Tampilkan postingan dengan label Pariwisata Poso. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pariwisata Poso. Tampilkan semua postingan

Selasa, 31 Juli 2018

Menilik Situs Megalitikum Poso yang Eksotik

Perjalanan kali ini adalah mengunjungi situs Megalitikum yang ada di Kabupaten Poso. Saya bersama dengan tim Plushindo yang lain, Dissa Syakina, Adi Pratama, dan juga Pak Agus dari pekerja tuli Plushindo, tak lupa juga kami ditemani oleh Fira, Ongga Duta Wisata Kabupaten Poso.

Tujuan kami melihat situs peninggalan bersejarah megalitikum karena katanya termasuk situs sejarah yang unik dan hanya ada 2 di dunia, mirip dengan yang ada di Pulau Paskah di Samudera di Pasifik, dan satu lagi karena situs ini berada di kawasan Taman Nasional Lore Lindu yang merupakan habitat Anoa Sulawesi, jadi berharap sekali bisa melihat langsung Anoa yang merupakan hewan endemik dan langka asli Sulawesi.

Saat ini ada sekitar 432 obyek situs megalit yang ada di Sulawesi Tengah menurut Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Tengah dan 1.451 jumlah batuannya yang tersebar di beberapa kabupaten.

Perjalanan menuju situs Megalitikum Poso ini termasuk cukup ekstreme, karena jalan menuju ke sana belum semuanya beraspal, jadi dibutuhkan kendaraan yang sesuai, belum lagi kalau dalam perjalanan atau sehari sebelumnya hujan. Kami berangkat dari Kota Palu menuju Lembah Besoa yang berada di Lore Tengah. Perjalanan memakan waktu hingga 5 hingga 6 jam. Cukup lama memang, tetapi pemandangan yang ditawarkan Lembah Besoa tidak mengecewakan. Perpaduan padang rumput yang hijau, langit biru dan awan putih menggumpal, sangat memanjakan mata, belum lagi ditambah dengan gugusan batu megalit yang memiliki bentuk yang unik, benar-benar eksotik!

Tujuan pertama kami adalah situs Pokekea, karena berdasarkan rekomendasi dari warga, di sini ada banyak batuan megalit yang tersebar. Sesampai di tujuan, kami terpukau, pemandangan lembah yang indah dan banyak sekali batuan dengan desain yang unik.
Lembah Besoa
Kalamba dan Rombongan Ano
Salah satu batu megalit yang ada di sini adalah Kalamba. Kalamba merupakan artefak berbentuk tempayan besar bertutup berdiameter 1,5-2 meter, serta berbentuk tangki melingkar yang dipahat dari sebuah batu besar yang dahulu sepertinya digunakan untuk tempat penyimpanan. Mengenai apa yang disimpan didalamnya masih merupakan spekulasi. Bisa jadi tempayan ini dipakai untuk menyimpan air, barang-barang berharga, atau malah merupakan peti mati purbakala. Sebagian masih dalam kondisi utuh, dan sebagian lagi sudah rusak.

Kalamba dapat ditemukan di beberapa tempat di Lembah Bada dan memiliki bentuk serta ukuran bervariasi. Beberapa memiliki satu lubang di tengahnya, sementara lainnya memiliki dua lubang. Menurut kepercayaan lokal, Kalamba digunakan sebagai bak berendam untuk para petinggi atau raja. Sementara yang lainnya menduga bahwa benda tersebut dulunya digunakan sebagai peti mati atau tangki air. Tutup terbuat dari batu sering ditemukan di dekat Kalamba, dan muncul dugaan bahwa benda tersebut digunakan untuk menutupi Kalamba sehingga tak mungkin digunakan sebagai bak berendam.
Kalamba dan tutupnya
Batu keluarga yang ada di Pokekea
Puluhan patung purbakala ini kabarnya sudah ada sejak abad ke-14. Batu megalit di Lembah Bada ditemukan pertama kali pada 1908. Walaupun penemuan tersebut sudah berlangsung lebih dari 100 tahun, namun hanya sedikit hal yang diketahui tentang objek itu, salah satunya tentang kapan patung batu itu dibuat. Beberapa orang berspekulasi bahwa batu-batu tersebut dipahat sekitar 5.000 tahun lalu, sedangkan lainnya menduga megalit itu dibuat sekitar 1.000 tahun silam.
Rasanya terlalu sayang pemandangan eksotik ini tidak dimanfaatkan jadi background foto bareng istri, hehe
Setelah puas di Pokekea, kami melanjutkan perjalanan ke situs Tadulako, untuk melihat batu megalit yang lain. Lokasi Tadulako juga tidak jauh dari situs Pokekea, hanya sekitar 10 menit.

Yang menarik dalam perjalanan ke Tadulako, kami melihat ada rumah adat yang mulai hancur. Rumah yang berbentuk segi empat dengan atap piramida ini dilapisi oleh daun rumbia serta beberapa ijuk. Bagian bawah dari rumah ini disangga oleh kayu dan tidak memiliki dinding pelindung. Rumah yang memiliki nama Tambi ini digunakan oleh para bangsawan kerajaan. Mereka tinggal di sini untuk hidup dan berumah tangga. Rumah ini biasanya memiliki tanduk kerbau pada bagian atasnya untuk menandakan status sosial dari yang memiliki hunian. Semakin banyak atau besar tanduk kerbau, status mereka semakin tinggi.
Rumah Tambi
Tim Plushindo dan Patung Tadulako
Patung Tadulako
Di Situs Tadulako tidak banyak batu megalitnya, hanya ada satu patung berjenis kelamin laki-laki setinggi 2 meter dan beberapa kalamba di sekitarnya.

Walaupun sendirian, patung Tadulako ini memiliki pemandangan yang luar biasa.

Jadi kalau ke Kabupaten Poso, jangan lupa untuk mampir ke situs-situs megalit ini ya. Oh ya, yang paling penting, jangan meninggalkan jejak, baik sampah atau coretan di patungnya ya.


Kamis, 10 Mei 2018

Peta Wisata Poso

Alhamdulillah akhirnya bisa selesai juga desain untuk Peta Wisata Kabupaten Poso. Siapa yang sangka ternyata daerah yang terkenal dengan konfliknya ini memiliki potensi wisata yang luar biasa, da banyak sekali tempat-tempat eksotik yang bisa kamu kunjungi.

Jangan takut, daerah ini sudah aman, sekarang masyarakatnya sedang berbenah untuk menyambut wisatawan yang akan datang ke san, saya saja yang baru pertama sekali datang langsung jatuh cinta dengan Poso dan berharap makin banyak orang akan datang ke sana.

Sekilas tentang Kabupaten Poso
Kabupaten Poso adalah sebuah kabupaten di provinsi Sulawesi TengahIndonesia. Kabupaten ini mempunyai luas sebesar 8.712,25 km² dan berpenduduk sebanyak 229.223 jiwa (2015). Ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Poso.
Pada mulanya penduduk yang mendiami daerah Poso berada di bawah kekuasaan Pemerintah Raja-Raja yang terdiri dari Raja PosoRaja NapuRaja MoriRaja TojoRaja Una Una dan Raja Bungku yang satu sama lain tidak ada hubungannya.
Keenam wilayah kerajaan tersebut di bawah pengaruh tiga kerajaan, yakni: Wilayah Bagian Selatan tunduk kepada Kerajaan Luwu yang berkedudukan di Palopo, sedangkan Wilayah Bagian Utara tunduk di bawah pengaruh Raja Sigi yang berkedudukan di Sigi (Daerah Kabupaten Donggala) dan khusus wilayah bagian Timur, yakni daerah Bungku termasuk daerah kepulauan tunduk kepada Raja Ternate.
Sejak tahun 1880 Pemerintah Hindia Belanda di Sulawesi Bagian Utara mulai menguasai Sulawesi Tengah dan secara berangsur-angsur berusaha untuk melepaskan pengaruh Raja Luwu dan Raja Sigi di daerah Poso.
Pada 1918 seluruh wilayah Sulawesi Tengah dalam lingkungan Kabupaten Poso yang sekarang telah dikuasai oleh Hindia Belanda dan mulailah disusun pemerintah sipil. Kemudian oleh Pemerintah Belanda wilayah Poso dalam tahun 1905-1918 terbagi dalam dua kekuasaan pemerintah, sebagian masuk wilayah Keresidenan Manado, yakni Onderafdeeling (kewedanan) Kolonodale dan Bungku, sedangkan kedudukan raja-raja dan wilayah kekuasaanya tetap dipertahankan dengan sebutan Self Bestuure-Gabieden (wilayah kerajaan) berpegang pada peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Belanda yang disebut Self Bestuure atau Peraturan Adat Kerajaan (hukum adat).
Pada 1919 seluruh wilayah Poso digabungkan dialihkan dalam wilayah Keresidenan Manado di mana Sulawesi tengah terbagi dalam dua wilayah yang disebut Afdeeling, yaitu: Afdeeling Donggala dengan ibu kotanya Donggala dan Afdeeling Poso dengan ibu kotanya kota Poso yang dipimpin oleh masing-masing Asisten Residen.
Sejak 2 Desember 1948, Daerah Otonom Sulawesi Tengah terbentuk yang meliputi Afdeeling Donggala dan Afdeeling Poso dengan ibukotanya Poso yang terdiri dari tiga wilayah Onder Afdeeling Chef atau lazimnya disebut pada waktu itu Kontroleur atau Hoofd Van Poltselyk Bestuure (HPB).
(Sumber : Wikipedia)

Exotic Poso
Tapi ingat, traveling boleh ke mana aja, sampahnya tetap dibuang di tong sampah ya :)