Minggu, 19 September 2021

Menikmati Kelezatan Roti 100 Tahun

Dilihat sepintas tokonya terlihat sederhana, lokasinya berada tidak di jalan besar. Tapi siapa yang sangka, ketika buka, toko kecil ini selalu dipadati oleh pembeli. Panjang antrian pembeli juga luar biasa.

Tomonaga Pan

Tomonaga Pan namanya atau Toko Roti Tomonaga. Toko ini sudah terkenal tidak hanya di Kota Beppu, terlihat pembelinya beragam, dari yang warga lokal hingga dari luar kota.  
Menurut cerita, toko ini sudah lebih dari 100 tahun, jadi kalau kita cari di google map, akan ketemu dengan mudah. 

Toko ini menjual berbagai jenis roti dengan berbagai macam rasa. Saya pertama kali datang penasaran dengan rasa yang ditawarkan di sana, alhasil saya membeli semua varian roti yang ada di sana. 

Suasana di dalam toko

Cara memesannya juga unik, kita akan diberikan list roti yang tersedia di sana, variannya dan berapa jumlahnya, nanti pelayan di sana akan mencarikan untuk kita. Karena pembeli mereka dari berbagai daerah dan negara, mereka menyediakan list orderan dengan dua bahasa, bahasa jepang dan inggris. Setelah saya mengantri cukup panjang, akhirnya giliran saya, melihat antrian yang cukup panjang, saya memutuskan untuk membeli semua varian roti yang ada di sana, hehe, untungnya penjaga-penjaga toko di sana tidak runcing mulutnya. 

Tak sabar mencoba rotinya, keluar dari toko, saya mencari tempat duduk terdekat, langsung membuka bungkus rotinya dan memakannya, beuh emang benar, rotinya enak! Ada rasa yang bikin rindu walau pertama kali bertemu, candu. Wajar rasanya kalau banyak pembeli yang datang lagi dan lagi.

Salah satu roti andalan Tomonaga, Roti isi kacang merah

Tokonya kecil, hanya seluas 4x3 meter untuk melayani pembeli, hanya diisi oleh beberapa rak kayu dan beberapa foto tempo dulu. Suasana ini yang bikin kesan toko ini seperti toko jaman dulu. Yang menariknya, pemilik toko ini tidak memperbesar dan membuka cabang di tempat lain, seperti pengusaha lainnya. Hanya beroperasi dari hari senin hingga sabtu, dari jam 10 pagi hingga jam 5 sore. Pengusaha berusaha menjaga kualitas roti, rasa, agar tetap bisa menjaga kepercayaan pelanggan. Mungkin ini yang dinamakan konsep cukup. 

Menariknya lagi pemilik toko juga melarang orang yang ingin meliput langsung di tokonya, karena tidak ingin mengganggu kenyamanan pembeli dan penjaga toko. Lah, terus tulisan ini gimana? Ini cukup kita aja yang tahu ya!

Sssstttt, tapi kalau ke Beppu, jangan lewatan untuk mampir ke sini ya!

Rabu, 15 September 2021

Melihat Perkebunan Shiitake yang Ramah Lingkungan di Kunisaki Jepang

Masyarakat di Jepang terkenal sangat menghormati alam dan lingkungan mereka. Cara mereka menjaga alam sudah dimulai sejak kecil, sebelum anak-anak berumur 10 tahun, mereka tidak diberikan ujian di sekolah tetapi diajarkan bagaimana hidup dengan baik. Mereka belajar mengurus hewan, menghormati orang dan memahami alam. Mereka diajarkan nilai-nilai kehidupan seperti pengendalian diri, tanggung jawab dan bersikap adil.

Banyak juga festival yang melibatkan anak-anak untuk mengajarkan mereka menghormati alam. Salah satunya festival untuk menghormati tokoh pendiri pemandian air panas di daerah Kannawa, Beppu. Mereka diajarkan mengucapkan terima kasih dan berjanji untuk melanjutkan perjuangan beliau untuk terus menjaga air yang ada di daerah mereka.

Begitu pun konsep mereka untuk menggunakan alam menjadi lahan yang menghasilkan tetapi juga bisa terus berlanjut, ada satu konsep yang dikenal dengan Satoyama dan Satoumi. Konsep Satoyama dan Satoumi pertama kali dicetuskan oleh Profesor Tetsuo Yanagi dari Kyushu University di tahun 1998. Dalam bahasa Jepang “sato” berarti desa atau komunitas dan “umi” berarti laut sehingga Yanagi mendefinisikan “satoumi” sebagai “produktivitas tinggi dan keanekaragaman hayati di wilayah laut pesisir dengan interaksi manusia.”



Satoyama merupakan konsep Jepang untuk tradisi lama yang terkait dengan praktek-praktek pengelolaan lahan. Di masa lalu tradisi tersebut mendorong pemanfaatan berkelanjutan sumber daya melalui hubungan manusia dengan ekosistem yang memberikan manfaat untuk kesejahteraan manusia. Salah satu konsep Satoyama adalah perkebunan jamur Shiitake yang berada di semenanjung Kunisaki yang berada di Perfecture Oita. Hasil perkebunan Shiitake di Kunisaki ini termasuk yang terbesar di Jepang, hampir 49% produksi Shiitake terbaik di Jepang berasal dari sini dan dijual hingga ke luar negeri. 

Jamur Shiitake yang ada di perkebunan di Kunisaki ditanam dengan menggunakan media kayu, kayu yang digunakan merupakan Pohon Tomogi atau Japanese Chestnut, memiliki kualitas kayu terbaik. Kayunya juga diambil dari hutan yang sudah mereka persiapkan sehingga tidak mengganggu lingkungan yang ada, bagian kayu yang diambil merupakan bagian atas pohon sedangkan bagian akarnya tetap ditinggalkan sehingga bisa menjaga tanah di lahan tersebut dan dalam waktu setahun bisa menghasilkan empat hingga lima tunas baru, jadi hutan bisa rimbun kembali. 

Kayu yang digunakan menjadi media tanam pun bisa bertahan hingga lima tahun untuk menghasilkan jamur terbaik, setelahnya kayu tersebut akan hancur dan menjadi nutrisi bagi lahan perkebunan dan juga untuk ikan-ikan yang berada di sungai dan laut di daerah tersebut.

Istilah “satoumi” berasal dari “satoyama” yang Japan Satoyama Satoumi Assessment (JSSA) mendefinisikan lanskap satoyama dan satoumi sebagai “mosaik dinamis sistem sosio-ekologi teratur yang memproduksi paket layanan ekosistem bagi kesejahteraan manusia.”

JSSA menggunakan satoyama dan satoumi sebagai perangkat heuristik yang berguna untuk membingkai dan menganalisis hubungan antara jasa ekosistem dan kesejahteraan manusia.

SATOUMI: A conceptual framework for sustainable aquaculture in tropical Asia, Iain Charles Neish, 2012.[]