Jumat, 05 Agustus 2022

Mottainai (勿体無い), Cara Orang Jepang Menghormati Barang

Kata mottainai (勿体無い) ini berasal dari gabungan kata mottai yang berarti “sesuatu yang penting” dan nai yang berarti “kekurangan”. Namun jika digabungkan, mottainai berarti sebuah kata yang digunakan untuk mengutarakan kerendahan diri dan juga rasa syukur karena menerima sesuatu yang menurut mereka tidak pantas menerimanya.

Kata ini menunjukkan perasaan syukur yang dikombinasikan dengan rasa malu karena menerima sesuatu atau bantuan dari atasan yang jauh lebih besar dari yang seharusnya.

Sejarah mottainai

Sejarah mottainai muncul di dalam kehidupan rakyat Jepang sejak Zaman Edo, pada Tahun 1603 – 1868. Di zaman tersebut Edo adalah kota yang ramai seperti Tokyo sekarang. Saat itu masyarakat Edo, adalah masyarakat yang ramah lingkungan seperti konsumsi yang mencolok dan konservasi sumber daya di mana barang-barang digunakan, digunakan kembali, dan digunakan kembali dengan rasa terima kasih.

Jika ada seseorang yang mempunyai kimono (pakaian khas jepang), ia akan menggunakannya hingga 10 atau 20 tahun. Bila kimono itu sobek, ia akan menambalnya terus. Saat sudah tidak dapat digunakan, kimono tersebut dijadikan kain lap. Jika sudah tidak bisa dijadikan kain lap, maka akan dibuat bahan bakar untuk memasak. Abu yang tersisa dari kimono tersebut tidak dibuang, melainkan untuk membersihkan peralatan makan. Jadi semuanya bisa dimanfaatkan dengan maksimal.

Masyarakat Jepang juga percaya bahwa setiap benda memiliki roh. Dari kepercayaan itulah muncul istilah dan kisah yōkai (hantu) dan Tsukumogami (hantu peralatan rumah tangga). Pada saat satu benda menginjak umur seratus tahun, benda itu akan berubah menjadi Tsukumogami.

Oleh karena itu, rakyat Jepang pada Zaman Edo memegang teguh prinsip 4R.

  • Reduce (mengurangi),
  • Reuse (memakai ulang),
  • Recycle (mendaur ulang),
  • Respect (menghormati).

Masyarakat Jepang yang tinggal di Prefektur Iwate membuat teknik Nanbu sakiori, yaitu menjahit kain yang tidak terpakai menjadi pakaian baru atau menjadi kerajinan.

Sakiori adalah kain tenunan yang dibuat dengan menggunakan kembali Furununo (kain lama) yang telah dipotong menjadi potongan tali kecil yang kemudian ditenun.

Pada zaman Edo, di Perfektur Aomori, jepang bagian utara, tidak dapat memproduksi kapas karena cuaca yang dingin. Kapas sangat berharga, jadi, kimono tua didaur ulang lagi dan lagi dan akhirnya disobek menjadi tali dan ditenun dan direproduksi sebagai kain baru yang tebal dan hangat. Hasil dari tenunan ini dijadikan kain tradisional Aomori.

Sakiori, kain tenunan yang dibuat dengan menggunakan Furununo (kain lama)

Seorang komikus Jepang, Shinju Mariko menciptakan cerita untuk mencoba dan mengajari putranya sendiri tentang arti dari mottainai dan pentingnya menjaga sesuatu. Konsepnya menarik perhatian sebuah perusahaan penerbitan, dan akhirnya diterbitkan sebagai buku bergambar pada tahun 2004.

Karakter Mottainai Baasan (Nenek Mottainai), diceritakan sangat membenci sesuatu yang mubazir, sosok nenek ditampilkan sekilas tampak menakutkan tetapi sebenarnya baik dan penuh cinta. membuat dia menjadi populer di kalangan anak-anak.

Orang jepang meyakini ungkapan "sebutir nasi sejuta keringat". Biasanya digunakan orang tua untuk mendidik anak - anak agar menghabiskan makanan. Bukan dengan memaksa dan menakut-nakuti, tetapi orang tua di Jepang mengajarkan agar anak-anak menyadari betul nasi yang ada di atas piring makan mereka merupakan usaha keras dari banyak orang.

Mariko Shinju menjabarkan konsep itu dalam seri Nenek Mottainai, melalui buku bergambar dan melalui karakter seorang nenek yang bijak.


Konsep Mottainai mengajarkan kita untuk berhati-hati dan bertanggung jawab terhadap semua sumber daya dan menggunakan sumber daya yang terbatas seefektif mungkin.

 “The wasted opportunity of objects that have yet to reach their full potential.”

  • Membuang sepasang sandal geta yang sangat bagus karena talinya putus? Mottainai!
  • Membuang kimono karena anak Anda sudah besar? Mottainai!
  • Menyembunyikan cangkir teh favorit Anda karena ada beberapa retakan? Mottainai!

Melalui rasa menghormati ini, anak-anak diajak untuk menghargai peran dari sebuah barang dan berpikir ulang untuk membuang atau menyia-nyiakan fungsinya. Sebagai contoh, di Jepang, kita akan menemukan Senbei (kudapan yang terbuat dari beras) yang dibungkus menggunakan kertas tradisional yang disebut washi. Washi ini dapat digunakan kembali sebagai bungkus hadiah, sampul buku dan masih banyak produk kreatif lainnya, jadi barang tersebut bisa digunakan secara efektif.


Orang Jepang selalu mengatakan 'otsukaresama-deshita!' kepada setiap barang – barang yang mereka gunakan sebagai menunjukkan 'terima kasih atas kerja kerasnya'.

Indah ya?

Senin, 25 Juli 2022

Indonesian Day, Mengajarkan Seni Budaya Aceh di Jepang

Pengenalan Indonesia untuk Anak-anak di Jepang

Seni budaya dan kuliner menjadi salah satu media yang ampuh untuk mempromosikan suatu daerah ataupun negara. Dengan cara promosi yang popular ini nantinya akan memberikan pemahaman dua arah dan menjaga hubungan baik di antara keduanya. Kali ini saya diberikan kesempatan untuk menunjukan kebudayaan dan kesenian Indonesia terutama kesenian dan kebudayaan Aceh kepada anak-anak Jepang yang ada di Kota Beppu. Saya bekerjasama dengan komunitas Rainbow Community, komunitas yang dibentuk oleh masyarakat Beppu yang ingin menjalin persahabatan dengan masyarakat dari negara lain yang datang ke Kota Beppu.

Memperagakan Tarian Saman Gayo

Program seperti ini sering diadakan setiap sebulan sekali oleh Rainbow Community, tujuan mereka adalah untuk menjalin hubungan yang baik dengan para pendatang di Kota Beppu dan juga memperkenalkan kebudayaan negara lain kepada masyarakat Kota Beppu terutama untuk anak-anak sehingga mereka bisa belajar langsung dengan orang yang berasal dari negara tersebut.

Ada kurang lebih 50 anak-anak dari sekolah yang berbeda dan negara yang berbeda di Kota Beppu, mulai dari kelas 3 hingga kelas 6 SD, mereka didampingi oleh orang tua mereka yang juga ingin belajar bersama. Selain itu juga acara dihadiri oleh mahasiswa-mahasiswa asing yang tertarik ingin mengenal kebudayaan dan kesenian Indonesia.

Bersama Istri dan Indah, mempraktekan Tarian Ratoh Jaroe

Mengundang anak-anak untuk ikutan nari Ratoh Jaroe

Anak-anak tertarik untuk mencoba tarian Ratoh Jaroe

Acara yang berlangsung selama 3 jam tersebut sendiri mengajarkan anak-anak untuk mengenal Indonesia, terutama Aceh. Ternyata di Beppu, Tarian Aceh menjadi salah satu yang diminati karena gerakan yang rancak dan juga membutuhkan kerjasama antar para penari. Salah satu Tarian Tradisional Aceh yang sudah dikenal baik di Beppu adalah Tarian Ratoh Jaroe, ya walaupun di sini mereka menyebutnya dengan nama Tari Saman. Tarian yang jadi tarian pembukaan Asian Games 2018 ini sudah menjadi salah satu ikon tarian Indonesia yang sering ditampilkan oleh mahasiswa Ritsumeikan Asia Pacific University (APU) dan sering diundang oleh pemerintah untuk ditampilkan di banyak acara, jadi ikut bangga juga, walaupun anak Aceh belum pernah ada yang kuliah di APU.

Antusias anak-anak untuk belajar Tarian Ratoh Jaroe sangat besar, ketika saya membatasi hanya Sembilan saja yang akan ikut latihan, ternyata semua ikutan berebut untuk mendapat posisi tersebut, bahkan mereka juga harus bersaing dengan kakak volunteer lain yang ingin ikutan belajar. Akhirnya saya memutuskan untuk mengambil 15 relawan, sedangkan yang lain boleh mengikutinya di tempat duduk mereka masing-masing bersama dengan temannya yang lain. Ternyata karena semangat dan keingintahuan mereka yang tinggi, latihan Tari Ratoh Jaroe untuk satu gerakan bisa dilakukan dengan baik dalam waktu 15 menit, hal ini membuat mereka ingin tahu gerakan-gerakan yang lain dan menunggu untuk jadwal latihan selanjutnya.

Pembuatan Piyoh Toys, Boneka Kertas dengan pakaian tradisional Aceh

Selesai belajar dan mengenal tentang Aceh dan Indonesia, kita belajar membuat Piyoh Toys, boneka kertas dari Indonesia.

Saya berharap dengan mengetahui kesenian Aceh, anak-anak di Jepang nantinya akan mengenal Aceh lebih lagi dengan mengunjungi Aceh di masa depan.

Sabtu, 23 Juli 2022

Bertemu dengan Bapak Pariwisata Kota Beppu, Oita Jepang

Patung Aburaya Kumahachi Kota Beppu, Oita, Jepang

Kalau sampai di Kota Beppu melalui kereta, kita akan disambut oleh sebuah patung unik di depan Beppu Eki atau stasiun Beppu. Patung tersebut adalah patung Aburaya Kumahachi, orang di sana menyebutnya dengan “Shinny Uncle”, karena kepalanya yang botak dan bisa bersinar kapan saja, hehe.

Jadi Paman Aburaya ini adalah penggerak pariwisata Kota Beppu dan sekitarnya, beliau berhasil membangun dan memperkenalkan pariwisata Beppu ke dunia.

Beliau lahir pada Tahun 1863, di saat beliau berumur 30 tahun beliau sempat membuka usaha pasar beras di Osaka selama 4 tahun dan mengalami kegagalan. Di umurnya ke 34 beliau memutuskan untuk berkelana di Amerika Serikat, Kanada hingga Meksiko selama 3 tahun dan kembali lagi ke Jepang.

Aburaya pindah ke Beppu di usia 46 tahun dan membuka hotel elit pertama untuk wisatawan internasional dari seluruh dunia.

Ada banyak ide unik yang dibuat beliau untuk meningkatkan pariwisata di Beppu, salah satunya perkataan beliau yang paling terkenal dan diingat adalah, “Jepang kalau gunung adalah Fuji, laut Seto dan Permandian air panas (hotspring) Beppu. Ini cara beliau mengangkat kota Beppu sebagai tujuan wisata unggulan di Jepang.


Beliau juga yang pertama sekali mencetuskan bus wisata dengan pemandu wisatanya seorang wanita. Selain itu beliau membentuk “Klub Otogi”, sehingga anak-anak bisa berkesempatan menikmati cerita dongeng, nyanyian dan menyaksikan pertunjukan musik.

Beliau juga membantu Kota Yufuin, kota yang berada di sebelah selatan Beppu, menjadi resort pemandian air panas. Dia juga berpikir membuat satu rute perjalanan wisata yang menghubungkan beberapa daerah di Kyushu seperti Kota Beppu, Yufuin, Kuju, Handa, Aso dan Nagasaki.

Karena ide-ide unik inilah beliau diingat sebagai bapak pariwisata Beppu, banyak cerita-cerita menarik beliau menghiasi setiap langkah pejalan kaki di sekitar Kota Beppu. 

Nama beliau juga diabadikan menjadi salah satu tempat pemandian (Bathhouse) yang menjadi ikon di film “Spirited Away” yang dibuat Studio oleh Ghibli. 

Beliau meninggal di Beppu pada umur 73 tahun dan akhirnya diabadikan dengan sebuah patung yang seolah beliau turun dari langit yang diikuti oleh beberapa bocah setan di jubahnya. Mimpi beliau dampaknya masih terasa sampai sekarang di masyarakat Beppu dan Jepang.

Kisah beliau sangat menginspirasi dan memotivasi banyak orang yang datang ke Beppu, termasuk saya, saya berharap bisa seperti beliau, memberikan kontribusi positif di mana pun saya berada, ya minimal di kota halaman sendiri, hehe.

Menikmati Bunga Tulip di Jepang

Layaknya kota-kota lain di Jepang, musim semi di Kota Beppu juga menjadi incaran wisatawan yang tertarik dengan Bunga Sakura. Tapi tidak hanya itu saja, ada banyak bunga-bunga indah lainnya yang sayang jika dilewatkan, salah satunya Bunga Tulip.

 Tidak banyak yang tahu kalau Bunga Tulip juga ada di Jepang, dan saya juga baru tahu itu. Ada beberapa toko yang menjual umbinya untuk kita tanam sendiri di rumah. Karena penasaran, saya membeli beberapa umbi Bunga Tulip dan saya tanam di kebun halaman belakang rumah saya bersama dengan tanaman sayuran yang lain.

Bunga Tulip di belakang rumah

Selang beberapa minggu muncullah tunas hijau dengan warna ungu di bagian tengahnya. Tidak sampai seminggu, bunga tersebut besar dan mekar. Saya tidak pernah menyangka bisa menyaksikan Bunga Tulip tumbuh di perkarangan rumah saya, warnanya indah sekali. 
Beppu Koen 2021

Tidak hanya bunga di halaman rumah saya saja yang tumbuh dan mekar. Di Beppu Koen atau Taman Beppu ternyata ada kebun luas yang berisikan Bunga Tulip, bunga-bunga tersebut khusus ditanam untuk menyambut musim semi di sana. Ramai orang datang ke sana untuk mengabadikan momen tersebut atau hanya duduk di sekitarnya sekedar menikmati suasana indahnya.

Beppu Koen 2019
Tak hanya Bunga Tulip, kebun tersebut diatur dengan indah bersama dengan bunga-bunga yang lain, apalagi ditambah dengan Bunga Plum yang juga sedang mekar di saat yang bersamaan, indah! Kombinasinya seperti lukisan. 

Selain bunga-bunga tersebut, masih banyak bunga indah lainnya yang saya juga belum tahu namanya, selalu ada bunga baru yang saya temui di jalan atau di perkarangan rumah orang, bahkan bunga liar di tepi jalan pun mekar dengan indahnya, ini yang bikin saya betah menikmati suasana musim semi di Beppu.

Mencoba Lezatnya Ice Cream Jamur Shiitake di Jepang

Prefektur Oita Jepang memiliki banyak komoditas pertanian unggulan, salah satunya adalah Jamur Shiitake yang berada di Semenanjung Kunisaki. Jamur di sini termasuk jamur Shiitake yang memiliki kualitas yang terbaik di Jepang dan sudah diekspor ke berbagai macam negara. Hal ini disebabkan dari cara mereka memilih lokasi dan menjaga ekosistem tempat jamur ini tumbuh. Tidak hanya memperhatikan tempat produksi jamurnya saja, tetapi mereka menjaga semua kesatuan alam dari sistem yang sudah berlangsung ratusan tahun agar tetap terjaga dan berkelanjutan, hal ini dikenal dengan Globally Important Agriculture Heritage Systems (GIAHS). 

Perkebunan Jamur Shiitake di Kunisaki Oita, Jepang

Jamur Shiitake dikenal memiliki aroma yang kuat, biasanya digunakan sebagai sayur atau pun obat herbal karena memiliki khasiat yang bagus untuk kesehatan, terutama untuk menjaga tubuh agar tidak obesitas, menjaga ksehetana kulit, mengelola kadar gula darah, menjaga sistem imun tubuh, kesehatan otak, kesehatan tulang, mencegah tumbuhnya tumor hingga kanker, luar biasa ya.

Walaupun banyak khasiatnya, jujur saja, saya kurang suka dengan aroma yang dimiliki jamur satu ini, sering kali dijadikan teh atau pun dimasak menjadi sup di sayur, bagi saya masih terasa aroma yang terlalu kuat menusuk di hidung.

Tapi siapa yang sangka, ada salah satu toko yang bernama Yamayoshi,  berlokasi di dekat Stasiun Kereta Kota Beppu, mengolah jamur ini menjadi sesuatu yang menyenangkan. Awalnya saya juga masih tidak suka dengan jamur ini, seperti biasa, orang jepang terkenal dengan spesialitynya, jadi kalau sudah jual satu produk, akan menjual itu saja sampai orang akan mengingatnya, kalau mau beli produk tersebut ya datang ke toko itu.

Nah toko Yamayoshi ini dikenal menjual Jamur Shiitake dan berbagai macam olahannya, bahkan untuk memperkuat brandingnya, mereka juga membuat maskotnya yang berupa jamur berjalan, lucu sekali. Saya selalu penasaran jika lewat stasiun, melihat maskot tersebut, tapi karena saya tidak suka jamur shiitake, jadi hanya sekilas saja.

Sampai suatu ketika, teman saya mengajak saya dan istri untuk mampir ke sana, karena katanya ada Ice Cream enak yang bisa dicobain di sana. Ice Cream?? saya penasaran, karena di sana hanya jual jamur, kok bisa ada ice cream, apa dibuat dari jamur? 

Ice Cream Jamur Shiitake di Yamayoshi Beppu

Saya dan istri mencoba ice creamnya, masih ada terasa dari jamur Shiitake-nya tapi tidak terlalu kuat, rasanya cenderung manis dan unik. Penasaran dengan rasanya, menurut saya ini jadi salah satu yang wajib dicoba kalau ke Beppu, apalagi kalau di musim panas, selain sehat juga bikin segerrrrr....