Selama perjalanan menyusuri Pantai Panjang Kota Bengkulu, sayup-sayup terdengar suara musik yang ritmis yang menghentak. Karena penasaran, aku meminta temanku Handri untuk berhenti sebentar untuk mencari asal suara tersebut. Mampirlah kami di sebuah sanggar musik yang ternyata sedang bermain Dol.
Sanggar yang sedang berlatih bermain Dol |
Apakah Dol Itu?
Dol yang merupakan alat musik perkusi khas Bengkulu itu hanya boleh ditabuh saat upacara Tabot. Dol sering dikatakan sebagai perkusi khas
dari Bengkulu. Ternyata alat musik pukul ini disebut sebagai satu-satunya
perkusi di dunia yang tidak berlubang di bagian dasarnya. Karena itu juga Dol menghasilkan
bunyi khas berbeda dari perkusi atau pun beduk.
Sekilas Dol berbentuk seperti beduk, setengah bulat lonjong dan diberikan cat warna-warni. Dol
terbuat dari kayu atau bonggol kelapa yang terkenal ringan namun kuat
atau kadang juga terbuat dari kayu pohon nangka. Bonggol Pohon Kelapa
dilubangi dan bagian atasnya lalu ditutup kulit sapi atau kulit kambing.
Diameter Dol terbesar bisa mencapai 70-125 cm dengan tinggi 80 cm. Selain itu ada juga Dol berukuran kecil yang terbuat dari tempurung kelapa.
Dimainkan dengan cara dipukul, ada 3 teknik dasar memainkan dol, yaitu: disebut suwena, tamatam, dan suwari. Jenis pukulan suwena biasanya untuk suasana berduka cita dengan tempo pukulan lambat; tamatam untuk suasana riang, konstan dan ritmenya cepat; sementara suwari
adalah pukulan untuk perjalanan panjang dengan tempo pukulan satu-satu.
Dalam pementasan dol, ada intsrumen lain yang ikut mengiringi, seperti tassa (sejenis rebana yang dipukul dengan rotan), dol berukuran kecil, serunai, dan lainnya.
Dulunya Dol hanya dimainkan saat
perayaan Tabot, setiap 1-10 Muharram dalam rangka mengenang wafatnya
Imam Hasan dan Imam Husen (cucu Nabi Muhammad saw.) dalam sebuah
peperangan di Padang Karbala. Ritual ini selalu dilaksanakan setiap
tahun karena dipercaya dapat menghindarkan berbagai kesulitan dan wabah
penyakit.
Penabuh Dol pun bukan sembarang orang melainkan keturunan Tabot, yaitu warga Bengkulu keturunan India yang biasa disebut Sipai.
Dol memang dikenalkan kali pertama oleh masyarakat Muslim India yang
datang ke Indonesia dibawa Pemerintah kolonial Inggris yang saat itu
membangun Benteng Malborough. Mereka kemudian menikah dengan orang lokal
Bengkulu dan garis keturunannya dikenal sebagai keluarga Tabot. Hingga
tahun 1970-an, Dol hanya boleh dimainkan orang-orang yang memiliki
hubungan darah dengan keluarga Tabot tersebut. Tapi sekarang Dol bisa dimainkan siapa saja yang tertarik dan dikembangkan di sanggar secara berkelompok. (www.IndonesiaTravel.com)
Diajarin bermain Tasa oleh Imron |
Selain Dol ternyata ada lagi alat yang namanya Tasa, mirip seperti Rebana atau Rapai di Aceh, cuma bermainnya pun dipukul dengan menggunakan tongkat atau stik kayu.
Mencoba permainan Dol |
Keasyikan main, akhirnya mencoba satu lagu |
Karena penasaran, akhirnya aku mencoba bermain Dol, ya yang pastinya meminta izin bergabung untuk mencoba. Untungnya aku mempunyai teman, Imron, teman program Sail Morotai yang juga seorang pemain Dol dan Pelatih, jadi dapat kesempatan bermain dan belajar Dol langsung, hore! Ternyata bermain Dol ini mengasyikan dan seru sekali, jadi tambah penasaran, seperti apa serunya Festival Tabotnya yang katanya bakal ada banyak penampilan permainan Dol dari semua sanggar yang ada di Bengkulu, wow!
Buat yang penasaran dan tertarik mencoba Dol, ayo melincah (jalan-jalan) ke Bengkulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar