Tampilkan postingan dengan label Oita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Oita. Tampilkan semua postingan

Minggu, 19 September 2021

Menikmati Kelezatan Roti 100 Tahun

Dilihat sepintas tokonya terlihat sederhana, lokasinya berada tidak di jalan besar. Tapi siapa yang sangka, ketika buka, toko kecil ini selalu dipadati oleh pembeli. Panjang antrian pembeli juga luar biasa.

Tomonaga Pan

Tomonaga Pan namanya atau Toko Roti Tomonaga. Toko ini sudah terkenal tidak hanya di Kota Beppu, terlihat pembelinya beragam, dari yang warga lokal hingga dari luar kota.  
Menurut cerita, toko ini sudah lebih dari 100 tahun, jadi kalau kita cari di google map, akan ketemu dengan mudah. 

Toko ini menjual berbagai jenis roti dengan berbagai macam rasa. Saya pertama kali datang penasaran dengan rasa yang ditawarkan di sana, alhasil saya membeli semua varian roti yang ada di sana. 

Suasana di dalam toko

Cara memesannya juga unik, kita akan diberikan list roti yang tersedia di sana, variannya dan berapa jumlahnya, nanti pelayan di sana akan mencarikan untuk kita. Karena pembeli mereka dari berbagai daerah dan negara, mereka menyediakan list orderan dengan dua bahasa, bahasa jepang dan inggris. Setelah saya mengantri cukup panjang, akhirnya giliran saya, melihat antrian yang cukup panjang, saya memutuskan untuk membeli semua varian roti yang ada di sana, hehe, untungnya penjaga-penjaga toko di sana tidak runcing mulutnya. 

Tak sabar mencoba rotinya, keluar dari toko, saya mencari tempat duduk terdekat, langsung membuka bungkus rotinya dan memakannya, beuh emang benar, rotinya enak! Ada rasa yang bikin rindu walau pertama kali bertemu, candu. Wajar rasanya kalau banyak pembeli yang datang lagi dan lagi.

Salah satu roti andalan Tomonaga, Roti isi kacang merah

Tokonya kecil, hanya seluas 4x3 meter untuk melayani pembeli, hanya diisi oleh beberapa rak kayu dan beberapa foto tempo dulu. Suasana ini yang bikin kesan toko ini seperti toko jaman dulu. Yang menariknya, pemilik toko ini tidak memperbesar dan membuka cabang di tempat lain, seperti pengusaha lainnya. Hanya beroperasi dari hari senin hingga sabtu, dari jam 10 pagi hingga jam 5 sore. Pengusaha berusaha menjaga kualitas roti, rasa, agar tetap bisa menjaga kepercayaan pelanggan. Mungkin ini yang dinamakan konsep cukup. 

Menariknya lagi pemilik toko juga melarang orang yang ingin meliput langsung di tokonya, karena tidak ingin mengganggu kenyamanan pembeli dan penjaga toko. Lah, terus tulisan ini gimana? Ini cukup kita aja yang tahu ya!

Sssstttt, tapi kalau ke Beppu, jangan lewatan untuk mampir ke sini ya!

Rabu, 20 Januari 2021

Liputan Buku Jejak Dari Kota Neraka di Oita Godo Shinbun

 【別府】別府市の立命館アジア太平洋大(APU)大学院に通うヒジラ・サプトラさん(35)が、別府観光の魅力や暮らしをPRする本「地獄の街での足跡」を母国インドネシアで出版した。新型コロナウイルスの影響で来日できなかった半年間に執筆。恵まれない子どもたちの支援に収益を充てた。

Hijrah Saputra dan Dissa Syakina 
 

春休みに入った2月中旬に首都ジャカルタに戻ったが、新型コロナで4月になっても来日できなくなった。感染状況が深刻で外出も一切できなくなり、オンライン授業の日々が続く中で「本を作ろう」と思い立ったという。

 2018年秋に入学して以来、たびたび母国のネットメディア向けに日常を発信していた。地獄めぐりなどの主要観光地の様子、年末の鏡餅作りなど、会員制交流サイト(SNS)に投稿した過去の写真も含めて1カ月ほどで一冊の本に仕上げた。
 日本の地名で知られているのは東京や京都などの主要都市が中心。多くの人が別府の地名を知らず、別府の話題は新鮮に感じられたようだ。裸で入る日本式の温泉文化や、地獄めぐり、地獄蒸しのように自然を観光資源に生かす点に反響があったという。
 ヒジラさんは「悪いイメージの『地獄』のタイトルと観光という単語が本を読むことで結びつき、別府の地獄に好印象を持ってくれた。新型コロナが収束したら別府に遊びに来たり、APUに入学する人が増えてほしい」と期待する。
 妻のディサ・アダニサさん(30)=APU大学院生=も同じ時期に「新しい冒険」と題した本を出した。中央アメリカ、ニカラグアで13年に実施した英語教育ボランティアの体験を、当時の日記で振り返った。ディサさんは「母国を担う次世代の役に立ちたい」と話した。
 本はいずれもインドネシア語。ヒジラさんは製本した100冊、ディサさんは200冊を完売。追加販売を検討するという。

<メモ>
 ヒジラさん、ディサさん夫婦は春から約半年間、インドネシアでオンライン授業を受けて過ごした。ジャカルタを8月末に出国、東京都で2週間ほど滞在し、9月11日に別府に到着した。

※この記事は、9月16日 大分合同新聞 12ページに掲載されています。

Link : Di sini

Senin, 18 Januari 2021

Pengalaman Berkebun 7 Tanaman Herbal Tradisi Masyarakat Jepang di Tahun Baru

Orang Jepang selalu punya tradisi yang dilakukan setiap musim, mulai dari musim semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin. 

Begitu pun dengan pergantian tahun atau tahun baru. Masyarakat Jepang melakukan tradisi Makan Osechi, masakan yang diletakkan di atas wadah tradisional Jepang untuk tahun baru, yang dinikmati bersama keluarga.

Perayaan tahun baru bagi orang Jepang dirayakan mulai dari tanggal 1 hingga 6 Januari setiap tahunnya. Nah, di pengujung tanggal tersebut ada masakan khusus yang harus disiapkan sebagai penutup tahun baru yang disebut Nanakusa-gayu, bubur yang dimasak dengan tujuh jenis daun-daun herbal.


Yang menjadi ciri khas dari bubur Nanakusa-gayu adalah dimasak dengan tujuh jenis daun herbal, yakni daun Seru, Nazuna, Hakopela, Suzuna/Kabo, Suzushilo/Daikon, Hotokenoza, dan Gogyou.

7 Herbal Nanakusa
Kota Usa


Sejarahnya Nanakusa-gayu ini sendiri berasal dari daratan China sekitar 1000 tahun di masa Heian.

Di pengujung tahun 2020 saya dapat kesempatan untuk ikut bagian langsung dalam menyiapkan bahan-bahan Nanakusa dari petani hingga proses pengemasan untuk dijual ke pasar.

Kegiatan ini menjadi momen yang tidak terlupakan, karena selain bisa melihat langsung pertanian ketujuh tanaman herbal tersebut dan dilakukan di musim dingin. 


Memilih dan memilah Daun Gogyou
Daun Nazuna

Badai Salju


Setiap paginya saya dan beberapa teman lainnya berangkat dari penginapan yang disediakan oleh pihak pertanian menuju lokasi yang berada di Kunisaki, Oita. Di sana terdapat banyak sekali rumah kaca yang digunakan untuk mengembangkan ketujuh jenis tanaman herbal tersebut. Terlihat juga ada beberapa pekerja yang berasal dari masyarakat sekitar.

Setiap harinya kami bertugas untuk menyeleksi produk yang baik dan bagus untuk dikemas sedangkan yang jelek dan buruk dibuang. Setiap pekerja memiliki tugas masing-masing. Saya sendiri bertugas memilih dan memilah Suzuna atau Kabo dan Suzushilo atau Daikon. 

Di proses ini saya melihat bagaimana ketatnya pengawasan kualitas produk orang jepang. Ada banyak juga produk yang menurut mereka tidak bisa digunakan hanya karena cacat sedikit saja. Ada rasa bersalah ketika melihat banyak produk yang dibuang, tapi pihak pertanian mengatakan kalau produk-produk yang cacat, rusak dan tidak layak jual ini nantinya akan diolah lagi untuk penanaman selanjutnya.

Kegiatan ini berlangsung selama 10 hari hingga semua produk bisa dikemas dan dipasarkan sebelum tanggal 7, sehingga pembeli sudah bisa menyimpannya di rumah. Walaupun sempat dihadang hujan salju yang lebat, aktivitas ini tidak berhenti, karena semua pekerjaan dilakukan di dalam ruangan rumah kaca atau pun gudang, sehingga perkerja bisa terjaga dari badai. Hal ini sudah diperhitungkan oleh pihak pertanian demi mencapai target sesuai yang diinginkan.


Ada rasa senang dan bangga ketika semua produk Nanakusa bisa dikemas dengan baik dan bisa melihatnya terjual di pasaran. Apalagi produk-produk ini dijual untuk keperluan kesehatan.



Bubur Nanakusa sendiri dimakan untuk mengistirahatkan perut yang selama perayaan tahun baru diisi dengan berbagai macam lauk-pauk dari masakan Osechi yang sebagian besar bukan berupa sayuran. Selain itu, bubur nanakusa dipercaya menjauhkan orang dari segala macam penyakit, karena dipercaya memiliki arti untuk harapan akan kedamaian, kesejahteraan, serta kesehatan untuk keluarga.


Selamat Tahun Baru 2021, semoga kita sehat-sehat semua ya...

Kamis, 07 Januari 2021

Selamat Tahun Baru 2021

 Selamat tahun baru 2021!


Tahun 2020 jadi tahun yang paling banyak tantangannya, mulai dari menebarnya Covid 19, menyerang kesehatan, perekonomian, hubungan sosial dan juga berdampak ke beberapa aktivitas penting lainnya. Semoga di tahun 2021 ini semuanya bisa kembali ke kondisi yang aman dan terjauhkan dari segala jenis penyakit, aamiin!

Saya juga berharap bisa berkumpul dengan anak lagi, semoga bisa kembali ke Jepang dan bermain bersama lagi.

Happy Mooyear


Minggu, 20 Desember 2020

Mengunjungi Kastil di Puncak Bukit Beppu

Salah satu tempat yang menarik perhatian selama tinggal di Beppu adalah Kifune Castle. Kastil yang berada di salah satu bukit di Kota Beppu ini, walaupun kecil tapi memiliki bentuk arsitektur yang cantik, layaknya seperti kastil-kastil yang ada di Jepang, hanya saja jika yang lain berada di dataran rendah atau dekat dengan air, lain halnya dengan kastil ini. 

Setelah dua tahun tinggal di Beppu, akhirnya saya memutuskan untuk pergi ke sana, sekaligus sebagai trip ulang tahun, hehe.

Kifune Castle penampakan dari bawah





Sabtu, 26 Januari 2019

Konservasi Kunang-kunang ala Masyarakat Beppu Jepang

Masyarakat Jepang sangat dekat dengan alam dan berusaha untuk menjaganya. Mereka menganggap alam menjadi bagian yang harus dijaga dan sebagai salah satu cara mereka menghormati Sang Pencipta. Ada banyak konsep di Jepang yang mengatur hubungan manusia dengan alam. Salah satunya adalah Satoyama dan Satoumi, hubungan antara desa dengan gunung, hubungan antara desa dengan laut.
Kolaborasi Symbio Club dan Kame-kame Club Beppu

Kali ini saya mendapat kesempatan belajar tentang pelestarian Hotari, atau kunang-kunang. Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara mahasiswa, Symbio Club dan masyarakat Beppu yang digagas Komunitas Kame-kame Club. Kami diajak untuk membersihkan Sungai Hiya di daerah Kamegawa, salah satu sungai yang berada di Kota Beppu. Sungai ini dipilih karena merupakan salah satu tempat yang menjadi habitat serangga bersinar ini, sebab selain mempunyai air yang bersih juga memiliki suasana yang tenang. Kami bertugas membersihkan lahan yang berada di sekitar sungai yang nantinya digunakan untuk menanam tanaman yang disukai oleh siput yang menjadi makanan dari kunang-kunang.
Briefing sebelum proses pembersihan area sungai Hiya oleh took dari Kame-kame Club
Selain membersihkan lahan dan mempersiapkannya untuk kunang-kunang, kesempatan ini digunakan untuk makan bersama dan berdiskusi. Salah seorang kakek bercerita tentang pengalaman beliau mempelajari kunang-kunang dari beberapa negara di dunia. Beliau bercerita bahwa Indonesia memiliki banyak jenis kunang-kunang, sedangkan Jepang hanya punya spesies kunang-kunang, karena itulah mereka berusaha untuk terus melestarikannya. 
Ngumpul, belajar, makan :D
Ini mirip Bakso Malang
Kegiatan membersihkan sungai ini pun dilaksanakan tiap tahun untuk menjaga habitat kunang-kunang di tempat tersebut yang nantinya akan bisa dilihat pada bulan Mei mendatang. Dan biasanya mereka membuat festival kunang-kunang atau yang disebut dengan Hotari Gari.

Pernah dimuat di sini.


Selasa, 22 Januari 2019

Mengunjungi Perkebunan Jamur Shiitake Kunisaki yang Ramah Lingkungan

Masyarakat di Jepang terkenal sangat menghormati alam dan lingkungan mereka. Cara mereka menjaga alam sudah dimulai sejak kecil, sebelum anak-anak berumur 10 tahun, mereka tidak diberikan ujian di sekolah tetapi diajarkan bagaimana hidup dengan baik. Mereka belajar mengurus hewan, menghormati orang dan memahami alam. Mereka diajarkan nilai-nilai kehidupan seperti pengendalian diri, tanggung jawab dan bersikap adil.
Perkebunan Shiitake Kunisaki, Oita Jepang
Banyak juga festival yang melibatkan anak-anak untuk mengajarkan mereka menghormati alam. Salah satunya festival untuk menghormati tokoh pendiri pemandian air panas di daerah Kannawa, Beppu. Mereka diajarkan mengucapkan terima kasih dan berjanji untuk melanjutkan perjuangan beliau untuk terus menjaga air yang ada di daerah mereka.

Begitu pun konsep mereka untuk menggunakan alam menjadi lahan yang menghasilkan tetapi juga bisa terus berlanjut, ada satu konsep yang dikenal dengan Satoyama dan Satoumi. Konsep Satoyama dan Satoumi pertama kali dicetuskan oleh Profesor Tetsuo Yanagi dari Kyushu University di tahun 1998. Dalam bahasa Jepang "sato" berarti desa dan "umi" berarti laut sehingga Yanagi mendefinisikan "satoumi" sebagai "produktivitas tinggi dan keanekaragaman hayati di wilayah laut pesisir dengan interaksi manusia.”

Satoyama merupakan konsep Jepang untuk tradisi lama yang terkait dengan praktek-praktek pengelolaan lahan. Di masa lalu tradisi tersebut mendorong pemanfaatan berkelanjutan sumber daya melalui hubungan manusia dengan ekosistem yang memberikan manfaat untuk kesejahteraan manusia. Salah satu konsep Satoyama adalah perkebunan jamur Shiitake yang berada di semenanjung Kunisaki yang berada di Perfecture Oita. Hasil perkebunan Shiitake di Kunisaki ini termasuk yang terbesar di Jepang, hampir 49% produksi Shiitake terbaik di Jepang berasal dari sini dan dijual hingga ke luar negeri.

Jamur Shiitake yang ada di perkebunan di Kunisaki ditanam dengan menggunakan media kayu, kayu yang digunakan merupakan pohon Tomogi, memiliki kualitas kayu terbaik. Kayunya juga diambil dari hutan yang sudah mereka persiapkan sehingga tidak mengganggu lingkungan yang ada, bagian kayu yang diambil merupakan bagian atas pohon sedangkan bagian akarnya tetap ditinggalkan sehingga bisa menjaga tanah di lahan tersebut dan dalam waktu setahun bisa menghasilkan empat hingga lima tunas baru, jadi hutan bisa rimbun kembali.

Bersama dosen-dosen pengajar Pariwisata Ritsumeikan Asia Pacific University dan pengelola perkebunan

Kayu yang digunakan menjadi media tanam pun bisa bertahan hingga lima tahun untuk menghasilkan jamur terbaik, setelahnya kayu tersebut akan hancur dan menjadi nutrisi bagi lahan perkebunan dan juga untuk ikan-ikan yang berada di sungai dan laut di daerah tersebut.

Istilah "satoumi" berasal dari "satoyama" yang Japan Satoyama Satoumi Assessment (JSSA) mendefinisikan satoyama dan satoumi sebagai "mosaik dinamis sistem sosio-ekologi teratur yang memproduksi ekosistem bagi kesejahteraan manusia."

Senin, 21 Januari 2019

Menikmati Wisata Halal di Beppu Jepang

Jepang terus berkembang menjadi salah satu tujuan popular untuk wisata halal di dunia. Jepang memenangkan kategori “The World’s Best Non OIC Emerging Halal Destination” sebagai negara nonmuslim yang menyediakan pelayanan wisata halal oleh organisasi konferensi Islam di Dubai pada Tahun 2016.
Ada banyak kota di Jepang yang menjadi tujuan turis dari negara muslim, salah satunya adalah Kota Beppu. Kota Beppu merupakan salah satu kota yang berada di Perfectur Oita di Pulau Kyushu, pulau yang berada di bagian paling selatan Jepang.
Kota Beppu
Uniknya kota ini berada di antara pantai dan gunung, jadi wisatawan yang datang ke sini bisa menikmati keduanya bersamaan. Kota ini terkenal dengan onsen atau pemandian air panas yang berasal dari panas bumi. Hampir dua juta wisatawan ke Beppu untuk menikmati onsen dan obyek wisata lainnya di Beppu. Kota ini menjadi salah satu tujuan wisata favorit turis dari Indonesia dan Malaysia, jadi jangan heran kalau tiba-tiba disapa dengan bahasa Indonesia.
Selamat dating di Kota Beppu
Trip perjalanan menikmati hot spring di Beppu dikenal dengan “hell tours”, dengan berbagai macam warna dari kawah dari gunung berapinya. Selain pemandian air panas ada banyak pilihan yang bisa dilakukan wisatawan dengan pemanfaatan tenaga panas bumi ini. Ada rumah makan yang memasak dengan uap panas bumi, kita bisa makan sambil merendam kaki di air hangat dan mandi pasir hangat di tepi pantai. Menariknya pemandian air panas ala Jepang ini juga dikembangkan untuk wisatawan muslim seperti keluarga atau juga yang bisa dinikmati secara pribadi dengan ruangan yang terpisah.

Beppu juga menyediakan makanan halal, ada beberapa restoran yang dibuka oleh muslim yang berasal dari negara muslim seperti Bangladesh, India, dan Indonesia yang menetap di Beppu. Selain rumah makan yang dikelola oleh muslim, ada juga rumah makan Jepang yang menyediakan masakan halal seperti ramen, karaage, dan toriten, jadi kita bisa merasakan lezatnya masakan asli Jepang secara halal.
Halal Kari Jepang dan Kota Beppu dari kampus
Selain rumah makan ada juga swalayan yang menyediakan bahan makanan halal seperti daging ayam, kambing dan olahnnya seperti sosis dan daging burger.
Beppu juga memiliki kampus dengan kafetaria yang juga menyediakan masakan-masakan halal yang lezat dengan harga yang ramah dengan kantong mahasiswa. Kantin ini termasuk kafetaria kampus halal terbesar se-Jepang.
Beppu memiliki sebuah masjid yang berada di pusat kota, merupakan masjid terbesar yang ada di Kyushu. Selain jadi tempat ibadah dan berkumpul pengajian, masjid juga menjual produk-produk halal yang bisa dibeli oleh jemaah ataupun wisatawan yang datang ke sana.
Selain itu pemerintah kota juga menyediakan informasi peta wisata halal atau Muslim-friendly tourism map untuk wisatawan yang datang ke Beppu. Jadi untuk wisatawan yang ingin berwisata ke Jepang dan masih bisa menikmati produk halal, Beppu bisa jadi salah satu tujuan wisata.

Pernah dimuat di sini

Kamis, 17 Januari 2019

Belajar Damai dari Jepang


Jepang adalah negara yang masyarakatnya dikenal pekerja keras, disiplin, tertib dan selalu memperhatikan kesehatan dan kebersihan, ternyata juga memiliki prinsip hidup damai. 


Bagi orang Jepang perdamaian tidak hanya menjadi tugas pemerintah, mereka memulai dari diri dan lingkungannya. Ada sebuah kanji yang menjadi salah satu prinsip hidup mereka, Heiwa yang berarti damai. Salah satu kanji yang juga menjadi pilihan saya di kelas kaligrafi.
Bersama guru Bahasa Jepang saya, Haji Sensei (Ibu Haji) belajar kanji Heiwa dan filosifinya
Tentunya kita masih ingat peristiwa bom atom yang diledakkan di Kota Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945 yang menghancurkan kehidupan orang-orang Jepang di masa itu. Selama perang dunia kedua, Hiroshima dan Nagasaki yang terletak di sisi selatan Jepang menjadi sasaran utama pengeboman di masa itu. Peristiwa kelam itu juga yang akhirnya membuat masyarakat Jepang berusaha untuk menjaga perdamaian, mereka sudah merasakan penderitaan yang luar biasa dan tidak ingin terulang lagi. Bagi mereka peperangan dan konflik hanya akan membawa kesensaraan dan penderitaan bagi kedua belah pihak. Karena itulah orang Jepang sangat berhati-hati untuk tidak menyakiti dan menjaga perasaan orang lain, mereka selalu menghormati orang lain dengan tradisi Ojigi, membungkukkan badan dan dengan menggunakan bahasa yang sopan dan halus atau yang dikenal dengan tradisi Aisatsu, mengucapkan permisi dan permintaan maaf dalam percakapan.


Saya berharap prinsip hidup damai ini bisa menjadi bagian dari kehidupan kita di Aceh dan Indonesia terutama bagi generasi muda yang nantinya menjadi generasi penerus di masa depan dan #2019TetapDamai.

Senin, 31 Desember 2018

Mochi dari Hati

Salah satu makanan favorit saya di Jepang adalah Mochi, kue kenyal berisi rasa manis beraneka rasa, belum lagi kalua dibalur dengan wijen, beuh….. pecaaaaah, duh jadi laper.
Walaupun di Indonesia ada juga daerah yang membuat Mochi, yang sama enaknya dengan yang ada di Jepang, tapi masak iya harus pulang ke Indonesia buat makan Mochi? Jadi kita focus dengan Mochi yang ada di Jepang, ini apaan sih? #EfekLapar 
Ya walaupun katanya Mochi bukan asli berasal dari Jepang, katanya dari Cina, nanti kita akan cari tahu kebenaran datanya ya.

Proses pencucian beras ketan
Kali ini saya dapat kesempatan untuk belajar membuat mochi ala Jepang, kue kenyal yang terbuat dari beras ketan (sticky rice) ini sejak Jaman Heian (794-1185) sudah menjadi makanan tradisi yang dimakan ketika perayaan tahun baru.

Menurut Orang Jepang, tahun baru dimulai dengan memakan Mochi karena berharap tahun ke depannya akan terus panjang seperti kekenyalan Mochi dan manis seperti isi dalamnya Mochi.

Bagi orang Jepang membuat Mochi atau membeli Mochi yang dibuat oleh tangan mempunyai nilai tersendiri dibandingkan dengan Mochi yang dibuat oleh mesin, tapi tantangan selanjutnya adalah pembuatan Mochi dengan tangan ini ternyata memiliki kerumitan tersendiri dan sudah memiliki system tersendiri, setiap orang dalam proses pembuatan Mochi sudah memiliki peran dan waktunya masing-masing, jadi bila ada satu komponen yang kurang, maka Mochi yang dihasilkan akan berbeda rasanya. Misalnya ketika proses pencucian beras ketan, waktu yang digunakan harus sesuai dengan waktu yang ditentukan, kalau kurang atau lebih akan mengganggu aktivitas yang lain dan berefek juga pada rasanya.

Ada beberapa jenis Mochi yang dibuat ketika menyambut tahun baru, seperti Marumochi, mochi yang berukuran kecil yang nantinya akan dimakan. Kemudian ada lagi Kagami Mochi yang ukurannya lebih besar, biasanya digunakan untuk panjangan di altar, biasanya ditumpuk dengan mochi yang ukuran berbeda dan sebuah jeruk di puncaknya. 

Marumochi
Kagami Mochi
Proses packing 
Yang menariknya dari proses membuat mochi ini para pekerjanya melakukan dengan senang hati, karena katanya kalua bekerja dengan hati maka hasilnya akan dirasakan oleh penikmatnya, itu juga yang saya rasakan ketika ikut bekerja dengan para pembuat mochi ini yang kebanyakan memang sudah nenek-nenek dan kakek-kakek. Karena itulah, mochi yang saya bikin ini, saya bikin dengan hati 💖💖💖

Rabu, 19 Desember 2018

Mencoba "Hell-steaming" ala Beppu, Jepang

Kota Beppu terkenal dengan pemandian air panasnya atau yang disebut dengan onsen. Termasuk kedua terbesar setelah Yellowstone National Park di Amerika. Hampir 2 juta lebih pengunjung dating ke Beppu untuk menikmati onsen. Ada 8 tempat yang terkenal bisa dikunjungi di Beppu atau yang dikenal dengan "Beppu Hatto", trip perjalanan menikmati hot spring di Beppu dikenal dengan “Hell tours”, perjalanan ke neraka, terdengar menyeramkan ya? tapi ini uniknya Jepang, mereka mengemasnya dengan menarik. Perjalan ke neraka ini kita akan melihat berbagai macam warna mulai dari putih, merah hingga biru dari kawah dari gunung berapinya lengkap dengan setan warna merah dan birunya. 

Yang menariknya air panas yang berasal dari panas bumi ini tidak hanya digunakan untuk mandi saja, tetapi juga digunakan untuk berbagai hal, salah satunya adalah memasak, memasak ala jaman Edo.

Karena penasaran saya dan keluarga mencoba salah satu jigoku yang ada di Kannawa, salah satu tempat yang menjadi tujuan "Hell tour". Ini salah satu jigoku yang banyak direkomendasikan di internet.
Enma Jigoku, Kannawa
Perjalanan kurang lebih sekitar 20 menit dari Stasiun Beppu dengan menggunakan taksi ataupun bus.

Sesampai di sana kita akan memilih makanan mana yang akan kita masak. Kami memilih seafood dan sayur. Nantinya kita akan ditemani oleh pemandu yang akan membantu kita mempersiapkan bahan makanan hingga menyiapkan tungku untuk kita memasak.
Saya dan adek ipar saya bersiap memasak
Siap untuk memasukan ke tungku memasak
Menunggu sekitar 15-20 menit
Kita bias makan sambal menikmati air hangat di kaki
Voila! These is it! Itadakimasu!
Rasa yang diciptakan dengan Hell steam ini sangat unik , warna makanannya juga jadi lebih menarik dan katanya lebih sehat. Jadi kalau kalian ke Beppu jangan lupa nyobain masak ala neraka ini ya, hehe.