Tampilkan postingan dengan label The Leader. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label The Leader. Tampilkan semua postingan

Kamis, 17 Januari 2019

Belajar Damai dari Jepang


Jepang adalah negara yang masyarakatnya dikenal pekerja keras, disiplin, tertib dan selalu memperhatikan kesehatan dan kebersihan, ternyata juga memiliki prinsip hidup damai. 


Bagi orang Jepang perdamaian tidak hanya menjadi tugas pemerintah, mereka memulai dari diri dan lingkungannya. Ada sebuah kanji yang menjadi salah satu prinsip hidup mereka, Heiwa yang berarti damai. Salah satu kanji yang juga menjadi pilihan saya di kelas kaligrafi.
Bersama guru Bahasa Jepang saya, Haji Sensei (Ibu Haji) belajar kanji Heiwa dan filosifinya
Tentunya kita masih ingat peristiwa bom atom yang diledakkan di Kota Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945 yang menghancurkan kehidupan orang-orang Jepang di masa itu. Selama perang dunia kedua, Hiroshima dan Nagasaki yang terletak di sisi selatan Jepang menjadi sasaran utama pengeboman di masa itu. Peristiwa kelam itu juga yang akhirnya membuat masyarakat Jepang berusaha untuk menjaga perdamaian, mereka sudah merasakan penderitaan yang luar biasa dan tidak ingin terulang lagi. Bagi mereka peperangan dan konflik hanya akan membawa kesensaraan dan penderitaan bagi kedua belah pihak. Karena itulah orang Jepang sangat berhati-hati untuk tidak menyakiti dan menjaga perasaan orang lain, mereka selalu menghormati orang lain dengan tradisi Ojigi, membungkukkan badan dan dengan menggunakan bahasa yang sopan dan halus atau yang dikenal dengan tradisi Aisatsu, mengucapkan permisi dan permintaan maaf dalam percakapan.


Saya berharap prinsip hidup damai ini bisa menjadi bagian dari kehidupan kita di Aceh dan Indonesia terutama bagi generasi muda yang nantinya menjadi generasi penerus di masa depan dan #2019TetapDamai.

Selasa, 22 Mei 2018

#YSEALI Halloween Ala Pangeran Cambridge, New England


Halloween jadi sebuah acara yang ditunggu-tunggu bagi sebagian besar orang Amerika Serikat, banyak rumah yang sudah mulai dihias dengan hiasan yang lucu hingga yang sangat menyeramkan. Halloween sendiri banyak versinya, ada yang mengatakan perayaan untuk menghormati orang yang telah meninggal ada juga yang mengatakan untuk merayakan hasil panen. Karena itu pula akhirnya, ada rumah yang memajang hal-hal yang menyeramkan, ada juga yang memajang jagung atau labu tanah atau malah ada yang menggabungkan keduanya.

Perayaan yang dilakukan pada tanggal 31 Oktober setiap tahunnya ini akhirnya juga menjadi ajang memakai kostum, mulai dari yang menyeramkan hingga yang menggemaskan. Ada yang memakai kostum ala zombie, hantu dan berbagai aksesoris berupa tengkorak. Ada juga yang memakai kostum lucu, seperti badut, binatang bahkan ada juga yang menyerupai selebritis, ya nantinya mereka akan jadi ajang pamer, seberapa totalnya mereka berkreativitas.

Wilayah Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat tempat tinggal saya selama Program YSEALI, setiap tahunnya merayakan Halloween dan menjadi salah satu yang paling heboh dibandingkan tempat-tempat yang lain. Oleh karena itu, orang tua angkat saya meminta saya pulang lebih cepat dari kantor untuk melihat kemeriahan Halloween di Cambridge.

Benar sekali sesampai saya di jalan dekat rumah, jalan yang biasanya sepi, ramai dengan berbagai jenis mahkluk di sana, jalan tersebut ditutup untuk kendaraan bermotor, mulai dari pukul enam petang hingga tengah malam. Saya juga melihat anak-anak, tidak hanya yang berasal dari perumahan tersebut, tetapi juga dari daerah lain datang berkumpul. Hal ini menambah semangat pemilik rumah untuk menghias rumahnya dengan luar biasa, ada yang membuat tengkorak menari sambil menyanyi, ada yang membuat drama zombie berkumpul dan rapat, bahkan rumah yang tepat berada di depan rumah saya membuat video yang bisa dilihat di jendela ada hantu menari-nari, seram tapi juga keren!

Anak-anak kecil mulai berjalan memutari kompleks lengkap dengan keranjang atau tasnya, mereka berlomba-lomba untuk mengumpulkan permen atau coklat yang ada di rumah-rumah dengan mengatakan, "Trick or Treat?". Melihat mereka seperti laiknya anak-anak di Indonesia berlomba untuk mengumpulkan "salam tempel" di hari Raya Idul Fitri atau Idul Adha, hanya saja kostum yang mereka gunakan unik-unik.

Selain anak-anak, orang tuanya juga tidak ketinggalan, mengantarkan anak-anaknya tetapi tidak mau ketinggalan memakai kostum, bahkan ada yang melebihi anaknya. Ada satu keluarga yang menarik perhatian saya, karena mereka memakai kostum Mister Incredible, salah satu karakter animasi Pixar yang jadi favorite saya. Tidak hanya Incredible, tetapi dia juga ditemani istrinya, Elastic Girl, dan anaknya, Teletubbies? Di sini saya mulai gagal paham.

Menggunakan kostum, selain menarik perhatian, juga menjadi permainan yang menyenangkan, menebak dan menceritakan kostum yang digunakan. Saya yang awalnya ditugaskan oleh Hostmom untuk membagikan permen, tertarik untuk mengganti baju yang saya gunakan. Dan akhirnya saya memutuskan memakai kostum, pakaian tradisional Indonesia, ya Pakaian Adat Aceh yang semula sengaja saya bawa untuk dikenakan ketika masa kongres nanti di Washington.
Bersama Mister Incredible dan Elastic Girl
Tapi saya pikir ini menjadi kesempatan yang bagus untuk mempromosikan pakaian dan tempat saya berasal. Ternyata benar pikiran saya, banyak yang tertarik dengan yang saya gunakan, selain mereka tidak bisa menebak, mereka juga tertarik dengan motif bordiran yang ada di pakaian saya, tak jarang juga dari mereka menganggap saya seorang Raja, King of Cambridge! hahaha, dan di situlah cerita tentang Indonesia bermula, hehe.

Acara Halloween pun berakhir pukul 11:30 malam, ketika udara dingin sudah mulai menusuk kulit dan permen di keranjang habis dan semuanya kembali ke rumah masing-masing untuk beristirahat atau pun menikmati waktu bersama keluarganya, seru ya.

Kalau kalian ikut Halloween, bakal pakai baju apa?

Minggu, 01 April 2018

Banua Momberata, Rumah Pertemuan Inklusi Pertama di Indonesia Timur

Peserta Workshop Iklusi di Banua Momberata
Banua Momberata Poso bersama dengan pemerintah daerah kini tengah membantu kaum tuli atau tuna rungu yang ada di wilayah Sulawesi Tengah yang dimulai dari Kabupaten Poso.

Banua Momberata sendiri dalam Bahasa Daerah Poso, berarti "Rumah/Ruang bertemu", jadi Banua Momberata adalah sebuah rumah pertemuan inklusif pertama di Poso yang diinisiasi oleh Fingertalk dengan mengolaborasikan konsep cafe dan community workspace yang menjadi ruang belajar dan tempat bertemunya masyarakat lintas komunitas untuk membangun jembatan interaksi bagi kaum hearing dan deaf yang mendorong pembangunan berkeadilan di Kabupaten Poso.

Untuk mengoptimalkan wadah pengembangan bagi kalangan penyandang disabilitas, khususnya penyandang tuna rungu, para penggiat yang tergabung dalam Banua Momberata menggelar workshop dengan mengangkat tema "Pembangunan Inklusi Mewujudkan Poso sebagai Kota Cerdas."

Workshop yang digelar sehari penuh pada Rabu (28/3/2018) itu, menghadirkan sejumlah aktivis yang berpengalaman dalam memperjuangkan hak-hak para penyadang tuna rungu, tampak juga hadir selaku peserta worshop dari kalangan Pemerintah Daerah Poso, seperti Dinas Sosial, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Koperindag dan UKM, camat, Ikatan Duta Wisata Ongga Bale Poso serta sejumlah kalangan pemerhati sosial dan lingkungan.

Dalam kegiatan ini menghadirkan fasilitator ternama seperti, Dissa Ahdanisa, Owner sekaligus Founder Fingertalk Deaf café Pamulang yang juga sosok muda inspiratif penerima Gantari Award dari Kick Andy Show, Alumni program YSEALI di Amerika Serikat, salah satu pemuda yang mendapat apresiasi khusus dari Barack Obama, Presiden Amerika Serikat yang ke-44, karena inisiasi cerdasnya membangun kewirausahaan sosial untuk pemberdayaan kaum tuli/tuna rungu di Indonesia.

Sementara fasilitator lain yang hadir dalam kegiatan tersebut antara lain, Hijrah Saputra, seorang Pengusaha Muda Kreatif dari Provinsi Aceh, owner Piyoh Design, Kaos Piyoh dan Mister Piyoh yang juga sebagai pendiri organisasi pemuda bernama The Leader. Gunawan, tokoh muda social dari Sikola Mombini dan juga owner Mie Kuncrut. Ali Wafa,  Manajer Finger Talk Café, Deaf Café & Car Wash Pamulang dan Depok yang juga aktif sebagai pengajar kelas Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo). Arman, teman tuli yang merupakan salah satu Barista Deaf Indonesia, dan Anwar Sutarman, selaku manajer Banua Momberata.
 


Banua Momberata menyatakan kalau tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mensosialisasikan program Banua Momberata kepada para pemangku kebijakan dan meminta masukan untuk pelaksanaan program ini kedepan, juga membangun ruang kolaborasi antar pemangku kebijakan untuk membangun Poso yang lebih inklusi, serta menjadikan Banua Momberata sebagai contoh ruang pertemuan inklusi pertama di Poso dan di Indonesia Timur.
Lokasi Banua Momberata
Sumber tulisan : https://sultengraya.com/56492/bm-poso-dan-pemda-bantu-penyandang-tuna-rungu/

Kamis, 23 November 2017

Hijrah Saputra, Anak Muda Ikut Bangkitkan Aceh Usai Tsunami

EDITOR : YAYAN SUPRIYANTO
Bencana tsunami yang terjadi di Aceh pada tahun 2004 lalu membawa banyak perubahan pada kawasan ini. Selain mengembalikan struktur kota, juga memberdayakan masyarakat agar bangkit dan kembali membangun Tanah Rencong.

Hal inilah yang jadi perhatian Hijrah Saputra, seorang wirausahawan kreatif asal Sabang. Pada 2012 lalu, ia mendirikan komunitas The Leader yang menjadi wadah anak-anak muda untuk membangun Aceh melalui perubahan sosial.

“Bagaimana caranya anak-anak yang punya kekuatan, semangat dan tenaga untuk berkontribusi di daerahnya masing-masing,” kata Hijrah. “The Leader itu untuk membuat perkembangan diri sendiri, baru kemudian jadi contoh untuk orang lain.”
Hijrah Saputra. (Lentera Indonesia/Anggi Ramadhan)

Melalui komunitas tersebut, Hijrah dan anggota lainnya mengadakan berbagai kegiatan, seperti aksi sosial. Pendekatan juga dilakukan pada anak-anak Aceh yang menjadi generasi penerus Tanah Rencong. Salah satunya dengan mendongeng sebagai trauma healing untuk anak-anak korban tsunami.

“Anak-anak kan generasi selanjutnya. Kalau orangtua kan mungkin perubahannya agak susah. Tapi kalau anak-anak, lebih gampang masuk,” jelas Hijrah pada tim Lentera Indonesia. “Mereka bisa memahami potensi yang ada untuk Aceh ke depannya seperti apa.”
Hijrah Saputra. (Lentera Indonesia/Anggi Ramadhan)

Selain The Leader, Hijrah juga mengembangkan potensi wisata Aceh lewat pusat souvenir Piyoh. Cowok lulusan Teknik Planologi Universitas Brawijaya Malang ini memanfaatkan kemampuan desain grafisnya untuk membuat berbagai kreasi oleh-oleh khas Sabang, seperti kaos, jaket, mug dan stiker.

“Piyoh muncul sebagai media promosi pariwisata. Saya coba cari konten lokal di Aceh. Kemudian saya buat desain, dijadikan produk dan dipasarkan lewat Piyoh,” kata pria 30 tahun ini.
Hijrah Saputra. (Lentera Indonesia/Anggi Ramadhan)

Upayanya mengembangkan wisata Aceh juga dilakukan dengan mengadakan program paket wisata di Kampung Nusa, Kabupaten Aceh Besar. Hijrah mengembangkan konsep ekowisata sambil mengajak warga setempat untuk ikut berperan. Melalui program ini, peluang usaha masyarakat pun jadi lebih terbuka.

“Alhamdulillah, kami bisa bangkit dan mengembangkan desa kami lewat seni,” kata Mauliza Fajriana, salah satu warga Kampung Nusa.

Meski terbilang sukses, berbagai usaha Hijrah tidak langsung disetujui orangtuanya. Sebelumnya mereka berharap pria yang pernah menjadi ‘Agam Aceh’ ini akan bekerja sebagai pegawai negeri sipil.
Hijrah Saputra. (Lentera Indonesia/Anggi Ramadhan)

Tapi Hijrah membuktikan, kalau anak muda bisa berkontribusi bagi negara dan daerahnya dengan cara lain yang mereka sukai. Perubahan kecil yang dimulai dari diri sendiri, dapat membawa perubahan besar yang bermanfaat bagi sekitar.

“Untuk mengembangkan kota tidak harus dengan berada di kantoran. Tapi dengan membuat usaha kreatif, unik itu juga bisa membantu pengembangan kota,” kata Hijrah. 
“Kalau sudah kerja atau punya ide, jalanin aja. Tanpa harus mikir bakal gagal atau bakal jalan enggak, yang penting semangat.”

LENTERA INDONESIA NET | ANNISA PRATIWI

Sumber : https://netz.id/news/2017/09/10/00316/1016070917/hijrah-saputra-anak-muda-ikut-bangkitkan-aceh-usai-tsunami

Minggu, 29 Oktober 2017

Artists For Humanity, Creative Solusion for Boston Teens

With The Teens at 3D Studio AFH
Working in Artists for Humanity became an unforgettable experience for me, being able to work in a company that has a concept that has been my dream all along. Artists for Humanity is a creative company located in Boston, Massacussets, United States.
This social company started in 1991 when Susan Rodgerson as Founder and Artistic Director met with youngsters in schools who have skills in the arts, especially painting. But they are not yet convinced of their ability to become one of the future careers.
Susan invites them, especially Rob Gibbs and Jason Talbot who are 14 and 15 years old to make the project together and produce. In the end they form the Artists for Humanity to accommodate, give the same place and opportunity for young people who have the same conditions with them.
Until now Artists for Humanity invites young people to work with mentors to create creative works to solve problems that exist in the environment and also meet client demand. Combining creative processes for social change and also helping to change lives financially for young people.
25 Years already, nearly 3,000 young people have already worked and reach up to 12,000 young people in arts and entrepreneurship activities. All come from schools in Boston, from different skin types, sex and various languages.
Every Tuesday through Thursday, young people, especially school children, once school starts from three to six o'clock, they can intern at Artists for Humanity. They make artwork, such as painting, collage, 3D, graphic design, video, and photos.
Later their work will be sold or rented to companies in need of art, and young people whose work is bought or rent will earn commissions. During the apprenticeship they will be accompanied by mentors, learning to produce works that have a decent quality to sell. Interestingly, the mentor here does not give instructions or orders, but invites young people to discuss and think scientifically, because the technique used STEAM (Science, Technology, Engineering and Mathematics).
In the process, Artists for Humanity not only helps financially young people in Boston, but also motivates them to solve their educational problems. Many are ultimately motivated to complete their education and move on to a higher level with positive motivation.
There are approximately 40 full-time workers in Artist for Humanity, from director, mentor, finance, management and development, 3D mentor, painting mentor, graphic design mentor, photography mentor and animation mentor. Everything is gathered with the power of dreams of a Susan. She said, "do something positive for others and pass it on, and magic will come."
In addition to studying, I have the opportunity to teach young people who are apprenticing in 3D Studio to get to know Aceh and Indonesia through Creative Class that I usually do with The Leader friends. We make Piyohtoys with kokoru paper material that I brought from Indonesia.
Susan see the Piyohtoys
They learned how to create personal characters with paper materials and get to know Indonesia through the characters that we created. And it turns out the work we make makes us know Indonesia and America closer. And interestingly, Susan, Director of Artists for Humanity and Rich Mark, Marketing Director is interested in the concept and is waiting for the sale of the product to the international network.
And this becomes our next homework, can we accept this challenge?
* Program Participants The Young Southeast Asian Leaders Initiative (YSEALI) Professional Fellows Economic Empowerment Fall 2017 represents Indonesia.

Rabu, 01 Februari 2017

Rahasia Indah


Talkshow di MDGs Youth Forum bersama tokoh pengusaha Muda Nasional

Tidak pernah terbayang sebelumnya bisa satu panggung dengan tokoh-tokoh muda yang menginspirasi secara Nasional di bidang wirausaha. Secara @piyohdesign usahanya kecil dan ada di pulau kecil di ujung Indonesia.

Ada Bang @irvanhelmi bdan Bang @agamabgari yang terkenal dengan @anomalicoffee , Kang Kunto Wiyoga dengan Maicihnya, dan Dokter @gamalalbinsaid yang sangat terkenal dengan @indonesiamedika Klinik Asuransi Sampah.

Bisa bertemu dengan mereka saja sudah senang, ini bisa sepanggung, deg-degan setengah mati.

Walaupun ternyata di dalam rundown acara memang nama saya tidak ada 😅. Posisi saya ternyata menggantikan salah satu pembicara yang tidak tahu kenapa tidak hadir, alhasil saya diminta naik ke panggung.

Saya yakin tidak ada sesuatu yang kebetulan, bisa jadi ini rahasia indah dari Allah, hadiah juga buat saya dan team @theleader_id , bisa berbagi dengan anak-anak muda yang datang ke Indonesia MDGs Youth Forum saat itu.

Jangan pernah takut, lelah bermimpi dan berbuat baik, Tugas kita hanya ikhtiar dan berdoa, sisanya serahkan kepada Allah. @30haribercerita #30hbc1718 #30haribercerita

Senin, 04 Juli 2016

Muhammad Fathun, Si Pembuat Mimpi


Fathun sebagai delegasi Indonesia di Kapal Pemuda Asean dan Jepang
Bicara sosok inspiratif anak muda di Aceh, salah satunya adalah Muhammad Fathun. Siapa yang tidak kenal dengannya, pemuda yang akrab dipanggil Fathun ini sangat aktif di dalam pengembangan potensi kepemudaan. Walaupun sebagai mahasiswa kedokteran yang terkenal dengan jadwal kuliah yang padat, tidak menyurutkan semangatnya untuk berbagi, selalu saja ada waktu yang diluangkan bagi siapa saja yang mau belajar dengannya.
Karena alasan itu pula, Fathun mengajakku dan beberapa teman lain membentuk organisasi The Leader, karena baginya tidak mungkin untuk membuat perubahan sendiri-sendiri. Muhammad Fathun menginisiasi Program Dreammaker. Ini adalah proyek pelatihan kepemudaan sebagai upaya peningkatan pendidikan minat, bakat dan kreativitas pemuda. Tujuannya sebagai jembatan mimpi-mimpi anak muda Aceh dan juga anak muda di Indonesia dalam bentuk pelatihan manajemen mimpi selama tiga hari.
Fathun dan Team The Leader Generasi Pertama
Menurut pemuda kelahiran Leung Ie, Aceh Besar, 22 Agustus 1989, Dreammaker menjadi media yang menjembatani dia untuk membantu anak-anak muda Aceh lainnya untuk mewujudkan mimpinya masing-masing, berkarya dan membawa perubahan positif bagi lingkungannya. Sudah 6.000 lebih pemuda baik dari Aceh maupun beberapa daerah di Indonesia yang terhubung dengan program ini.
Selain aktif di The Leader, Fathun juga aktif sebagai Volunteer di Bina Antar Budaya Chapter Aceh sebagai Sending Coordinator sejak tahun 2009, Purna Caraka Muda Indonesia (PCMI) dan aktif juga di Agam Inong Duta Wisata Banda Aceh, bagi Fathun, mengikuti program tidak hanya terputus ketika program itu selesai, tetapi bagaimana cara ilmu yang didapat selama program bisa diaplikasikan dan dibagikan sebanyak-banyaknya untuk orang lain yang membutuhkan, menurut dia, yang dibutuhkan oleh dunia dan Aceh khususnya untuk menyelesaikan segala masalah, dengan mengoptimalkan peran pemudanya. Agar memiliki kapasitas dan ketulusan hati untuk mengabdi kepada daerahnya.
Prinsip hidup Direktur The Leader ini, Give More Achieve More. Menurut Fathun dengan makin banyak memberi akan mendapat lebih banyak lagi, hal ini terbukti dia terpilih sebagai wakil Aceh di Program Pertukaran Pemuda Antar Negara di Kapal Pemuda Asean-Jepang, Duta Mahasiswa genre BKKBN, Duta Wisata Aceh 2012, dan terpilih dalam program Jalan Pemimpin. Selain secara  pribadi, Fathun juga berhasil membawa The Leader mendapat penghargaan sebagai MDGs Award Winner 2013 di Bidang pendidikan, dan juara 2 organisasi kepemudaan Indonesia terbaik 2015 di Kementrian Pemuda dan Olahraga.
Fathun dan anak-anak di Araselo, Sawang, Aceh Utara
Fathun dalam Sesi Roadshow Dreammaker Bener Meriah
Yang membuat aku salut dengan Fathun, dia selalu bersemangat ketika berbicara untuk kepentingan anak muda, bagi dia selama itu bisa membantu, akan dia usahakan, walaupun harus mengendarai mobil dari Banda Aceh hingga Langsa, walaupun harus tidur hanya beberapa jam, walaupun pulang pagi-pagi buta, walaupun tidak dibayar dan mengeluarkan duit pribadi sekalipun. Semangat  terus Fathun, Indonesia butuh banyak anak muda sepertimu. 

Yang penasaran dengan Fathun, boleh diadd Akun Facebooknya di sini
dan follow instagramnya di @Fathuun
 

Kamis, 19 Mei 2016

Hijrah Saputra, Nominator Frans Seda Award 2016

Bersama Juri-juri Frans Seda Award 2016, Pak Totok Soefijanto, Purek Pendidikan Universitas Paramadina dan Pak Romo dari Sanata Darma Jogja
SABANG - Penggiat pendidikan sekaligus pengusaha muda Aceh, Hijrah Saputra,ST masuk sebagai nominator Frans Seda Award 2016. Frans Seda Award merupakan penghargaan yang diberikan oleh Universitas Atma Jaya kepada insan muda terbaik Indonesia yang mengabdi kepada Tuhan dan tanah air melalui bidang pendidikan dan kemanusiaan.
“Alhamdulillah satu kebanggaan dan kehormatan menjadi salah satu nominator Frans Seda Award 2016, itu artinya apa yang kita kerjakan selama ini mengalami progres yang baik dan mendapat penghargaan di hati orang lain, saya sendiri awalnya direkomendasikan blogger nasional, Kak Olyvia Bendon, yang juga sangat banyak membantu Aceh dalam tulisan-tulisan. Saya berharap ke depannya makin banyak anak muda di Aceh ikut turun tangan dalam menghadapi masalah sosial di Indonesia, khususnya di Aceh, dan bikin Aceh lebih Asyik. Mohon doa untuk tahapan selanjutnya ya,” kata Hijrah kepadaportalsatu.com, Kamis, 19 Mei 2016.
Untuk tahun 2016 ini kata Hijrah, "ada 400 sosok anak muda yang direkomendasi sebagai sosok menginspirasi yang akhirnya dipilih 10 orang untuk menjadi nominator." Salah satunya adalah Hijrah Saputra S.T, owner Piyoh Design dan Founder The Leader, pemuda asal Pulau Weh, Kota Sabang.
"Penjurian dilakukan terpisah, juri mendatangi nominator langsung ke daerahnya untuk melihat langsung kegiatan yang dilakukannya atau data rekam jejak kandidat. Mereka (juri) mengunjungi saya pada 17-19 Mei di Banda Aceh dan Sabang. Juri yang datang adalah Pak Romo dari Sanata Dharma Jogjakarta dan Pak Totok Amin Soefijanto, Purek Akademik Universitas Paramadina yang didampingi Ibu Tina Hanekin dari Atmajaya," kata Hijrah.
Ajang ini kata anak ke 3 dari pasangan Suradji Junus dan Erwani Muthia, bukan semata-mata sebagai pemberian penghargaan saja. Namun juga sebagai wadah menemukan insan muda Indonesia yang memiliki semangat dan tekad yang sama seperti Frans Seda. Frans Seda Award 2016 ini diharapkan bisa menginspirasi sebanyak mungkik insan muda Indonesia untuk berkarya seperti yang dilakukan Frans Seda.
Frans Seda merupakan seorang pelopor dan pendiri utama dari Atma Jaya. Ia merupakan tokoh bangsa yang berperan sangat banyak bagi bangsa ini, dalam pemerintahan, sebagai menteri, duta besar, penasihat presiden, dalam pendidikan, dan juga dalam gereja.
Frans Seda mendedikasikan dirinya secara utuh sesuai tekadnya untuk mengabdi Tuhan dan tanah air. Terinspirasi dari teladan Frans Seda, maka sepeninggal almarhum Frans Seda, Yayasan Atma Jaya terdorong untuk meneruskan semangat dan tekadnya.
Frans Seda Award memiliki banyak sekali rangkaian acara yang dapat diikuti oleh insan-insan muda Indonesia, salah satunya adalah Frans Seda Journalism Competition. Dalam kompetisi ini terdapat 2 (dua) kategori yaitu Kategori Karya Tulis dan Kategori Video Televisi.[](ihn)