Tampilkan postingan dengan label Jalan-Jalan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Jalan-Jalan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 08 Maret 2016

Baksya, Karya Tangan Anak Muda Indonesia

Buat kamu yang suka dengan karya-karya lucu buatan tangan, tempat ini salah satu yang kurekomendasikan kalau main ke Jogja. 
Pertamanya aku lagi mencari pengrajin yang membuat kerajinan dari kaos kaki, akhirnya ketemulah tempat ini, ya selain menemukan Boneka Kaos kaki, masih banyak lagi produk-produk lucu yang dibuat dengan tangan.
Walaupun kecil, Baksya dipenuhi dengan barang-barang yang unik dan lucu



Menarik ya, buat kamu yang main ke Jogja, sempatkanlah piyoh ke sini, Baksya, Indonesian Handmade Gallery. alamatnya : Jl.  Prawirotaman 2 MG III no. 646, Yogyakarta

Senin, 07 Maret 2016

Mandiri Inkubator Bisnis, Berlajar Bisnis Makin Eksis

Kali ini aku berkesempatan mengunjungi Mandiri Inkubator Bisnis (MIB) yang berlokasi di Jalan Iskandarsyah 1, No. 1, Jakarta Selatan. Mandiri Inkubator Bisnis sendiri adalah program yang didesain untuk mendukung pengembangan bisnis atau perusahaan oleh sebuah manajemen inkubator. Dengan mengikuti program Inkubator Bisnis, diharapkan kita dapat membuat perusahaan yang eksis dalam bisnis untuk waktu yang lama. 

Program  Mandiri Inkubator Bisnis merupakan kelanjutan dari program Bank Mandiri sebelumnya, yaitu: Wirausaha Muda Mandiri (WMM), Mandiri Young Technopreneur (MYT) dan Mandiri Bersama Mandiri (MBM).
Mandiri Inkubator Bisnis
Pada Tahun 2014 diluncurkan MIB ini dirancang khusus untuk wirausaha dengan tujuan untuk memperkuat dasar-dasar manajemen untuk mendukung pertumbuhan bisnis.

Nah, selama program  Mandiri Inkubator Bisnis berlangsung, peserta akan mendapatkan berbagai hal, seperti: 
• Kombinasi workshop dan praktek langsung dengan kurikulum yang terstruktur
• Bimbingan langsung dari para mentor yang berpengalaman di bidangnya masing-masing
• Akses ke jaringan Bank Mandiri dan para mentor untuk pengembangan bisnis
• Diskusi bulanan dengan para pelaku bisnis inspirasional, dan
• Fasilitas kantor dan ruang kerja sementara bagi wirausaha pemula  

Menariknya, selain program yang ditawarkan, MIB juga didesain menarik untuk mengembangkan usaha. Interior ruangnya membuat kita semangat untuk menemukan ide-ide baru, apalagi ditata dengan warna-warna yang eye chatching.
Ruangan Buat Nyari Ide = Kamar Mandi
Ruang pertemuan dang sharing
Cafe
Ada banyak Testimoni dari para WMM terdahulu yang membakar semangat :D
Forum Wirausaha Mandiri Indonesia, wadah untuk berbagi dan menginspirasi
Gimana, menarik bukan? buat kamu yang ingin belajar bisnis bersama di MIB, ayo gabung di program-program yang diadakan oleh Bank Mandiri, terutama di Wirausaha Muda Mandiri, hehe.

House Of Lawe, Bisnis Kain Tradisional yang Fenomenal

Bertemu dengan Mbak Adinindyah selalu bisa nambah semangat. Mbak yang murah senyum ini tidak hanya murah senyum tetapi juga murah ilmunya, jadi kalau mau belajar, bisa banget. Pertama kali bertemu beliau di Bandara Soekarno Hatta ketika aku mengikuti Program Kompetisi Art, Culture and Tourism di Bandung yang diselenggarakan oleh British Council tahun lalu. Beritanya bisa dibaca di sini. Tapi cerita punya cerita, beliau ternyata temannya dosenku kuliah, #SungkemMbakNin, haha.

Tahun 2004, Mbak Nindyah membangun usaha House of Lawe (HOL) bersama keempat temannya. Bermula dari kecintaan beliau terhadap kain lurik. Kain Lurik sendiri merupakan kain tenun tradisional Jawa, khususnya Yogyakarta dan Solo. Lurik berasal dari kata Lurek yang artinya garis atau lajur. Kain tradisional ini dibuat dengan melewati beberapa tahapan yang rumit dan membutuhkan ketelitian dan kesabaran dalam membuatnya. “Lurik merupakan peninggalan sejarah yang sangat kuno. Namun, masih banyak masyarakat yang belum peduli atas keberadaannya, Mbak Nindyah bersama teman-temannya di House of Lawe, ingin mengangkat Kain Lurik ke level yang lebih tinggi lagi, tidak hanya sekedar dipakai oleh petani, abdi dalem dan buruh gendong, karena produk yang dihasilkan berupa kain yang hanya berwarna gelap dan cenderung kusam.

Motif Udan Liris
Tapi di tangan Mbak Nin  dan team, inovasi terus dilakukan dengan membuat motif-motif lurik dengan permainan warna yang lebih playful dan berani. Warna-warna terang ternyata disukai anak-anak muda yang menjadi salah satu konsumen potensial Lawe. Warna cerah juga membuat lurik terlihat lebih modern. Makanya, setiap waktu saya juga rajin mengikuti tren warna yang sedang in.

Bersama Mbak Nindyah di House of Lawe
Alhasil banyak produk yang dihasilkan HOL, seperti Buku agenda, boks, tas, sarung bantal, kantong hp, dompet, alat-alat stationary, bed cover, hingga boneka, yang semuanya terbuat dari kain lurik atau bernuansa lurik, ini yang membuatku kalap buat belanja di HOL, haha.
Yang menarik lagi dari HOL, kebanyak pekerjanya perempuan! ya karena memang target utama adalah untuk pemberdayaan perempuan, top dah!
Team kreatif House of Lawe
Stok barang House of Lawe, surga buat pecinta wastu citra Indonesia!
Bareng MBak Nin, dan teamnya di House of Lawe

Tapi ngga hanya itu saja, sekarang ini House of Lawe sedang menjalankan sebuah program menarik, yaitu Sisterhood of Lawe, yaitu program untuk mengajak para pengrajin kain tenun khususnya para perempuan Indonesia, untuk melestarikan kekayaan budaya bangsa dengan mengangkat kembali citra kain tenun tradisional di berbagai penjuru nusantara. Sekarang ini Lawe telah menjalin kerjasama dengan para pengrajin kain tenun di Sumatera Barat, Bali, Sumatera Utara, Palembang, Lampung, dan NTT.

Icha, anak muda penggemar produk House of Lawe
Menarik ya, selain Mbak Nin bisa mempertahankan tradisi dan mengenalkan budaya, potensi daerahnya juga bisa membawa rezeki buat orang di sekitarnya. Jadi buat kamu yang main ke Jogja, sempatkan Piyoh ke sini, siapa tau bisa dikembangkan di daerah kamu!

House of Lawe
Komplek AMRI Museum & Art Galery, Jalan. Prof. Dr. Ki Amri Yahya No.6 Yogyakarta
Telp : 0274-7178833, 0816 489 5432
Faks : 0274-555968
twitter : @houseoflawe
FB : Lawe Jogja
http://www.houseoflawe.com
 


Jumat, 04 Maret 2016

Depot Setiawan, Warung Kecil Ala Restoran Berbintang

Apa jadinya kalau warung di pinggir jalan dikelola oleh seorang Chef Restoran berbintang?

Mungkin Depot Setiawan ini bisa jadi contoh yang baik untuk teman-teman yang mau menjalankan usaha.

Selesai jalan-jalan ke Gunung Api Purba di Gunung Kidul, temanku mengajakku ke salah satu warung yang fenomenal di Jogja, lokasinya di Jl. Wonosari. Walaupun sempat diwarnai dengan bocor ban di tengah jalan, tidak menyurutkan semangat kami mencari makan enak, hehehe.
Bagian depan Depot Setiawan
Terlihat dari luar seperti warung kecil pada umumnya, tapi ketika masuk ke dalam, Depot Setiawan ini berbeda dari warung biasanya, dipenuhi oleh pramuniaga yang berpakaian ala maid berjalan mondar-mandir. Di bagian depan, terlihat sebuah dapur terbuka dengan tiga kompor yang menyala, dioperasikan oleh seorang koki dengan pakaian putihnya yang khas lengkap dengan topi putih Chefnya, waaah. Sempat heran, kenapa kostumnya formal sekali ya? Padahal ini hanya warung di pinggir jalan.

Karena penasaran dan lapar, kami memutuskan untuk duduk dan memesan Fuyunghay dan Sop Ayam. Memang sebagian besar menu di sini berasal dari gaya masakan Tionghoa-Indonesia, seperti nasi goreng, bakmi, kwetiau, cap cay, fu yung hai dan pak lay. Selain itu, Depot Setiawan juga menyajikan ayam goreng, ayam saus mentega, steak ayam dan magelangan. Tapi yang aku ngga tahu, ternyata porsi yang ada di Depot Setiawan ini adalah porsi JUMBO! Hambooo....
Nyobain Fuyung Hay dan Sop Ayam

Sesuai dengan ceritanya, masakan di Depot Setiawan luar biasa, lezatnya. Selesai menyantap makanan, aku yang penasaran dengan sang koki dan ceritanya, buru-buru mendatangi beliau yang sedang memasak hidangan untuk pelanggan yang lain.

Cerita punya cerita, Chefnya berama asli Pak Ruwanto, sedangkan Setiawan adalah nama anaknya yang paling besar. Pak Ruwanto memang memiliki latar belakang koki di berbagai restoran di beberapa kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta, Bandung dan Surabaya. Pada tahun 1995, Pak Ruwanto memutuskan untuk berhenti bekerja di restoran dan membuka depot kecil di pinggir jalan. Namun, tidak hanya asal membuka depot, Pak Ruwanto tidak mau meninggalkan kebiasaan di tempatnya bekerja dulu. Baju koki yang menjadi trademark-nya tetap digunakan hingga saat ini dan para pegawainya pun memakai pakaian pelayan seperti di restoran resmi, sehingga kerjanya bisa “profesional”, katanya sambil tertawa.
Bareng Pak Ruwanto, owner dan Chef Depot Setiawan
Ada-ada saja ya, tapi secara konsep, ini menjadi nilai plus tersendiri, usaha kita boleh kecil dan di pinggir jalan, tapi level kita harus besar dan menjulang ke angkasa, kalau kata Orang Aceh, "Ngga Cilet-cilet", hehe. Salut untuk Pak Ruwanto di Depot Setiawan, semoga laris terus usahanya pak, Salam Sabang selalu.

Buat kamu yang lagi maen ke Jogja, mampirlah ke sini, langsung ke Depot Setiawan, Jalan Wonosari Km. 7 Mantup, Baturetno, Banguntapan, Bantul, Jogjakarta