Selasa, 29 Mei 2018

#YSEALI Melihat Bunker Hill Monument, Boston

Perjalanan saya ke sini termasuk perjalanan dadakan yang tidak direncanakan, dikarenakan ketika saya dalam perjalan ke kantor, tetapi saya mendapat informasi dari supervisor bahwa kantor lagi dalam masa renovasi, jadi saya boleh datang agak siang, alhasil saya memutar otak untuk mengisi waktu luang saya, dan akhirnya saya memutuskan untuk memutar jalur dari Red Line menuju Orange Line.

Ada satu tempat yang selama ini membuat penasaran karena bentuknya mirip dengan monumen yang ada di Washington DC, selama perjalanan ke kantor, ketika melewati Sungai Charles, saya melihat monumen ini dekat dengan Jembatan Leonard P. Zakim.



Untuk menuju ke sini saya merubah line saya dari Red Line menuju Orange Line dan berhenti di stasiun Bunker Hill Community College, dari situ kita perlu berjalan sekitar 15 menit berjalan kaki menuju monument. Cukup jauh, tapi ada banyak tempat menarik yang kita bias lihat selama perjalanan, seperti Charlestown Vietnam Veterans Memorial, dan Boston Park Recreation. 
Charlestown Vietnam Veterans Memorial
Boston Park Recreation
Monumen Bunker Hill adalah monumen yang berbentuk obelisk yang berada di Charles Town, Boston, Massachusetts, salah satu tempat yang menjadi saksi sejarah Revolusi Amerika. Monumen ini menjadi tujuan akhir dalam perjalan Freedom Trail Boston.

Bangunan yang dirancang oleh Solomon Willard memiliki tinggi 67 m, lebih rendah 102 meter dari Washinton Monument. Dibuka sejak Tahun 1843 mulai 9.30 hingga 17.00 dan tidak dipungut biaya sama sekali.
Museum Bunker Hill
Isi dalam Bunker Hill Monument, terdiri peta, lukisan, patung dan barang-barang peninggalan perang
Ada kurang lebih 294 anak tangga untuk menuju puncak
Monument Bunker Hill

Setelah selesai melihat isi monument, saya memutuskan untuk naik ke dalam monument Bunker Hill yang katanya kita melihat keindahan Kota Boston dari atas, tapi ternyata harapan dan kenyataan tidak sejalan, bukan… bukan pemandangannya yang jelek, Jujur saja ketika saya menaiki yang berjumlah 294 anak tangga bikin kaki saya gemeteran, akhirnya ketika sampai di anak tangga ke- 110 saya memutuskan untuk berhenti, karena kaki sudah gemeteran, napas udah ngos-ngosan, kepala udah pusing, ngga papa ngga bisa lihat pemandangan indah di atas, yang penting saya selamat, hehe, saya memutuskan untuk turun, hehe, ngga kuat abang dek.

Tapi buat kalian yang kuat, jangan lewatkan kesempatan sampai puncak ya.

Akhirnya saya memutuskan untuk berfoto di depan monument Bersama Patung Kolonel William Prescott yang terkenal dengan “don't fire til you see the whites of their eyes."


Monumen & Museum Bunker Hill, Boston National Historical Park Monument Square
Charlestown, MA
www.nps.gov/bost
Museum:
September - Juni, setiap hari 9:00 pagi - 5:00 sore
Juli - Agustus, setiap hari 9:00 pagi - 6:00 sore
Monumen:
September-Juni, setiap hari 9:00 pagi - 4:30 sore
Juli - Agustus, 09.00 - 17.30
Tutup: Thanksgiving, Natal, Tahun Baru 









Kamis, 24 Mei 2018

#YSEALI The Freedom Trail Boston



Saat saya bertanya kepada teman saya yang lama tinggal dan kuliah di Boston, tempat mana saja yang harus saya kunjungi ketika di Boston, dia menjawab, “ada banyak tempat yang bisa dikunjungi daaan….. harus mencoba Freedom Trail!”

Freedom Trail? Apa itu?

Rasa penasaran saya terjawab ketika saya sampai di Boston.

The Freedom Trail Boston, penanda rute kita benar
Boston memang kota bersejarah di Massachusetts, ada banyak sekali bangunan bersejarah di sana. Tidak hanya bangunan bersejarah saja, tetapi peristiwa bersejarah di sana dikemas dalam paket yang menarik, jadi kita bisa merasakan cerita-cerita masa lalu Boston hadir lagi di kota.

Kita akan menyusuri Freedom Trail di Boston yang ditandai dengan jalur Bata Merah, kita bisa menyusuri 16 tempat bersejarah di Boston yang terkait dengan Revolusi Amerika.

Kita bisa berjalan kaki selama kurang lebih 4 jam tour atau menggunakan bus atau mobil bebek. Untuk mulainya bisa dari mana saja, asalkan kita mengikuti jalurnya, tetapi lebih disarankan mulai dari Boston Common Visitor Center dan berakhir di Bunker Hill Monumen di Charles Town.

Urutan tampat yang bisa dikunjungi kalau menyusuri Freedom Trailnya adalah : Visitor Center – State House – Granary Burying Ground – King’s Chapel – Old Corner Bookstore – Old South Meeting House – Boston Old State House (dekat stasiun State Street) – Boston Massacre Site –Faneuil Hall – Paul Revere House – Old North Church – Copp’s Hill Burying Ground – Bunker Hill Monument.
Peta Rute Freedom Trail 
Saya dan teman-teman Profellows YSEALI lainnya, Seng Thong (Laos), Archie (Philipine) dan Sreneang (Cambodia) menyusuri mulai dari Faneuil Hall dengan rute yang random sampai kami capek, hehe.

Bus yang bisa digunakan untuk tour
Mobil Bebek yang bisa digunakan tour di darat dan air
Boston Common
1. Boston Common
Perjalanan bisa kita mulai dari Boston Common, taman tertua yang ada di Amerika Serikat, pada awalnya digunakan sebagai ladang peternakan domba yang kemudian dipakai sebagai tempat pelatihan militer.

2. Massachusetts State House
Dibangun pada Tahun 1798, digunakan sebagai pusat pemerintahan Massachusetts. Boleh dikunjungi setiap jam 9 pagi hingga 5 sore.
Massachusetts State House

3. Boston Massacre Site


4. Boston Old State House


5.Copp’s Hill Burying Ground 


6. Old South Meeting House

7. Faneuil Hall 
8. Bunker Hill Monument.



Boston Massacre Site
Patung Benyamin Franklin dan Boston Latin School
Copp’s Hill Burying Ground 
Faneuil Hall 
Menariknya selama perjalanan Freedom Trail, kita akan bertemu dengan orang-orang yang memakai pakaian tempo dulu, dan biasanya mereka akan menjelaskan tentang Freedom Trail dan mau berfoto dengan kita, menarik ya.
Boston Old State House



#YSEALI Mengunjungi MIT, Pusatnya Para Peneliti Terbaik di Dunia


Massachusetts yang berpopulasi sekitar 560.000 jiwa dan terletak pada ketinggian 6 meter di atas permukaan laut, terkenal sebagai daerah Pendidikan. Ada paling tidak 32 perguruan tinggi di wilayah dalam Kota Boston dan sekitar 65 perguruan tinggi jika dihitung hingga batas pinggiran luar kotanya. Karena itu setiap tahun, biasanya di bulan September, populasinya membengkak dengan sekitar 130.000 mahasiswa yang datang dari penjuru dunia, termasuk saya, hehe ngarep.

Dari sensus tahun 1990 tercatat bahwa separuh dari penduduk Boston, yang disebut Bostonian, adalah mahasiswa. Fakta selanjutnya menunjukkan bahwa Boston mempunyai angkatan kerja yang berpendidikan terbaik di seluruh Amerika, hebat ya.

Massachusetts Institute of Technology
Salah satu universitas terbaik yang akan saya ceritakan saat ini adalah MIT, bagi yang suka baca Komik Q.E.D karya Motohirou Katou pasti tidak asing lagi dengan kampus ini. Kampus-nya So Toma, Massachusetts Institute of Technology atau MIT adalah institusi riset swasta dan universitas yang terletak di kota Cambridge, Massachusetts, tepatnya di seberang Sungai Charles dari distrik Back Bay, kurang lebih tiga kilometer dari Universitas Harvard. Kita bisa menggunakan subway atau pun bus dari Harvard atau pun sebaliknya.
A Campus Built For Innovation
Sekolah ini didirikan tahun 1861 oleh William Barton Rogers. dan baru pada tahun 1916 pindah ke kompleks yang sekarang ini. Bidang-bidang studi yang dipelajari di MIT di antaranya Architechtur and Planning, Engineering, Humanities, Social Science, Health Science and Technology juga Management.   Dalam kurun waktu 60 tahun belakangan ini, MIT telah mengembangkan cabang lain seperti manajemen, ekonomi, ilmu politik, dan biologi.

MIT hingga kini menjadi andalan Amerika di bidang riset dan pengembangan khususnya yang berkaitan dengan industri elektronika dan komunikasi. Pada tahun 1929, komputer yang pertama kali dikembangkan di MIT, yang kemudian memantapkan posisinya sebagai yang terdepan di bidang teknologi tinggi (hi-tech). Ditunjang oleh semakin banyaknya perusahaan yang bergerak di bidang hi-tech di wilayah ini, maka tidak heran kalau MIT bangga dengan mengidentikkan dirinya sebagai A Campus Built For Innovation.
MIT Dome, makes everyone can fly ^ 3 ^
Departemen dan sekolah yang paling terkenal adalah Lincoln Laboratory, Computer Science and Artificial Intelligence Laboratory, Media Lab, Whitehead Institute dan Sloan School of Management. 59 dari anggota dari komunitas MIT telah memenangkan Penghargaan Nobel.

Kampus MIT Terbagi menjadi 2 bagian oleh Massachusetts Avenue, dengan asrama mahasiswa dan fasilitas untuk mahasiswa terdapat di sebelah barat dan sekolahnya di sebelah timur. Juga terdapat jaringan kereta api dekat Kendall Square yang terletak di sebelah timur laut kampus ini. Di sekeliling bangunan kampusnya terdapat banyak sekali perusahaan teknologi.

Berbeda dengan Harvard, mahasiswa di sini terlalu serius, hehe. Tapi wajar dengan prestasi dan hasil yang mereka dapatkan. Yang menarik dari kampus ini, ada banyak scuplture unik dan futuristik. Selain itu, jadi tempat favorite saya dan teman-teman Bostonian YSEALI Profellows lainnya untuk nongkrong menikmati pemandangan Kota Boston dari seberang.
Pemandangan Kota Boston dari MIT

 

Rabu, 23 Mei 2018

#YSEALI Artists For Humanity, Cara Kreatif Artist-artist Boston

Bekerja di Artists for Humanity (AFH) beberapa bulan lalu menjadi pengalaman yang tak terlupakan bagi saya, karena bisa bekerja di perusahaan yang memiliki konsep kreatif yang menjadi impian saya selama ini. Artists for Humanity adalah perusahaan kreatif yang berada di Boston, Massacussets, Amerika Serikat.

Perusahaan sosial ini bermula pada 1991 ketika Susan Rodgerson sebagai Founder dan Artistic Director bertemu dengan anak-anak muda di sekolah yang memiliki kemampuan di bidang seni terutama melukis. Tetapi mereka belum yakin dengan kemampuan mereka bisa menjadi salah satu karier di masa depan.
Susan Rodgerson Founder AFH Boston
Susan mengajak mereka, terutama Rob Gibbs dan Jason Talbot yang berumur 14 dan 15 tahun untuk membuat proyek bersama dan menghasilkan. Pada akhirnya mereka membentuk Artists for Humanity untuk mewadahi, memberi tempat dan kesempatan yang sama bagi anak-anak muda yang memiliki kondisi yang sama dengan mereka.

Hingga sekarang Artists for Humanity mengajak anak-anak muda bekerjasama dengan mentor untuk membuat karya-karya kreatif untuk menyelesaikan masalah yang ada di lingkungan dan juga memenuhi permintaan klien. Menggabung proses kreatif untuk perubahan sosial dan juga membantu perubahan hidup secara finansial untuk anak-anak muda.

25 Tahun sudah, hampir 3.000 anak muda yang sudah pernah berkerja dan menjangkau hingga 12.000 anak muda dalam kegiatan seni dan wirausaha. Semua berasal dari sekolah yang ada di Boston, dari berbagai jenis kulit, jenis kelamin dan berbagai bahasa.

Bareng Rob Gibbs, Mentor Painting
Setiap Selasa hingga Kamis, anak-anak muda terutama anak sekolah, begitu sekolah usai mulai pukul tiga hingga pukul enam sore, mereka bisa magang di Artists for Humanity. Mereka membuat karya seni, seperti lukisan, kolase, 3D, desain grafis, video, dan foto.

Nantinya hasil karya mereka akan dijual atau disewakan ke perusahaan-perusahaan yang membutuhkan karya seni, dan anak-anak muda yang karyanya dibeli atau disewa akan mendapatkan komisi. Selama magang mereka akan didampingi oleh mentor, belajar untuk menghasilkan karya-karya yang memiliki kualitas yang layak jual. Menariknya mentor di sini tidak memberikan instruksi atau perintah, tetapi mengajak anak-anak muda untuk diskusi dan berpikir secara ilmiah, karena yang digunakan adalah teknik STEAM (Science, Technology, Engineering and Mathematics).
Bersama para mentor Artist AFH
Secara proses, Artists for Humanity tidak hanya membantu finansial anak-anak muda di Boston, tetapi juga memotivasi mereka untuk menyelesaikan masalah pendidikan mereka. Banyak yang akhirnya termotivasi untuk menyelesaikan pendidikan mereka dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dengan motivasi yang positif.
Studio Painting Artists For HUmanity Boston
Ada kurang lebih 40 pekerja tetap yang ada di Artist for Humanity, mulai dari direktur, mentor, finansial, manajemen dan development, mentor 3D, mentor melukis, mentor desain grafis, mentor fotografi dan mentor animasi. Semuanya terkumpul dengan kekuatan mimpi dari seorang Susan. Dia berkata, "lakukan hal yang positif untuk orang lain dan menyebarkannya, dan keajaiban akan datang."

Produk AFH di Fanueil Hall
Produk-produk kreatif AFH selain dipasarkan melalui pameran dan permintaan dari perusahaan, produknya bisa didapatkan di Faneuil Hall yang ada di pusat Kota Boston, jadi kalau sempat main ke sana, jangan lupa singgah dan belanja.

Oh iya, Selain belajar, saya dapat kesempatan mengajarkan anak-anak muda yang sedang magang di Studio 3D untuk mengenal Aceh dan Indonesia melalui Kelas Kreatif yang biasa saya lakukan dengan teman-teman The Leader. Kami membuat Piyohtoys dengan bahan kokoru paper yang saya bawa dari Indonesia.
Bersama anak-anak muda Boston dan Mentor di 3D Studio AFH
Mereka belajar bagaimana membuat karakter pribadi dengan bahan kertas dan mengenal Indonesia melalui karakter yang saya buat. Dan ternyata hasil karya yang kami buat membuat kami mengenal Indonesia dan Amerika lebih dekat. Dan yang menariknya, Susan, Direktur Artists for Humanity dan Rich Mark, Direktur Marketing tertarik dengan konsepnya dan menunggu untuk penjualan produk tersebut ke jaringan internasional, wow! jadi tambah semangat ini.
Farewell Party di AFH

#YSEALI Menikmati Kehidupan Abad 17 New England


Mengunjungi Plymouth Plantation, salah satu desa wisata yang ada di Boston menjadi kenangan tersendiri. Ada sebuah desa yang terbentuk sejak abad ke-17, penduduknya berasal dari Inggris dan menetap di Amerika. Pada mulanya mereka pindah dari Inggris untuk mencari tempat yang menetap yang baru, karena peristiwa ini juga, Boston sering disebut sebagai Inggris yang baru atau yang dikenal dengan New England.
Plymouth Plantation
Di Plymouth Plantation juga kita bisa melihat dan merasakan langsung bagaimana kehidupan masyarakat di sana saat itu. Cara mereka berpakaian dan beraktivitas persis seperti saat itu, dan menariknya mereka akan menceritakan peran yang mereka mainkan dan apa cerita di baliknya.
Bersama tukang kayu Plymouth

Misalnya seorang petani, apa yang dia lakukan, tinggal di rumah yang mana, tanaman apa saja yang mereka tanam, hingga permainan apa saja yang mereka main. Nantinya pengunjung akan melihat setiap rumah dan isinya, serta kegiatan apa saja yang dilakukan di rumah. Bahkan kegiatan mengumpulkan orang-orang untuk rapat warga dengan genderang pun ditampilkan, jadi kita benar-benar seperti berada di zaman itu.

Penduduk Asli Wampanoag yang diperankan oleh mahasiswa
Selain itu kita juga bisa bertemu dengan penduduk asli Wampanoag yang tinggal di rumah mereka yang terbuat dari daun atau kulit kayu, cara mereka memasak, membuat perahu kayu dan cerita menarik lainnya. Menariknya yang berperan sebagai penduduk di sana adalah ilmuwan ataupun lulusan perguruan tinggi yang menggeluti sejarah atau sosiologi. Jadi mereka bisa sekaligus mempraktekkan ilmu yang mereka punya dan juga bisa menyelesaikan riset mereka. Dan pekerjaan yang mereka lakukan di sana sebagai volunter.
Penduduk Asli Wampanoag yang diperankan oleh mahasiswa
Menikmati Pie ala abad 17
Selain bisa menikmati kampung sejarah, kita bisa melihat aktivitas menarik lainnya di pondok souvenir, seperti membuat gerabah, membuat roti, dan membuat lilin dari sarang lebah hingga menganyam.

Plymouth Plantation sendiri terletak di Plymouth yang memakan waktu sekitar satu jam 30 menit perjalanan dari Boston dengan menggunakan bus. Buka setiap hari mulai dari pukul 09:00 hingga 17:00 waktu setempat. Harga tiket mulai $28 hingga $36.


Masak ala penduduk Plymouth
Sebenarnya konsep ini bisa dikembangkan dan akan menjadi hal yang menarik di Aceh, apalagi Aceh memiliki banyak sekali cerita sejarah yang akan menarik banyak wisatawan dan akan menjadi media pembelajaran untuk masyarakat agar mencintai sejarah dengan cara yang benar dan menarik.

*Peserta Program  The Young Southeast Asian Leaders Initiative (YSEALI) Profesional Fellows Economic Empowerment Fall 2017 mewakili Indonesia.

Pernah dimuat di portalsatu.com 

Selasa, 22 Mei 2018

#YSEALI Halloween Ala Pangeran Cambridge, New England


Halloween jadi sebuah acara yang ditunggu-tunggu bagi sebagian besar orang Amerika Serikat, banyak rumah yang sudah mulai dihias dengan hiasan yang lucu hingga yang sangat menyeramkan. Halloween sendiri banyak versinya, ada yang mengatakan perayaan untuk menghormati orang yang telah meninggal ada juga yang mengatakan untuk merayakan hasil panen. Karena itu pula akhirnya, ada rumah yang memajang hal-hal yang menyeramkan, ada juga yang memajang jagung atau labu tanah atau malah ada yang menggabungkan keduanya.

Perayaan yang dilakukan pada tanggal 31 Oktober setiap tahunnya ini akhirnya juga menjadi ajang memakai kostum, mulai dari yang menyeramkan hingga yang menggemaskan. Ada yang memakai kostum ala zombie, hantu dan berbagai aksesoris berupa tengkorak. Ada juga yang memakai kostum lucu, seperti badut, binatang bahkan ada juga yang menyerupai selebritis, ya nantinya mereka akan jadi ajang pamer, seberapa totalnya mereka berkreativitas.

Wilayah Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat tempat tinggal saya selama Program YSEALI, setiap tahunnya merayakan Halloween dan menjadi salah satu yang paling heboh dibandingkan tempat-tempat yang lain. Oleh karena itu, orang tua angkat saya meminta saya pulang lebih cepat dari kantor untuk melihat kemeriahan Halloween di Cambridge.

Benar sekali sesampai saya di jalan dekat rumah, jalan yang biasanya sepi, ramai dengan berbagai jenis mahkluk di sana, jalan tersebut ditutup untuk kendaraan bermotor, mulai dari pukul enam petang hingga tengah malam. Saya juga melihat anak-anak, tidak hanya yang berasal dari perumahan tersebut, tetapi juga dari daerah lain datang berkumpul. Hal ini menambah semangat pemilik rumah untuk menghias rumahnya dengan luar biasa, ada yang membuat tengkorak menari sambil menyanyi, ada yang membuat drama zombie berkumpul dan rapat, bahkan rumah yang tepat berada di depan rumah saya membuat video yang bisa dilihat di jendela ada hantu menari-nari, seram tapi juga keren!

Anak-anak kecil mulai berjalan memutari kompleks lengkap dengan keranjang atau tasnya, mereka berlomba-lomba untuk mengumpulkan permen atau coklat yang ada di rumah-rumah dengan mengatakan, "Trick or Treat?". Melihat mereka seperti laiknya anak-anak di Indonesia berlomba untuk mengumpulkan "salam tempel" di hari Raya Idul Fitri atau Idul Adha, hanya saja kostum yang mereka gunakan unik-unik.

Selain anak-anak, orang tuanya juga tidak ketinggalan, mengantarkan anak-anaknya tetapi tidak mau ketinggalan memakai kostum, bahkan ada yang melebihi anaknya. Ada satu keluarga yang menarik perhatian saya, karena mereka memakai kostum Mister Incredible, salah satu karakter animasi Pixar yang jadi favorite saya. Tidak hanya Incredible, tetapi dia juga ditemani istrinya, Elastic Girl, dan anaknya, Teletubbies? Di sini saya mulai gagal paham.

Menggunakan kostum, selain menarik perhatian, juga menjadi permainan yang menyenangkan, menebak dan menceritakan kostum yang digunakan. Saya yang awalnya ditugaskan oleh Hostmom untuk membagikan permen, tertarik untuk mengganti baju yang saya gunakan. Dan akhirnya saya memutuskan memakai kostum, pakaian tradisional Indonesia, ya Pakaian Adat Aceh yang semula sengaja saya bawa untuk dikenakan ketika masa kongres nanti di Washington.
Bersama Mister Incredible dan Elastic Girl
Tapi saya pikir ini menjadi kesempatan yang bagus untuk mempromosikan pakaian dan tempat saya berasal. Ternyata benar pikiran saya, banyak yang tertarik dengan yang saya gunakan, selain mereka tidak bisa menebak, mereka juga tertarik dengan motif bordiran yang ada di pakaian saya, tak jarang juga dari mereka menganggap saya seorang Raja, King of Cambridge! hahaha, dan di situlah cerita tentang Indonesia bermula, hehe.

Acara Halloween pun berakhir pukul 11:30 malam, ketika udara dingin sudah mulai menusuk kulit dan permen di keranjang habis dan semuanya kembali ke rumah masing-masing untuk beristirahat atau pun menikmati waktu bersama keluarganya, seru ya.

Kalau kalian ikut Halloween, bakal pakai baju apa?

#YSEALI Professional Volunteering di Rosie's Place, Boston


Menjadi seorang volunteer atau relawan sudah saya kerjakan ketika saya menjadi mahasiswa Membantu orang lain sebenarnya membantu diri sendiri, tidak hanya membuat kepuasan batin tapi juga nantinya kita akan mendapatkan balasan dari tempat yang lain ketika kita membutuhkan. Karena di dalam Alquran Surah Arrahman 60 sudah dijanjikan juga, "tidak ada balasan kebaikan melainkan juga kebaikan."

Kali ini saya mendaftarkan diri menjadi volunteer di Rosie's Place Boston. Rosie's Place adalah tempat untuk melindungi perempuan-perempuan yang tidak memiliki rumah di Boston dan sekitarnya. Sejak 1974 Rosie's Place sudah menjadi tempat perlindungan bagi perempuan yang malang yang tidak punya tempat tinggal. Membantu mereka dengan mengajarkan keterampilan yang berguna untuk mereka melanjutkan ke hidup yang lebih baik.
Bersama teman-teman Professional Fellowship YSEALI dari Laos, Vietnam dan Cambodia
Saya mengirimkan email kepada manajer Rosie's Place untuk mendapatkan informasi tanggal dan jam yang tersedia untuk melakukan volunteering di sana. Alhamdulillah akhinya dapat jadwal yang pas, yaitu Jumat pagi pukul 10:30 hingga siang hari pukul 13:30. Jadwal volunteering di sana padat, ada banyak sekali anak-anak muda yang tertarik untuk bergabung melakukan volunteering di sana, jadi terkadang harus menyesuaikan kesediaan tempat dan waktunya.
Persiapan Roti untuk para gelandangan wanita
Di saat yang bersamaan ternyata ada volunteer lain ikut bergabung pada hari itu, saya bersama salah satu teman YSEALI Program, Seng dari Laos dan beberapa mahasiswa dari Universitas Harvard dan Universitas Boston. Mereka adalah Cester, Alexa dan Kim.

Kami bertugas menyiapkan makanan di dapur untuk perempuan-perempuan yang datang ke sana, yang rata-rata sudah berusia paruh baya menjelang lansia. Tidak hanya makanan, di sana mereka juga bisa mendapatkan perlengkapan kebutuhan perempuan. Saya sempat bingung ketika seorang ibu datang menghampiri dan meminta pembalut kepada saya, soalnya di ruang makan, ditanyain pembalut dan kondom, aneh ya? Dan ternyata ada! haha. Pembalut, popok dan pengaman memang disediakan di sana, setiap yang datang boleh meminta, tapi juga dibatasi, setiap orang hanya boleh membawa tiga kotak saja.
Bersama Cester dari Harvard University dan Seng Thong sesama YSEALI Profellows
Sempat juga mencicipi makanannya dan ternyata enak sekali, jadi walaupun gratis, tidak ada makanan yang diberikan dengan rasa asal-asalan, ada koki khusus yang memang mengontrol kualitas masakan.

Tantangannya adalah ketika melakukan volunteering di Rosie's Place ada banyak. Salah satunya bahasa, karena yang datang ke sana adalah orang-orang yang asing, siapa saja boleh datang. Itu artinya ada banyak yang datang dari berbagai etnik dan bahasa ditambah lagi dengan aksen yang saya belum pernah dengar sebelumnya.

Bekerja dengan orang yang belum kita kenal sebelumnya, tapi jadi pengalaman menarik karena punya tujuan yang sama untuk melayani dan membantu orang lain. Belajar dengan sistem yang professional, karena walaupun kita bekerja secara sukarela, sistem kerja yang dipakai adalah sistem kerja pekerja professional. Kebersihan harus terjaga, melayani dengan penuh penghormatan, menyiapkan segalanya teratur, tertata rapi dan tepat waktu.

Kalau teman-teman ditantang menjadi volunteer, kira-kira mau bekerja di mana?

Pernah dimuat di Portalsatu : http://portalsatu.com/read/Citizen-Reporter/menjadi-volunteer-di-rosies-place-37059

#YSEALI Finding Islam di Boston


Setelah beberapa hari tinggal di Cambridge dan kerja di Boston, shalat lebih sering dilakukan di rumah atau di kantor, ada rasa kangen ingin shalat di mesjid seperti di Indonesia. Apalagi ketika berada di tempat yang jauh dan muslim menjadi kaum yang minoritas. Sebagai seorang muslim senang sekali rasanya bisa bertemu dengan sesama muslim. Setelah mencari informasi melalui aplikasi google map, akhirnya saya menemukan beberapa tempat yang menjadi tempat berkumpul dan beribadah untuk umat muslim. Ya walaupun saya sempat beberapa kali nyasar, karena sinyal di hape suka hilang timbul, alhasil posisi lokasi tempatnya suka pindah-pindah, duh!

Ada 3 lokasi sebenarnya yang menjadi pusat peribadatan umat muslim di Massachusetts. Tapi Kali ini saya berkesempatan melaksanakan salat Jumat di mesjid terbesar yang ada di Massachusetts, Lokasinya sendiri berada di Roxburry, cukup jauh dari rumah, tetapi lebih dekat dengan kantor, namanya Mesjid Islamic Society of Boston Cultural Center (ISBCC), untuk mesjid yang dua lagi akan saya ceritakan di postingan selanjutnya.

Alhamdulillah, syukurnya di kantor Artists for Humanity, toleransi untuk beragama dan menjalankan ibadah sangat baik. Saya diizinkan untuk bisa melaksanakan salat lima waktu dan juga mendapatkan izin untuk melaksanakan salat Jumat di mesjid, ini pun saya pakai strategi yang diajarkan rasul, yaitu memakai pakaian terbaik yang kita miliki, jadi ketika orang-orang di kantor heran melihat saya berpenampilan lebih rapi dari biasanya, saya tinggal bilang, "setiap jumat orang muslim yang laki-laki wajib rapi dan pergi ke mesjid," jadilah saya diizinkan dengan suka cita oleh orang kantor, hehe.

Setelah melalui beberapa stasiun kereta api bawah tanah dengan perjalanan sekitar 20 menit, akhirnya saya tiba di Mesjid ISBCC. Baru terlihat banyak wanita berjilbab berlalu-lalang di sekitar stasiun, sepertinya daerah ini banyak dihuni ataupun dikunjungi umat muslim yang ada di Boston dan sekitarnya.

Ketika saya sampai di Mesjid ISBCC, saya melihat pemandangan yang luar biasa, mulai dari bentuk bangunan yang kontras dengan bangunan-bangunan yang ada di sekitarnya. Ditambah lagi lantunan ayat suci dan azan yang dikumandangkan dengan merdu oleh bilalnya, menjadi daya tarik tersendiri, menimbulkan kerinduan suasana di Aceh dan juga Indonesia. Ya kalau di Indonesia rasanya gampang sekali mencari mesjid, di sini butuh perjuangan lebih untuk mencapainya.
Mesjid Islamic Society of Boston Cultural Center (ISBCC)
Selesai berwudhu dan masuk ke ruangan, saya melihat ada banyak sekali jamaah yang hadir saat itu, semuanya berbeda-beda, ada yang berasal dari India, Cina, Amerika, Arab bahkan dari Afrika. Dan saya melihat ada banyak juga jamaah wanita yang ikut salat Jumat, tidak hanya di lantai satu tetapi juga di lantai dua.

Bersama Syakh Yasir Fahmy
Selesai salat saya bertemu dan bertanya dengan Syakh Yasir Fahmy, yang menjadi khatib dan imam pada Jumat itu. Orangnya ramah dan bacaan Alqurannya merdu bikin tenang. Beliau berkata, di sana selalu ada orang yang datang untuk bertanya atau berdiskusi. Mesjid juga bisa memuat hingga 1400 orang dan selalu terbuka untuk siapa saja yang datang untuk mengenal Islam dan belajar tentang Islam.

Mesjid ISBCC ini tidak hanya menjadi pusat ibadah tetapi juga semua jenis kegiatan yang terkait dengan agama Islam dan cara hidup orang Islam. Ada beberapa tempat yang diwadahi dan juga kegiatan yang bisa ditemui di sini, seperti sekolah, kafe, toko souvenir dan menyediakan tempat untuk kegiatan lainnya seperti, akikah juga lainnya.

Ada juga tur yang bisa dihadiri baik secara personal atau pun berkelompok, setiap harinya mulai dari pukul 10:00 hingga 18:00 waktu setempat, tetapi untuk hadir, kita harus membuat janji terlebih dahulu. Saat itu saya melihat ada satu kelompok yang duduk membuat lingkaran untuk melakukan tur dan tanya jawab dengan pihak ISBCC.
 
Suasana tour dan diskusi tentang Islam
Selain itu ada banyak program yang dibuat khusus untuk siapa saja, untuk ibu-ibu, untuk mualaf dan untuk pemuda, yang semuanya dibuat untuk menghidupkan mesjid, menjaga hubungannya dengan jamaahnya dan juga untuk meningkatkan iman.

Menarik ya, kalau teman-teman mesjid mana yang paling berkesan yang pernah dikunjungi?