Tampilkan postingan dengan label Portal Satu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Portal Satu. Tampilkan semua postingan

Rabu, 16 Januari 2019

Belajar Bersih dari Jepang

Off House, salah satu tempat penjualan barang-barang masih layak pakai di Beppu, Oita
Jepang terkenal sebagai negara maju yang cinta kebersihan, penduduknya tertib dan santun. Negara ini banyak sekali menerapkan peraturan yang terkait dengan lingkungan, salah satunya bagaimana mereka mengelola sampah.

Sebagai negara maju dalam teknologi, Jepang sangat baik untuk dijadikan contoh, tidak hanya di kota-kota besar, praktik kebersihan juga dilakukan di kota-kota kecil. Seperti dipraktekkan di kota yang saya tinggali sekarang. Saya tinggal di Kota Beppu, kota kecil berada di Perfectur Oita Kyushu, kota yang terkenal dengan objek wisata pemandian air panasnya (onsen).

Dalam setiap minggu ada beberapa waktu yang digunakan untuk pengumpulan sampah. Sampah dikelompokan dalam beberapa kategori yang nantinya akan dibungkus ke dalam warna plastik berbeda-beda. Setiap kota biasanya memiliki warna yang sama dengan kota lain atau bisa saja berbeda. Plastik ini bisa dibeli di minimarket atau di swalayan.

Secara prinsip pemerintah Jepang memisahkan empat jenis sampah:

Moerugomi (sampah yang dapat dibakar). Misalnya: kertas, kertas pembungkus makanan, tisu, plastik, sisa makanan, dan sampah dapur. Sampah jenis ini dibungkus dengan plastik berwarna hijau dan dikumpulkan setiap hari Senin dan Kamis pukul 08.00-10.00.

Shigengomi (sampah yang bisa didaur ulang). Misalnya: kaleng bekas, botol bekas, koran bekas. Sampah jenis ini biasanya sudah dibersihkan dan dibungkus dengan plastis berwarna merah muda, diambil setiap hari Rabu pukul 08.00-10.00.

Moenaigomi (sampah yang tidak dapat dibakar). Misalnya: potongan logam; sendok; garpu, kabel, plastik dan kaca. Biasanya dibungkus dalam plastik bening.

Sodaigomi (sampah besar). Misalnya: perabot rumah tangga, barang elektronik rumah tangga, sepeda. Untuk sampah jenis ini biasanya pemiliknya akan berusaha untuk tidak membuangnya, karena ada sanksi biaya yang harus dikenakan untuk pembuangannya tergantung jenis dan besar barang yang dibuang. Denda mulai dari 400 - 10.000 yen, atau setara dengan 500.000 hingga 1 juta rupiah. Pemilik nantinya harus menempelkan stiker kalau barang yang dibuang sudah dibayar dendanya. Ini yang membuat orang-orang di Jepang berpikir untuk menggunakan atau membeli barang secara bijak, membeli barang yang dibutuhkan saja.

Ada juga yang menjualnya lagi ke orang lain atau dijual ke toko barang bekas, “Off House”. Ini menarik, banyak barang yang dijual masih bagus, malah terlihat seperti masih baru. Hal ini membuat orang-orang di Jepang menggunakan barang dan menjaganya dengan baik.

Pengelolaan sampah yang baik ini membuat kota dan negara Jepang menjadi lebih bersih dan tertata. Karena mereka juga memiliki prinsip, dengan mengelola sampah yang baik, akan menjadikan lingkungan lebih baik, tanda mereka bersyukur kepada sang pencipta dan harapannya bisa terus digunakan untuk generasi selanjutnya.

Bagaimana kalau konsep ini diterapkan di Aceh, ya?

Sumber : http://portalsatu.com/read/Citizen-Reporter/belajar-bersih-dari-jepang-47436



Selasa, 09 Februari 2016

Pengusaha Muda Aceh Ini Digandeng Anggota DPR RI Jadi Staf Ahli

Hijrah di Aceh Jaya
BANDA ACEH - Pengusaha muda Aceh Hijrah Saputra dikenal suka bagi-bagi ilmu. Ia sama sekali tidak khawatir akan muncul 'saingan' baru karena banyak memberikan informasi khususnya tentang wirausaha pada orang lain. Prinsipnya sederhana saja, semakin banyak memberi maka semakin banyak pula yang diterima. Kini ia sedang disibukkan dengan berbagai kegiatan untuk menyemangati anak-anak muda Aceh di dunia entrepreneur dan social enterprise.
“Sekarang lebih banyak dipercayai untuk memotivasi masyarakat terutama anak muda untuk berpikir kreatif dan menjadikan masalah sebagai peluang,” kata owner Piyoh Design dan pendiri organisasi The Leader ini kepada portalsatu.com melalui saluran BBM, Jumat, 15 Januari 2015.
Berasal dari Sabang, Hijrah lebih sering bergiat di Banda Aceh. Namun ia juga sering mendapat undangan ke berbagai daerah seperti Bireuen, Aceh Timur, Aceh Utara, Aceh Barat. Selain itu juga dipercaya untuk beberapa lembaga dan universitas seperti BPJS Kesehatan, Univesitas Syiah Kuala, Universitas Samudra Passai, Universitas Malikussaleh dan Universitas Teuku Umar. Menjadi pembicara di berbagai kesempatan merupakan caranya menyalurkan semangat dan menularkan virus positif pada anak-anak muda.
Berkat sikap proaktifnya mempromosikan wirausaha, pariwisata dan kepemudaan, alumnus Teknis Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Brawijaya ini pun dilirik anggota DPR RI untuk menjadi staf ahlinya.
“Sekarang juga sudah menjadi staf ahli Bapak Muslim, SHI, MM. Anggota DPR RI Komisi X Fraksi Demokrat untuk membantu program beliau di bidang pendidikan, kepemudaan, olahraga, pariwisata dan ekonomi kreatif,” kata pria kelahiran Sabang, 25 September 1984 ini.
Anggota DPR RI yang dimaksud berasal dari Langsa, Aceh, yang juga banyak membantu anak-anak muda Aceh yang potensial untuk berkembang.
“Semangat beliau untuk pendidikan di Aceh yang membuat saya bersemangat berkolaborasi dengannya. Karena saya melihat beliau termasuk orang yang idealis dan memiliki semangat positif untuk membangun Aceh dan kebetulan sekali bergerak di bidang kepemudaan, pariwisata, olahraga, ekonomi kreatif dan pendidikan. Jadi ini kesempatan berharga bisa bersinergi dan berkolaborasi dengannya,” ujar Hijrah.[] (ihn)
Sumber : Portalsatu