Tampilkan postingan dengan label Raka Hijrah Saputra. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Raka Hijrah Saputra. Tampilkan semua postingan

Minggu, 20 Desember 2020

Mengunjungi Kastil di Puncak Bukit Beppu

Salah satu tempat yang menarik perhatian selama tinggal di Beppu adalah Kifune Castle. Kastil yang berada di salah satu bukit di Kota Beppu ini, walaupun kecil tapi memiliki bentuk arsitektur yang cantik, layaknya seperti kastil-kastil yang ada di Jepang, hanya saja jika yang lain berada di dataran rendah atau dekat dengan air, lain halnya dengan kastil ini. 

Setelah dua tahun tinggal di Beppu, akhirnya saya memutuskan untuk pergi ke sana, sekaligus sebagai trip ulang tahun, hehe.

Kifune Castle penampakan dari bawah





Minggu, 05 Maret 2017

Hijrah Saputra, Introducing an Empowering Hospitality



Hijrah Saputra and Mister Piyoh

Born and raised in sabang, the city at the western end of indonesia, Hijrah Saputra (32) was intrigued by the untapped tourism potentials in his hometown. the combination of the things he is interested in; graphic designing, marketing, and his academic background in urban planning, encourage him to promote positive change among local youth. Hijrah, or Heiji to his friends, began his mission in 2008 by building piyoh design, his graphic design start-up focusing on creating merchandises to promote tourism in sabang.

Among his products are mugs, key chains, stickers, flannel figurines wearing aceh traditional dresses, and t-shirts. The name “Piyoh” is inspired by a word in Acehnese that means ‘stopping by’, representing the local tradition to honor guests called peumulia jamee. not only a fitting choice of word for tourists coming over, piyoh has also become a
household name. chances are, if one has a t-shirt that says “i love aceh” or “i love sabang”, it might be made by Piyoh Design. for the alumnus of Urban and Regional Planning Department in Brawijaya University, Malang, East Java, the numerous issues in his hometown were his drive to make the most of what he is made of.

“I see that people, with their own abilities, can change their surroundings for better or worse. I call it the power of supercitizen. As the power is combined, we can complete each other and collaborate as a driving force for a better Indonesia,” says Heiji, who believes that every single person has their own purpose in the world, and for him, it is to foster the improvements in his hometown.

as his initial drive to make changes started from tourism, the son of Suradji Junus and Erwani Meutia stays true to the cause. since last october, he is serving at Laskar Nusantara as the coordinator for indonesia tourism ambassadors for western part of the country, which comprises the region from aceh to west java. he also has been contributing and illustrating for travelwan magazine since 2009, and previously designed the promotional tools for visit banda aceh campaign in 2011 by the city of Banda Aceh’s department of tourism and culture.

Furthermore, along with his fellow youth in aceh, in 2012 Heiji co-founded a youth organization called The Leader, to encourage positive changes in local youth. its activities include Dreammaker, to inspire them to make their dreams come true; Kelas Kreatif and Rumah Kreatif to promote creative thinking and actions; Ngobrol Inspiratif to serve as a hub for local youth and inspirational people; Sobat Buku to recommend must-read books for youth; and Aceh Luar Biasa to introduce inspirational young people who had made a difference.

On the other hand, he admits, the fact that plenty of young people in Aceh choose to complain about their surrounding without actually make any moves, made his ideas did not gain that much of support from even his friends. However, he is glad that, one of these days, some of his peers, who used to consider his thoughts to be pretty obscure, now wonder why they are not invited to contribute.

“I consider this as a positive change of mindset, because if they ask that, it shows that they care and are willing to make change. Many of them are also inspired to do social projects and offer their own version of solution for problems in the society,” explains Heiji, who earlier 2015 won the first prize for the Creative Economy sector of Marketeers of the Year by Markplus.

Over the years, Heiji has been leaving his mark as a changemaker in his hometown, and he intends to keep on doing so and not to stop learning new things. In ten years’ time, he hopes to be an entrepreneur who is not only successful in building his business empire, but also to be a man of value to inspire young people across the sea to be their own version of change-makers.

Finally, he highlights, that “It is not the time to make a change on our own, but to do so together.”

Selasa, 14 Februari 2017

Passion to Performance



Banyak orang ingin mengubah dunia, tetapi tidak banyak yang ingin mengubah dirinya sendiri.
Hijrah Saputra, maafkan aku yang dulu :D
Mengubah diri menjadi lebih baik bisa berdampak positif terhadap segala hal yang kita miliki. Dulunya saya termasuk orang yang cuek dan tidak terlalu peduli dengan penampilan, tidak suka senyum, tidak suka ngobrol dengan orang lain, yang penting, belajar, dapat nilai bagus, selesai. Kalau kata orang Papua,"itu sudah."
Apalagi sebagai anak Teknik, rambut gondrong, celana jeans belel, cukup.

Akhirnya saya mencoba tantangan baru, merubah image dan penampilan, membentuk performance yang lebih baik. Dan ternyata dengan performance yang baik berdampak positif dengan apa yang kita kerjakan, usaha yang dulunya berjalan lamban mulai juga menunjukan progres yang lebih cepat dan positif. Karena ternyata hampir 70% orang di Indonesia melihat penampilan di posisi pertama, setelahnya baru dilihat baground dari orangnya, pendidikannya apa, kegiatannya apa dan lain-lain.

Untuk penampilan sendiri tidak perlu yang mahal, tetapi nyaman dipakai, sesuai kepribadian kita dan yang paling penting halalan Thayiban. #febercerita #yubibercerita #YubiAceh #piyohdesign #passion #performance @yukbisnis.aceh

Change The Perspective

Jika ingin karya kita diketahui sebanyak-banyaknya orang, apa yang akan kita lakukan? Mungkin dari sebagian kita menyimpan ide/karya kita agar tidak ada saingan yang akan tahu, tapi sebenarnya kita menutup kesempatan orang lain yang potensial menjadi konsumen atau bahkan fans kita? Hehe.

Dulu saya membuat Peta Pariwisata Kota Malang untuk membantu tamu-tamu yang akan datang ke Malang. Awalnya sempat takut juga kalau desain yang saya buat akan tersebar dan akan ditiru orang lain, tapi saya berpikiran apa gunanya apa yang kita kerjakan kalau tidak berguna dan bermanfaat untuk orang lain, karena saya juga sebagai pendatang ke Malang sangat mengalami kesusahan untuk berkeliling di Malang. Akhirnya saya memutuskan desain Peta Pariwisata saya bagikan di internet di blog saya yang dulu dan Friendster, hehe jadi ketahuan generasi tua :D.

Tapi saya senang, ternyata banyak respon positif yang saya dapat, banyak juga dapat masukan dari penggunanya, dan yang pasti dapat apresiasi dari Disparinkom Kota Malang yang akhirnya digunakan sebagai bahan promosi pariwisata.

Ya walaupun pada akhirnya banyak juga yang membuat peta Kota Malang dengan bahan yang telah saya desain, bahkan lebih bagus! tapi saya senang, setidaknya saya bisa mengajak orang lain untuk bergerak membantu orang lain yang membutuhkan, masalah rezeki mah sudah diatur Allah, kalau satu pintu tertutup, masih banyak pintu yang lain terbuka.


Rabu, 01 Februari 2017

Pasport pertama

Tugas Kakang Mbakyu ke Singapura dan Kuala Lumpur
Pertama sekali buat pasport karena niatnya ingin sekali ke luar negeri di masa-masa kuliah, sendirian. Di dalam keluargaku untuk pergi ke luar negeri adalah sesuatu hal yang jarang dilakukan, karena Sabang masih terlalu nyaman buat ditinggalkan. 

Apalagi buat bapak saya yang notabenenya lahir dan besar di Sabang, kecintaan beliau terhadap kota kelahirannya, tidak usah diragukan lagi, walaupun pernah ditawarkan untuk kerja di luar daerah, beliau masih tetap keukeuh untuk tinggal dan menetap di Sabang, pokoknya kalau sudah tugas ke luar daerah ke mana pun, beliau pasti buru-buru balik ke Sabang.

Kembali lagi ke niat saya untuk membuat pasport, ada semangat yang naik dan turun di sana. Ada semangat karena bisa punya buku yang katanya bisa digunakan untuk masuk ke negara lain, tapi di lain sisi, saya masih takut untuk pergi ke luar negeri, ya walaupun sebenarnya Malaysia atau Singapura jauh lebih dekat dari pada Jawa Timur, iya to?
Tapi saat itu Aceh juga belum ada penerbangan internasional, jadi saya berpikir sepertinya lebih mudah ke luar negeri ketika berada di Jawa Timur. 

Liburan kuliah saya memantapkan diri, pokoknya harus punya pasport, terserah nanti digunakan atau ngga, minimal sudah selangkah lebih maju sedikit untuk bisa melalang ke luar Indonesia.

Sekembalinya dari liburan, saya sibuk dengan tugas-tugas kuliah, sampai mendekati masa akhir kuliah, dan saya belum juga ke luar negeri. Itu artinya nanti saya akan balik ke kota halaman dan melanjutkan kehidupan seperti dulu, yang bakalan susah mewujudkan mimpi ke luar negeri.

Walaupun begitu setidaknya saya sudah berdoa dan berusaha, minimal sudah punya pasport, hehe, setidaknya kekerenan meningkat satu level, halah! 😚

Tapi Tuhan berkata lain, pasport yang saya buat ternyata membawa berkah, saya akhirnya menggunakannya untuk perjalanan tugas dan hadiah @kangyumalang ke Singapura dan Malaysia, semuanya gratis! Dan yang paling berkesan bisa jalan ditemani mbakyu cantik, alhamdulillah.