Masyarakat
di Jepang terkenal sangat menghormati alam dan lingkungan mereka. Cara mereka
menjaga alam sudah dimulai sejak kecil, sebelum anak-anak berumur 10 tahun,
mereka tidak diberikan ujian di sekolah tetapi diajarkan bagaimana hidup dengan
baik. Mereka belajar mengurus hewan, menghormati orang dan memahami alam.
Mereka diajarkan nilai-nilai kehidupan seperti pengendalian diri, tanggung
jawab dan bersikap adil.
Banyak
juga festival yang melibatkan anak-anak untuk mengajarkan mereka menghormati
alam. Salah satunya festival untuk menghormati tokoh pendiri pemandian air
panas di daerah Kannawa, Beppu. Mereka diajarkan mengucapkan terima kasih dan
berjanji untuk melanjutkan perjuangan beliau untuk terus menjaga air yang ada
di daerah mereka.
Begitu
pun konsep mereka untuk menggunakan alam menjadi lahan yang menghasilkan tetapi
juga bisa terus berlanjut, ada satu konsep yang dikenal dengan Satoyama dan
Satoumi. Konsep Satoyama dan Satoumi pertama kali dicetuskan oleh Profesor
Tetsuo Yanagi dari Kyushu University di tahun 1998. Dalam bahasa Jepang
"sato" berarti desa dan "umi" berarti laut sehingga Yanagi
mendefinisikan "satoumi" sebagai "produktivitas tinggi dan
keanekaragaman hayati di wilayah laut pesisir dengan interaksi manusia.”
Satoyama
merupakan konsep Jepang untuk tradisi lama yang terkait dengan praktek-praktek
pengelolaan lahan. Di masa lalu tradisi tersebut mendorong pemanfaatan
berkelanjutan sumber daya melalui hubungan manusia dengan ekosistem yang
memberikan manfaat untuk kesejahteraan manusia. Salah satu konsep Satoyama
adalah perkebunan jamur Shiitake yang berada di semenanjung Kunisaki yang
berada di Perfecture Oita. Hasil perkebunan Shiitake di Kunisaki ini termasuk
yang terbesar di Jepang, hampir 49% produksi Shiitake terbaik di Jepang berasal
dari sini dan dijual hingga ke luar negeri.
Jamur
Shiitake yang ada di perkebunan di Kunisaki ditanam dengan menggunakan media
kayu, kayu yang digunakan merupakan pohon Tomogi, memiliki kualitas kayu
terbaik. Kayunya juga diambil dari hutan yang sudah mereka persiapkan sehingga
tidak mengganggu lingkungan yang ada, bagian kayu yang diambil merupakan bagian
atas pohon sedangkan bagian akarnya tetap ditinggalkan sehingga bisa menjaga
tanah di lahan tersebut dan dalam waktu setahun bisa menghasilkan empat hingga
lima tunas baru, jadi hutan bisa rimbun kembali.
Bersama dosen-dosen pengajar Pariwisata Ritsumeikan Asia Pacific University dan pengelola perkebunan |
Kayu
yang digunakan menjadi media tanam pun bisa bertahan hingga lima tahun untuk
menghasilkan jamur terbaik, setelahnya kayu tersebut akan hancur dan menjadi
nutrisi bagi lahan perkebunan dan juga untuk ikan-ikan yang berada di sungai
dan laut di daerah tersebut.
Istilah
"satoumi" berasal dari "satoyama" yang Japan Satoyama
Satoumi Assessment (JSSA) mendefinisikan satoyama dan satoumi sebagai
"mosaik dinamis sistem sosio-ekologi teratur yang memproduksi ekosistem bagi kesejahteraan manusia."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar