Tampilkan postingan dengan label Yseali. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Yseali. Tampilkan semua postingan

Jumat, 05 Juli 2019

Plushindo Story


I am Hijrah Saputra, first year student of master program in tourism and hospitality at Ritsumeikan Asia Pacific University (APU). I am also a graphic designer and from March 2018, I am taking the role of creative director for the “Plushindo” project. 




Plushindo is a social project of a social enterprise, Fingertalk, to empower the often marginalized and discriminated Deaf youths by training them to produce creative products, such as plush toys of endangered animals, that are used to spread awareness about animal conservation and inclusion. This project tackles issues such as unemployment, discrimination against people with disability and animal conservation in one creative solution, which made it very unique. 

Currently, Indonesia faces challenges of animals’ extinction due to habitat loss or illegal hunting. Many of the animals, such as Javan rhino, anoa and Komodo dragons, are endemic to Indonesia, and are forecasted to be extinct in the next decade. I believe that we must act now, and we must start from younger generation. Plushindo plushies are a way to spread awareness about the importance and urgency of animal conservation to the younger generation using attractive and fun mediums. 

Due to discrimination in the society, more than 74% of Deaf people in Indonesia are unemployed. Thus, through this project, my team and I are trying to break the stigma and create employment. Moreover, I learned to apply my skills and supported the Deaf to upgrade their skills, earn income and provide for their family.


Plushindo Crews
As the creative director, I was in charge of the designing and training process. I designed six different characters of endangered animals in Indonesia, which are orangutan, Sumatran elephants, Javan rhino, anoa, and komodo dragon. Once I completed the designs, I trained 20 Deaf youths to produce the plush toys or “plushies” based on those designs. Together, we made more than 600 plushies and distributed them to school children in six major islands in Indonesia.




The Characters






The Characters and their habitat



In addition to that, I also designed a small book to accompany the plushies, providing information about these endangered animals. I designed the books using language that are simple and easy to understand. I also used Indonesian Sign Language (BISINDO) in the book, so the children can understand more about the Deaf culture. This initiative connected Deaf youths and the children, and raised awareness since early age to hopefully eliminate discrimination against people with disability in the future.

After the production finished, I helped the team distributing the finished products through educational workshop. We visited schools and introduced the Deaf youths to the children, again, to raise awareness since young age. We used sign language to explain why all of us should love the animals. Furthermore, these plushies and books are also given as the token of appreciation to the conservation sites of the endangered animals. 

Plushindo goes to Riau, Pekanbaru

Plushindo team teach Indonesian Sign Language (BISINDO) to the school children

Plushindo goes to Pamulang, Banten
Plushindo goes to Balikpapan, East Kalimantan


Plushindo goes to Poso, Central Sulawesi



Plushindo and WWF Indonesia
Through this program, we have realized that the training can be scaled up as employment opportunities for Deaf youths, which led me to participate in Hult Prize competition. In December 2018, my team and I brought this idea to enter the competition of Hult Prize, the biggest social entrepreneurship competition in the world. We won APU campus round and four months later, we became the only team that represented APU in Tokyo regional summit. Our goal was to win the USD 1 million prize to train more Deaf youths and create 10,000 jobs. We were chosen one of the six finalists and received valuable feedback from the judges to scale up and create more sustainable impact.





Plushindo team and New Zealand Embassador for Indonesia

Plushindo Team with Mr. Deguchi, President of Ritsumeikan APU
Last March 2019, Plushindo also won the Asahi Shinbun SDG Action! Awards 2019, and became the first ever representation from APU to win the competition. Our team received the grand prix prize of JPY 500,000 and will utilize the fund to train more Deaf people in rural areas of Indonesia to give them more opportunities and financial independence.

Plushindo won Grand Prix SDGs Daigaku Action Awards Asahi Shimbun Japan 2019

Plushindo Team with Chief of Asahi Shimbun Japan

Plushindo team at Hult Prize Final Round in Regional Round Tokyo, Japan
Through this project, I can see how our skill can create bigger and more sustainable impact.


Selasa, 22 Mei 2018

#YSEALI Professional Volunteering di Rosie's Place, Boston


Menjadi seorang volunteer atau relawan sudah saya kerjakan ketika saya menjadi mahasiswa Membantu orang lain sebenarnya membantu diri sendiri, tidak hanya membuat kepuasan batin tapi juga nantinya kita akan mendapatkan balasan dari tempat yang lain ketika kita membutuhkan. Karena di dalam Alquran Surah Arrahman 60 sudah dijanjikan juga, "tidak ada balasan kebaikan melainkan juga kebaikan."

Kali ini saya mendaftarkan diri menjadi volunteer di Rosie's Place Boston. Rosie's Place adalah tempat untuk melindungi perempuan-perempuan yang tidak memiliki rumah di Boston dan sekitarnya. Sejak 1974 Rosie's Place sudah menjadi tempat perlindungan bagi perempuan yang malang yang tidak punya tempat tinggal. Membantu mereka dengan mengajarkan keterampilan yang berguna untuk mereka melanjutkan ke hidup yang lebih baik.
Bersama teman-teman Professional Fellowship YSEALI dari Laos, Vietnam dan Cambodia
Saya mengirimkan email kepada manajer Rosie's Place untuk mendapatkan informasi tanggal dan jam yang tersedia untuk melakukan volunteering di sana. Alhamdulillah akhinya dapat jadwal yang pas, yaitu Jumat pagi pukul 10:30 hingga siang hari pukul 13:30. Jadwal volunteering di sana padat, ada banyak sekali anak-anak muda yang tertarik untuk bergabung melakukan volunteering di sana, jadi terkadang harus menyesuaikan kesediaan tempat dan waktunya.
Persiapan Roti untuk para gelandangan wanita
Di saat yang bersamaan ternyata ada volunteer lain ikut bergabung pada hari itu, saya bersama salah satu teman YSEALI Program, Seng dari Laos dan beberapa mahasiswa dari Universitas Harvard dan Universitas Boston. Mereka adalah Cester, Alexa dan Kim.

Kami bertugas menyiapkan makanan di dapur untuk perempuan-perempuan yang datang ke sana, yang rata-rata sudah berusia paruh baya menjelang lansia. Tidak hanya makanan, di sana mereka juga bisa mendapatkan perlengkapan kebutuhan perempuan. Saya sempat bingung ketika seorang ibu datang menghampiri dan meminta pembalut kepada saya, soalnya di ruang makan, ditanyain pembalut dan kondom, aneh ya? Dan ternyata ada! haha. Pembalut, popok dan pengaman memang disediakan di sana, setiap yang datang boleh meminta, tapi juga dibatasi, setiap orang hanya boleh membawa tiga kotak saja.
Bersama Cester dari Harvard University dan Seng Thong sesama YSEALI Profellows
Sempat juga mencicipi makanannya dan ternyata enak sekali, jadi walaupun gratis, tidak ada makanan yang diberikan dengan rasa asal-asalan, ada koki khusus yang memang mengontrol kualitas masakan.

Tantangannya adalah ketika melakukan volunteering di Rosie's Place ada banyak. Salah satunya bahasa, karena yang datang ke sana adalah orang-orang yang asing, siapa saja boleh datang. Itu artinya ada banyak yang datang dari berbagai etnik dan bahasa ditambah lagi dengan aksen yang saya belum pernah dengar sebelumnya.

Bekerja dengan orang yang belum kita kenal sebelumnya, tapi jadi pengalaman menarik karena punya tujuan yang sama untuk melayani dan membantu orang lain. Belajar dengan sistem yang professional, karena walaupun kita bekerja secara sukarela, sistem kerja yang dipakai adalah sistem kerja pekerja professional. Kebersihan harus terjaga, melayani dengan penuh penghormatan, menyiapkan segalanya teratur, tertata rapi dan tepat waktu.

Kalau teman-teman ditantang menjadi volunteer, kira-kira mau bekerja di mana?

Pernah dimuat di Portalsatu : http://portalsatu.com/read/Citizen-Reporter/menjadi-volunteer-di-rosies-place-37059

#YSEALI Finding Islam di Boston


Setelah beberapa hari tinggal di Cambridge dan kerja di Boston, shalat lebih sering dilakukan di rumah atau di kantor, ada rasa kangen ingin shalat di mesjid seperti di Indonesia. Apalagi ketika berada di tempat yang jauh dan muslim menjadi kaum yang minoritas. Sebagai seorang muslim senang sekali rasanya bisa bertemu dengan sesama muslim. Setelah mencari informasi melalui aplikasi google map, akhirnya saya menemukan beberapa tempat yang menjadi tempat berkumpul dan beribadah untuk umat muslim. Ya walaupun saya sempat beberapa kali nyasar, karena sinyal di hape suka hilang timbul, alhasil posisi lokasi tempatnya suka pindah-pindah, duh!

Ada 3 lokasi sebenarnya yang menjadi pusat peribadatan umat muslim di Massachusetts. Tapi Kali ini saya berkesempatan melaksanakan salat Jumat di mesjid terbesar yang ada di Massachusetts, Lokasinya sendiri berada di Roxburry, cukup jauh dari rumah, tetapi lebih dekat dengan kantor, namanya Mesjid Islamic Society of Boston Cultural Center (ISBCC), untuk mesjid yang dua lagi akan saya ceritakan di postingan selanjutnya.

Alhamdulillah, syukurnya di kantor Artists for Humanity, toleransi untuk beragama dan menjalankan ibadah sangat baik. Saya diizinkan untuk bisa melaksanakan salat lima waktu dan juga mendapatkan izin untuk melaksanakan salat Jumat di mesjid, ini pun saya pakai strategi yang diajarkan rasul, yaitu memakai pakaian terbaik yang kita miliki, jadi ketika orang-orang di kantor heran melihat saya berpenampilan lebih rapi dari biasanya, saya tinggal bilang, "setiap jumat orang muslim yang laki-laki wajib rapi dan pergi ke mesjid," jadilah saya diizinkan dengan suka cita oleh orang kantor, hehe.

Setelah melalui beberapa stasiun kereta api bawah tanah dengan perjalanan sekitar 20 menit, akhirnya saya tiba di Mesjid ISBCC. Baru terlihat banyak wanita berjilbab berlalu-lalang di sekitar stasiun, sepertinya daerah ini banyak dihuni ataupun dikunjungi umat muslim yang ada di Boston dan sekitarnya.

Ketika saya sampai di Mesjid ISBCC, saya melihat pemandangan yang luar biasa, mulai dari bentuk bangunan yang kontras dengan bangunan-bangunan yang ada di sekitarnya. Ditambah lagi lantunan ayat suci dan azan yang dikumandangkan dengan merdu oleh bilalnya, menjadi daya tarik tersendiri, menimbulkan kerinduan suasana di Aceh dan juga Indonesia. Ya kalau di Indonesia rasanya gampang sekali mencari mesjid, di sini butuh perjuangan lebih untuk mencapainya.
Mesjid Islamic Society of Boston Cultural Center (ISBCC)
Selesai berwudhu dan masuk ke ruangan, saya melihat ada banyak sekali jamaah yang hadir saat itu, semuanya berbeda-beda, ada yang berasal dari India, Cina, Amerika, Arab bahkan dari Afrika. Dan saya melihat ada banyak juga jamaah wanita yang ikut salat Jumat, tidak hanya di lantai satu tetapi juga di lantai dua.

Bersama Syakh Yasir Fahmy
Selesai salat saya bertemu dan bertanya dengan Syakh Yasir Fahmy, yang menjadi khatib dan imam pada Jumat itu. Orangnya ramah dan bacaan Alqurannya merdu bikin tenang. Beliau berkata, di sana selalu ada orang yang datang untuk bertanya atau berdiskusi. Mesjid juga bisa memuat hingga 1400 orang dan selalu terbuka untuk siapa saja yang datang untuk mengenal Islam dan belajar tentang Islam.

Mesjid ISBCC ini tidak hanya menjadi pusat ibadah tetapi juga semua jenis kegiatan yang terkait dengan agama Islam dan cara hidup orang Islam. Ada beberapa tempat yang diwadahi dan juga kegiatan yang bisa ditemui di sini, seperti sekolah, kafe, toko souvenir dan menyediakan tempat untuk kegiatan lainnya seperti, akikah juga lainnya.

Ada juga tur yang bisa dihadiri baik secara personal atau pun berkelompok, setiap harinya mulai dari pukul 10:00 hingga 18:00 waktu setempat, tetapi untuk hadir, kita harus membuat janji terlebih dahulu. Saat itu saya melihat ada satu kelompok yang duduk membuat lingkaran untuk melakukan tur dan tanya jawab dengan pihak ISBCC.
 
Suasana tour dan diskusi tentang Islam
Selain itu ada banyak program yang dibuat khusus untuk siapa saja, untuk ibu-ibu, untuk mualaf dan untuk pemuda, yang semuanya dibuat untuk menghidupkan mesjid, menjaga hubungannya dengan jamaahnya dan juga untuk meningkatkan iman.

Menarik ya, kalau teman-teman mesjid mana yang paling berkesan yang pernah dikunjungi?

#YSEALI Tempat-tempat yang Wajib Kamu Kunjungi di Universitas Harvard

Mengunjungi Universitas Harvard menjadi salah satu agenda yang tidak boleh dilewatkan kalau kita datang ke Massachussetts apalagi kalau tinggaldi Cambridge dan sekitarnya. Terkenal sebagai salah satu kampus terbaik di Amerika Serikat bahkan di dunia. Siapa yang tidak mengenal Universitas Harvard, perguruan tinggi ini telah mencetak sarjana yang berkelas.

Harvard Student Wannabe ^ 3 ^ 
Harvard hampir selalu bertengger di puncak peringkat universitas ternama di dunia dan termasuk kampus yang tertua di Amerika. Lokasinya sendiri sebenarnya berada di Cambridge, tetapi karena berdekatan dengan pusat Kota Boston, jadi lebih sering diketahui sebagai salah satu kampus di Boston.

Kampus ini dirintis pada tahun 1636 oleh sembilan mahasiswa dan seorang dosen bernama Jhon Harvard of Charleston. Seorang pastor yang menyumbangkan perpustakaan dan tanahnya. Awalnya bernama College at Newtowne, namun pada tahun 1638 diganti menjadi Harvard College dan pada 1780 diubah menjadi Harvard University.

Sekarang sudah kurang lebih 21.225 pekerja dan luas wilayahnya mencapai 85 ha, semuanya banyak didapat dari sumbangan dari mahasiswa yang dulunya pernah belajar atau hibah dari keluarganya. Hal ini menunjukan betapa mereka mendukung penuh perkembangan pendidikan di sini.

Kampus ini pun didukung dengan peralatan praktek perkuliahan yang canggih dan modern, mahasiswanya pun diberikan kebebasan untuk melakukan penelitian. Harvard juga menerima mahasiswa berasal dari keluarga tidak mampu dan menggratiskan biaya kuliah. Harvard terkenal dengan warna merah bata atau Crimson dengan mottonya Veritas, berasal dari Bahasa Latin yang berarti kebenaran. Karena penuh dengan bangunan tua dan sejarah yang menarik, selalu ada penawaran paket wisata untuk berkeliling kampus, kita cukup membayar $12 untuk mengikuti paketnya. Jadwalnya sendiri setiap setengah jam, mulai dari pukul 10:00 hingga 16:30 waktu setempat.

Universitas Harvard memilki sembilan fakultas ternama, yaitu Harvard Faculty of Arts and Sciences, Harvard Medical School, Harvard Divinity School, Harvard Law School, Harvard Bussiness School, Harvard Graduate School of Design, Harvard Graduate School of Education, Harvard School of Public Health dan Kennedy School of Government. Dan semua fakultas ini didirikan sejak abad ke-19.

Saya tinggal di Cambridge, jaraknya hanya 15-20 menit berjalan kaki menuju Harvard University dan hampir setiap hari melewatinya, karena termasuk dalam rute perjalanan ke kantor. Tapi kali ini saya dapat kesempatan berharga berkeliling Harvard ditemani oleh mahasiswa Harvard yang berasal dari Indonesia. Menariknya karena saya bisa masuk ke beberapa tempat yang hanya khusus bisa dimasuki oleh mahasiswa dan saya mendapat tour lengkap dengan gratis, hehe.

Ada beberapa tempat menarik yang saya kunjungi di Universitas Harvard melalui paket tour di Harvard yaitu:
Patung John Harvard

1. Patung John Harvard
Patung John Harvard menjadi lokasi favorit untuk foto, dan ada mitos yang beredar jika bisa foto dan memegang ujung sepatunya yang berwarna emas itu, maka anak kita akan bisa kuliah di sana.

2. Gerbang Johnston
Harvard memiliki 26 gerbang besar dan kecil yang mengelilinginya. Gerbang Johnston ini berada di tengah, menurut mitos hanya boleh dilewati dua kali, jika lebih dari itu maka akan membuat mahasiswa di DO. Namanya sendiri diambil dari nama seorang mahasiswa Samuel Johnston yang menyumbangkan 10.000 dolar untuk pembangunan gerbang tersebut.

3. Perpustakaan Harry Elkin Widener
Perpustakaan Widener, perpustakaan ini termasuk nomor dua terbesar di dunia setelah perpustakaan Kongres AS. Nama perpustakaan ini diambil dari nama mahasiswa yang lulus dari Harvard dan menyumbang dananya untuk pembangunan perpustakaan. Dananya diberikan oleh keluarganya karena Harry sendiri meninggal sebagai salah satu korban Kapal Titanic pada tahun 1912.

Perpustakaan ini terdiri dari lima lantai di atas tanah dan empat lantai di bawah tanah. Memiliki koleksi buku cetak mencapai 15 juta judul, buku digital mencapai 18 juta judul dan jumlah foto ada 8 juta buah. Super lengkap! Menariknya mahasiswa bisa mengajukan judul atau jenis buku yang ingin dibaca tetapi tidak ada di perpustakaan dan akan dicari.
Perpustakaan Harry Elkin Widener
4. Harvard Art Museum
Museum yang berisi karya-karya seni yang dibuat oleh manusia dari jaman dahulu dari 4.000 tahun sebelum masehi hingga modern dari beberapa negara. Mulai dari Asia, Timur Tengah, Romawi, Yunani dan masih banyak lagi, sehingga kita tahu perkembangan karya seni di dunia.
Harvard Law School
5. Harvard Law School
Salah satu fakultas yang diincar banyak orang hebat dan menghasilkan banyak orang-orang hebat di dunia, salah satunya Presiden Obama. Wajar jika fakultas ini dijadikan salah satu fakultas terbaik. Dan ketika saya mengunjungi perpustakaanya di akhir pekan masih banyak mahasiswa yang belajar dengan serius di sana.

6. The Coop
Nah yang ini wajib buat yang ingin punya merchandise Harvard, ada banyak koleksi lengkap dengan desain Harvard, mulai dengan kaos, hoodie, sweater yang berwarna merah bata khas Harvard atau hanya sekedar huruf H besar di semua produknya, dan saya suka, karena H for Hijrah, hahaha. Sebenarnya ada banyak lagi outlet yang menjual merchandise Harvard di sekitaran kampus, tapi di The Coop koleksinya lengkap dan kualitas terjamin.
Tour Harvard dimulai dari sini
Menarik ya, paket tour berkeliling kampus Harvard University termasuk banyak peminatnya, termasuk peringkat pertama sebagai atraksi wisata versi Tripadvisor. Untuk sebagian mahasiswa Harvard yang membuka tour keliling Harvard, yaitu membuka kesempatan untuk mahasiswa yang tertarik dengan sejarah.

Mereka juga bisa mendapatkan tambahan uang untuk kebutuhan kuliah, melatih mereka untuk bercerita, dan meningkatkan kecintaan terhadap kampusnya, saya melihat beberapa mahasiswa yang menjadi pemandu terlihat sangat antusias bercerita tentang kampusnya ini.

Senin, 21 Mei 2018

#YSEALI Mengunjungi Impact HUB Boston


Kali ini saya mengunjungi salah satu coworking space yang ada di Boston, IMPACT Hub dan bertemu dengan Geoff Mamlet, Coordinator IMPACT Hub Boston. Komunitas Impact Hub Boston terdiri dari bisnis sosial yang menangani tantangan baik di tingkat lokal maupun global.

Bersama Geoff Mamlet Koordinator Impact HUB Boston dan supervisor saya Lorraine dari Artist For Humanity
Tren munculnya perkerja online, freelancer, warganet dan masih banyak lagi, menumbuhkan banyak tempat yang mendukung, salah satunya muncul coworking space. Coworking space adalah tempat kerja yang digunakan untuk bersama, tanpa harus memiliki tempat sendiri, biasanya digunakan oleh organisasi independen atau bisa juga perorangan.

Lokasi IMPACT Hub berjarak hanya beberapa menit berjalan kaki dari Downtown Crossing. Anggota menikmati platform sosial yang menghubungkan dengan wirausahawan sosial di sekitar area Boston, serta ruang pertemuan dan meja kerja yang panas, ruang pameran dan acara yang fleksibel, dan program acara anggota yang didorong oleh ide-ide kreatif.
 
Para pengguna coworking space, jadi mereka bisa berkenalan dan berkolaborasi
Jaringan mereka juga merupakan bagian dari jaringan global, ada kurang lebih 50 jaringan di dunia, jadi komunitas bisa terhubung yang memungkinkan kolaborasi.

Impact Hubs menyatukan orang dari setiap profesi, latar belakang, dan budaya dengan imajinasi dan dorongan untuk mengejar gagasan yang giat bagi dunia. Inilah orang-orang yang melihat dan melakukan berbagai hal secara berbeda dan memiliki semangat kewirausahaan untuk menciptakan dampak yang berkelanjutan.

Anggota IMPACT Hub Boston ada kurang lebih 150 orang yang terdiri dari pengusaha, intrapreneur, aktivis, kreatif, investor, freelancer, dan mentor berbasis nilai, bekerja sama, berbagi gagasan dan sumber daya. Anggota bekerja di Impact Hub Boston, menghadiri dan memproduksi acara, mengadakan lokakarya mereka sendiri, mengakses bimbingan, menemukan rekan dan mitra kerja, berpartisipasi dalam jejaring sosial, membangun kampanye, meluncurkan perusahaan, prototip dan produk uji, semuanya berasal dari anggota, Impact Hub-host environment yang didedikasikan untuk mempercepat semua ide dan gagasan yang dimiliki anggotanya.

Fasilitas di IMPACT Hub lengkap, semua untuk mendukung kegiatan para anggotanya, mulai dari meja kerja, rak barang, printer, kamar mandi, bahkan ada dapur untuk memasak. Selain itu ada beberapa zona dengan fasilitas yang berbeda, seperti Creative Town untuk para desainer dan pekerja kreatif, ada Branchfood untuk yang bikin inovasi di bidang makanan dan ada juga ruang untuk ra[at dan ruang untuk menelpon dan Skype.

Anggota hanya membayar 350 dollar perbulan atau 40 dollar perhari untuk mendapat semua fasilitas itu dan juga mendapat berbagaimacam penawaran menarik dari merchand yang tergabung dengan jaringan IMPACT Hub Boston dan juga Global.

Serunya setiap hari Selasa ada makan bersama yang diadakan oleh pihak pengurus IMPACT Hub, jadi bisa mengakrabkan para member untuk berdiskusi dan membuat impact positif di masa depan.
Situasi makan siang bersama di Impact Hub Boston
Menarik ya? Jadi penasaran juga, katanya IMPACT Hub ini baru saja dibuka di Jakarta, kalau Aceh dibuat seperti ini, sepertinya akan banyak ide-ide kreatif akan berkembang, bagaimana menurut kalian?

Minggu, 20 Mei 2018

#YSEALI Menikmati Keindahan Middlesex Fells Reservation, Massachusetts

Boston selain dikenal sebagai kota Pendidikan karena adanya Harvard dan MIT, dan dikenal dengan kota penuh bangunan bersejarah, penuh dengan artis kreatif, Boston juga terkenal dengan pemandangan yang indah. Ketika saya pertama sekali mendapat info kalau penempatan saya di Boston, saya senang bukan main. Begitu juga dengan orang-orang lain yang mendengar kalau saya bakal tinggal di Boston, semua bahagia, dan akhirnya semua hidup bahagia. (Ini cerita apa)

Bukan…bukan cerita ini yang saya ingin tulis.

Boston terkenal memiliki banyak tempat asyik buat hiking. Walaupun saya di Indonesia bukan termasuk orang yang suka hiking, akhirnya saya mencoba hiking di sini, karena ternyata hiking jadi salah satu kegiatan yang sering dilakukan masyarakat di sini, begitu juga dengan mahasiswa Indonesia yang belajar di sini. Saya sebenarnya mendapat undangan dari salah satu mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Harvard, sebut saja Namanya Waskito dan langsung saja saya iyakan. seperti kata YSEALI, "Never say No". Ya selain saya penasaran dengan tempat yang akan kami tuju, ternyata Waskito mengajak teman-teman Mahasiswa Indonesia yang lain dari kampus yang lain di Boston, sepertinya bakal menyenangkan.

Rute hiking Middlesex Fells
Walaupun sempat tertunda karena perbaikan jalur kereta api dari Harvard ke MIT, akhirnya saya bertemu dengan Waskito, Nanda, Kuni dan Vadya. Kami memutuskan untuk hiking di Middlesex Fells Reservation. Middlesex Fells Reservation salah satu tempat favorit untuk hiking yang ada di sekitar Boston. Untuk menuju ke sana kita menggunakan kereta api menuju akhir dari Orange Line ke Oak Grove, setelahnya mengambil bus tujuan Middlesex Fells.
Valdya, Kuni, Nanda dan Waskito memastikan rute hiking dengan teliti, saya mah ngikut aja ^ 3 ^
Bear Hill Tower
Skyline Trail, rute hiking di puncak bukit 


Perhentian pertama di North Reservoir

Pose sebentar di South Reservoir
Perhentian terakhir di Pine Hill, dari sini kita bisa melihat skyline Kota Boston dan perumahan di sekitar, dan kalau lagi musim gugur akan melihat pohon yang berwarna-warni.
Hijrah, Valdya, Kuni, Nanda, dan Waskito di Pine Hill Middlesex Fells
Note : 

Untuk jadwal perjalanan menuju ke sana coba diperhatikan waktunya di applikasi google map, karena bus menuju Middlesex Fells tidak ada setiap jam.
Lihat rute perjalanan menggunakan aplikasi atau kalau butuh peta yang hardcopy, carilah mini market terdekat, biasanya mereka punya.

Untuk yang tertarik dengan tempat hiking menarik lainnya bisa buka di sini!

Rabu, 10 Januari 2018

#YSEALI Artists For Humanity, Cara Kreatif para Seniman Boston

Bekerja di Artists for Humanity beberapa bulan lalu menjadi pengalaman yang tak terlupakan bagi saya, karena bisa bekerja di perusahaan yang memiliki konsep kreatif yang menjadi impian saya selama ini. Artists for Humanity adalah perusahaan kreatif yang berada di Boston, Massacussets, Amerika Serikat.

Perusahaan sosial ini bermula pada 1991 ketika Susan Rodgerson sebagai Founder dan Artistic Director bertemu dengan anak-anak muda di sekolah yang memiliki kemampuan di bidang seni terutama melukis. Tetapi mereka belum yakin dengan kemampuan mereka bisa menjadi salah satu karier di masa depan.

Susan mengajak mereka, terutama Rob Gibbs dan Jason Talbot yang berumur 14 dan 15 tahun untuk membuat proyek bersama dan menghasilkan. Pada akhirnya mereka membentuk Artists for Humanity untuk mewadahi, memberi tempat dan kesempatan yang sama bagi anak-anak muda yang memiliki kondisi yang sama dengan mereka.

Hingga sekarang Artists for Humanity mengajak anak-anak muda bekerjasama dengan mentor untuk membuat karya-karya kreatif untuk menyelesaikan masalah yang ada di lingkungan dan juga memenuhi permintaan klien. Menggabung proses kreatif untuk perubahan sosial dan juga membantu perubahan hidup secara finansial untuk anak-anak muda.

25 Tahun sudah, hampir 3.000 anak muda yang sudah pernah berkerja dan menjangkau hingga 12.000 anak muda dalam kegiatan seni dan wirausaha. Semua berasal dari sekolah yang ada di Boston, dari berbagai jenis kulit, jenis kelamin dan berbagai bahasa.

Bareng Rob Gibbs, Mentor Painting
Setiap Selasa hingga Kamis, anak-anak muda terutama anak sekolah, begitu sekolah usai mulai pukul tiga hingga pukul enam sore, mereka bisa magang di Artists for Humanity. Mereka membuat karya seni, seperti lukisan, kolase, 3D, desain grafis, video, dan foto.

Nantinya hasil karya mereka akan dijual atau disewakan ke perusahaan-perusahaan yang membutuhkan karya seni, dan anak-anak muda yang karyanya dibeli atau disewa akan mendapatkan komisi. Selama magang mereka akan didampingi oleh mentor, belajar untuk menghasilkan karya-karya yang memiliki kualitas yang layak jual. Menariknya mentor di sini tidak memberikan instruksi atau perintah, tetapi mengajak anak-anak muda untuk diskusi dan berpikir secara ilmiah, karena yang digunakan adalah teknik STEAM (Science, Technology, Engineering and Mathematics).

Secara proses, Artists for Humanity tidak hanya membantu finansial anak-anak muda di Boston, tetapi juga memotivasi mereka untuk menyelesaikan masalah pendidikan mereka. Banyak yang akhirnya termotivasi untuk menyelesaikan pendidikan mereka dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dengan motivasi yang positif.

Ada kurang lebih 40 pekerja tetap yang ada di Artist for Humanity, mulai dari direktur, mentor, finansial, manajemen dan development, mentor 3D, mentor melukis, mentor desain grafis, mentor fotografi dan mentor animasi. Semuanya terkumpul dengan kekuatan mimpi dari seorang Susan. Dia berkata, "lakukan hal yang positif untuk orang lain dan menyebarkannya, dan keajaiban akan datang."

Selain belajar, saya dapat kesempatan mengajarkan anak-anak muda yang sedang magang di Studio 3D untuk mengenal Aceh dan Indonesia melalui Kelas Kreatif yang biasa saya lakukan dengan teman-teman The Leader. Kami membuat Piyohtoys dengan bahan kokoru paper yang saya bawa dari Indonesia.
Bersama anak-anak muda Boston dan Mentor di 3D Studio AFH
Mereka belajar bagaimana membuat karakter pribadi dengan bahan kertas dan mengenal Indonesia melalui karakter yang saya buat. Dan ternyata hasil karya yang kami buat membuat kami mengenal Indonesia dan Amerika lebih dekat. Dan yang menariknya, Susan, Direktur Artists for Humanity dan Rich Mark, Direktur Marketing tertarik dengan konsepnya dan menunggu untuk penjualan produk tersebut ke jaringan internasional, wow! jadi tambah semangat ini.