saling berbagi dan menginspirasi. Dari acara ini juga aku jadi semakin optimis kalau Indonesia akan bisa bergerak ke arah yang lebih baik.

Sampai ketemu di acara British Council selanjutnya ya...