Perjalanan kali ini adalah mengunjungi situs Megalitikum yang ada di Kabupaten Poso. Saya bersama dengan tim Plushindo yang lain, Dissa Syakina, Adi Pratama, dan juga Pak Agus dari pekerja tuli Plushindo, tak lupa juga kami ditemani oleh Fira, Ongga Duta Wisata Kabupaten Poso.
Tujuan kami melihat situs peninggalan bersejarah megalitikum karena katanya termasuk situs sejarah yang unik dan hanya ada 2 di dunia, mirip dengan yang ada di Pulau Paskah di Samudera di Pasifik, dan satu lagi karena situs ini berada di kawasan Taman Nasional Lore Lindu yang merupakan habitat Anoa Sulawesi, jadi berharap sekali bisa melihat langsung Anoa yang merupakan hewan endemik dan langka asli Sulawesi.
Saat ini ada sekitar 432 obyek situs megalit yang ada di Sulawesi Tengah menurut Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Tengah dan 1.451 jumlah batuannya yang tersebar di beberapa kabupaten.
Perjalanan menuju situs Megalitikum Poso ini termasuk cukup ekstreme, karena jalan menuju ke sana belum semuanya beraspal, jadi dibutuhkan kendaraan yang sesuai, belum lagi kalau dalam perjalanan atau sehari sebelumnya hujan. Kami berangkat dari Kota Palu menuju Lembah Besoa yang berada di Lore Tengah. Perjalanan memakan waktu hingga 5 hingga 6 jam. Cukup lama memang, tetapi pemandangan yang ditawarkan Lembah Besoa tidak mengecewakan. Perpaduan padang rumput yang hijau, langit biru dan awan putih menggumpal, sangat memanjakan mata, belum lagi ditambah dengan gugusan batu megalit yang memiliki bentuk yang unik, benar-benar eksotik!
Tujuan pertama kami adalah situs Pokekea, karena berdasarkan rekomendasi dari warga, di sini ada banyak batuan megalit yang tersebar. Sesampai di tujuan, kami terpukau, pemandangan lembah yang indah dan banyak sekali batuan dengan desain yang unik.
Lembah Besoa |
Kalamba dan Rombongan Ano |
Salah satu batu megalit yang ada di sini adalah Kalamba. Kalamba merupakan artefak berbentuk tempayan besar bertutup berdiameter
1,5-2 meter, serta berbentuk tangki melingkar yang dipahat dari sebuah batu besar yang
dahulu sepertinya digunakan untuk tempat penyimpanan. Mengenai apa yang
disimpan didalamnya masih merupakan spekulasi. Bisa jadi tempayan ini dipakai
untuk menyimpan air, barang-barang berharga, atau malah merupakan peti mati
purbakala. Sebagian masih dalam kondisi utuh, dan sebagian lagi
sudah rusak.
Kalamba dapat ditemukan di beberapa tempat di Lembah Bada dan memiliki
bentuk serta ukuran bervariasi. Beberapa memiliki satu lubang di tengahnya,
sementara lainnya memiliki dua lubang. Menurut kepercayaan lokal, Kalamba
digunakan sebagai bak berendam untuk para petinggi atau raja. Sementara yang lainnya menduga bahwa
benda tersebut dulunya digunakan sebagai peti mati atau tangki air. Tutup
terbuat dari batu sering ditemukan di dekat Kalamba, dan muncul dugaan bahwa
benda tersebut digunakan untuk menutupi Kalamba sehingga tak mungkin digunakan
sebagai bak berendam.
Kalamba dan tutupnya |
Batu keluarga yang ada di Pokekea |
Puluhan patung purbakala ini kabarnya sudah ada sejak abad
ke-14. Batu megalit di Lembah Bada ditemukan pertama kali pada 1908.
Walaupun penemuan tersebut sudah berlangsung lebih dari 100 tahun, namun hanya
sedikit hal yang diketahui tentang objek itu, salah satunya tentang kapan
patung batu itu dibuat. Beberapa orang berspekulasi bahwa batu-batu tersebut
dipahat sekitar 5.000 tahun lalu, sedangkan lainnya menduga megalit itu dibuat
sekitar 1.000 tahun silam.
Rasanya terlalu sayang pemandangan eksotik ini tidak dimanfaatkan jadi background foto bareng istri, hehe |
Setelah puas di Pokekea, kami melanjutkan perjalanan ke situs Tadulako, untuk melihat batu megalit yang lain. Lokasi Tadulako juga tidak jauh dari situs Pokekea, hanya sekitar 10 menit.
Yang menarik dalam perjalanan ke Tadulako, kami melihat ada rumah adat yang mulai hancur. Rumah yang berbentuk segi empat dengan atap piramida
ini dilapisi oleh daun rumbia serta beberapa ijuk. Bagian bawah dari rumah ini
disangga oleh kayu dan tidak memiliki dinding pelindung. Rumah yang
memiliki nama Tambi ini digunakan oleh para bangsawan kerajaan. Mereka tinggal
di sini untuk hidup dan berumah tangga. Rumah ini biasanya memiliki
tanduk kerbau pada bagian atasnya untuk menandakan status sosial dari yang
memiliki hunian. Semakin banyak atau besar tanduk kerbau, status mereka semakin
tinggi.
Rumah Tambi |
Tim Plushindo dan Patung Tadulako |
Patung Tadulako |
Di Situs Tadulako tidak banyak batu megalitnya, hanya ada satu patung berjenis kelamin laki-laki setinggi 2 meter dan beberapa kalamba di sekitarnya.
Walaupun sendirian, patung Tadulako ini memiliki pemandangan yang luar biasa.
Jadi kalau ke Kabupaten Poso, jangan lupa untuk mampir ke situs-situs megalit ini ya. Oh ya, yang paling penting, jangan meninggalkan jejak, baik sampah atau coretan di patungnya ya.