Tampilkan postingan dengan label Hijrah Saputra. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hijrah Saputra. Tampilkan semua postingan

Jumat, 05 Agustus 2022

Mottainai (勿体無い), Cara Orang Jepang Menghormati Barang

Kata mottainai (勿体無い) ini berasal dari gabungan kata mottai yang berarti “sesuatu yang penting” dan nai yang berarti “kekurangan”. Namun jika digabungkan, mottainai berarti sebuah kata yang digunakan untuk mengutarakan kerendahan diri dan juga rasa syukur karena menerima sesuatu yang menurut mereka tidak pantas menerimanya.

Kata ini menunjukkan perasaan syukur yang dikombinasikan dengan rasa malu karena menerima sesuatu atau bantuan dari atasan yang jauh lebih besar dari yang seharusnya.

Sejarah mottainai

Sejarah mottainai muncul di dalam kehidupan rakyat Jepang sejak Zaman Edo, pada Tahun 1603 – 1868. Di zaman tersebut Edo adalah kota yang ramai seperti Tokyo sekarang. Saat itu masyarakat Edo, adalah masyarakat yang ramah lingkungan seperti konsumsi yang mencolok dan konservasi sumber daya di mana barang-barang digunakan, digunakan kembali, dan digunakan kembali dengan rasa terima kasih.

Jika ada seseorang yang mempunyai kimono (pakaian khas jepang), ia akan menggunakannya hingga 10 atau 20 tahun. Bila kimono itu sobek, ia akan menambalnya terus. Saat sudah tidak dapat digunakan, kimono tersebut dijadikan kain lap. Jika sudah tidak bisa dijadikan kain lap, maka akan dibuat bahan bakar untuk memasak. Abu yang tersisa dari kimono tersebut tidak dibuang, melainkan untuk membersihkan peralatan makan. Jadi semuanya bisa dimanfaatkan dengan maksimal.

Masyarakat Jepang juga percaya bahwa setiap benda memiliki roh. Dari kepercayaan itulah muncul istilah dan kisah yōkai (hantu) dan Tsukumogami (hantu peralatan rumah tangga). Pada saat satu benda menginjak umur seratus tahun, benda itu akan berubah menjadi Tsukumogami.

Oleh karena itu, rakyat Jepang pada Zaman Edo memegang teguh prinsip 4R.

  • Reduce (mengurangi),
  • Reuse (memakai ulang),
  • Recycle (mendaur ulang),
  • Respect (menghormati).

Masyarakat Jepang yang tinggal di Prefektur Iwate membuat teknik Nanbu sakiori, yaitu menjahit kain yang tidak terpakai menjadi pakaian baru atau menjadi kerajinan.

Sakiori adalah kain tenunan yang dibuat dengan menggunakan kembali Furununo (kain lama) yang telah dipotong menjadi potongan tali kecil yang kemudian ditenun.

Pada zaman Edo, di Perfektur Aomori, jepang bagian utara, tidak dapat memproduksi kapas karena cuaca yang dingin. Kapas sangat berharga, jadi, kimono tua didaur ulang lagi dan lagi dan akhirnya disobek menjadi tali dan ditenun dan direproduksi sebagai kain baru yang tebal dan hangat. Hasil dari tenunan ini dijadikan kain tradisional Aomori.

Sakiori, kain tenunan yang dibuat dengan menggunakan Furununo (kain lama)

Seorang komikus Jepang, Shinju Mariko menciptakan cerita untuk mencoba dan mengajari putranya sendiri tentang arti dari mottainai dan pentingnya menjaga sesuatu. Konsepnya menarik perhatian sebuah perusahaan penerbitan, dan akhirnya diterbitkan sebagai buku bergambar pada tahun 2004.

Karakter Mottainai Baasan (Nenek Mottainai), diceritakan sangat membenci sesuatu yang mubazir, sosok nenek ditampilkan sekilas tampak menakutkan tetapi sebenarnya baik dan penuh cinta. membuat dia menjadi populer di kalangan anak-anak.

Orang jepang meyakini ungkapan "sebutir nasi sejuta keringat". Biasanya digunakan orang tua untuk mendidik anak - anak agar menghabiskan makanan. Bukan dengan memaksa dan menakut-nakuti, tetapi orang tua di Jepang mengajarkan agar anak-anak menyadari betul nasi yang ada di atas piring makan mereka merupakan usaha keras dari banyak orang.

Mariko Shinju menjabarkan konsep itu dalam seri Nenek Mottainai, melalui buku bergambar dan melalui karakter seorang nenek yang bijak.


Konsep Mottainai mengajarkan kita untuk berhati-hati dan bertanggung jawab terhadap semua sumber daya dan menggunakan sumber daya yang terbatas seefektif mungkin.

 “The wasted opportunity of objects that have yet to reach their full potential.”

  • Membuang sepasang sandal geta yang sangat bagus karena talinya putus? Mottainai!
  • Membuang kimono karena anak Anda sudah besar? Mottainai!
  • Menyembunyikan cangkir teh favorit Anda karena ada beberapa retakan? Mottainai!

Melalui rasa menghormati ini, anak-anak diajak untuk menghargai peran dari sebuah barang dan berpikir ulang untuk membuang atau menyia-nyiakan fungsinya. Sebagai contoh, di Jepang, kita akan menemukan Senbei (kudapan yang terbuat dari beras) yang dibungkus menggunakan kertas tradisional yang disebut washi. Washi ini dapat digunakan kembali sebagai bungkus hadiah, sampul buku dan masih banyak produk kreatif lainnya, jadi barang tersebut bisa digunakan secara efektif.


Orang Jepang selalu mengatakan 'otsukaresama-deshita!' kepada setiap barang – barang yang mereka gunakan sebagai menunjukkan 'terima kasih atas kerja kerasnya'.

Indah ya?

Senin, 25 Juli 2022

Indonesian Day, Mengajarkan Seni Budaya Aceh di Jepang

Pengenalan Indonesia untuk Anak-anak di Jepang

Seni budaya dan kuliner menjadi salah satu media yang ampuh untuk mempromosikan suatu daerah ataupun negara. Dengan cara promosi yang popular ini nantinya akan memberikan pemahaman dua arah dan menjaga hubungan baik di antara keduanya. Kali ini saya diberikan kesempatan untuk menunjukan kebudayaan dan kesenian Indonesia terutama kesenian dan kebudayaan Aceh kepada anak-anak Jepang yang ada di Kota Beppu. Saya bekerjasama dengan komunitas Rainbow Community, komunitas yang dibentuk oleh masyarakat Beppu yang ingin menjalin persahabatan dengan masyarakat dari negara lain yang datang ke Kota Beppu.

Memperagakan Tarian Saman Gayo

Program seperti ini sering diadakan setiap sebulan sekali oleh Rainbow Community, tujuan mereka adalah untuk menjalin hubungan yang baik dengan para pendatang di Kota Beppu dan juga memperkenalkan kebudayaan negara lain kepada masyarakat Kota Beppu terutama untuk anak-anak sehingga mereka bisa belajar langsung dengan orang yang berasal dari negara tersebut.

Ada kurang lebih 50 anak-anak dari sekolah yang berbeda dan negara yang berbeda di Kota Beppu, mulai dari kelas 3 hingga kelas 6 SD, mereka didampingi oleh orang tua mereka yang juga ingin belajar bersama. Selain itu juga acara dihadiri oleh mahasiswa-mahasiswa asing yang tertarik ingin mengenal kebudayaan dan kesenian Indonesia.

Bersama Istri dan Indah, mempraktekan Tarian Ratoh Jaroe

Mengundang anak-anak untuk ikutan nari Ratoh Jaroe

Anak-anak tertarik untuk mencoba tarian Ratoh Jaroe

Acara yang berlangsung selama 3 jam tersebut sendiri mengajarkan anak-anak untuk mengenal Indonesia, terutama Aceh. Ternyata di Beppu, Tarian Aceh menjadi salah satu yang diminati karena gerakan yang rancak dan juga membutuhkan kerjasama antar para penari. Salah satu Tarian Tradisional Aceh yang sudah dikenal baik di Beppu adalah Tarian Ratoh Jaroe, ya walaupun di sini mereka menyebutnya dengan nama Tari Saman. Tarian yang jadi tarian pembukaan Asian Games 2018 ini sudah menjadi salah satu ikon tarian Indonesia yang sering ditampilkan oleh mahasiswa Ritsumeikan Asia Pacific University (APU) dan sering diundang oleh pemerintah untuk ditampilkan di banyak acara, jadi ikut bangga juga, walaupun anak Aceh belum pernah ada yang kuliah di APU.

Antusias anak-anak untuk belajar Tarian Ratoh Jaroe sangat besar, ketika saya membatasi hanya Sembilan saja yang akan ikut latihan, ternyata semua ikutan berebut untuk mendapat posisi tersebut, bahkan mereka juga harus bersaing dengan kakak volunteer lain yang ingin ikutan belajar. Akhirnya saya memutuskan untuk mengambil 15 relawan, sedangkan yang lain boleh mengikutinya di tempat duduk mereka masing-masing bersama dengan temannya yang lain. Ternyata karena semangat dan keingintahuan mereka yang tinggi, latihan Tari Ratoh Jaroe untuk satu gerakan bisa dilakukan dengan baik dalam waktu 15 menit, hal ini membuat mereka ingin tahu gerakan-gerakan yang lain dan menunggu untuk jadwal latihan selanjutnya.

Pembuatan Piyoh Toys, Boneka Kertas dengan pakaian tradisional Aceh

Selesai belajar dan mengenal tentang Aceh dan Indonesia, kita belajar membuat Piyoh Toys, boneka kertas dari Indonesia.

Saya berharap dengan mengetahui kesenian Aceh, anak-anak di Jepang nantinya akan mengenal Aceh lebih lagi dengan mengunjungi Aceh di masa depan.

Sabtu, 23 Juli 2022

Bertemu dengan Bapak Pariwisata Kota Beppu, Oita Jepang

Patung Aburaya Kumahachi Kota Beppu, Oita, Jepang

Kalau sampai di Kota Beppu melalui kereta, kita akan disambut oleh sebuah patung unik di depan Beppu Eki atau stasiun Beppu. Patung tersebut adalah patung Aburaya Kumahachi, orang di sana menyebutnya dengan “Shinny Uncle”, karena kepalanya yang botak dan bisa bersinar kapan saja, hehe.

Jadi Paman Aburaya ini adalah penggerak pariwisata Kota Beppu dan sekitarnya, beliau berhasil membangun dan memperkenalkan pariwisata Beppu ke dunia.

Beliau lahir pada Tahun 1863, di saat beliau berumur 30 tahun beliau sempat membuka usaha pasar beras di Osaka selama 4 tahun dan mengalami kegagalan. Di umurnya ke 34 beliau memutuskan untuk berkelana di Amerika Serikat, Kanada hingga Meksiko selama 3 tahun dan kembali lagi ke Jepang.

Aburaya pindah ke Beppu di usia 46 tahun dan membuka hotel elit pertama untuk wisatawan internasional dari seluruh dunia.

Ada banyak ide unik yang dibuat beliau untuk meningkatkan pariwisata di Beppu, salah satunya perkataan beliau yang paling terkenal dan diingat adalah, “Jepang kalau gunung adalah Fuji, laut Seto dan Permandian air panas (hotspring) Beppu. Ini cara beliau mengangkat kota Beppu sebagai tujuan wisata unggulan di Jepang.


Beliau juga yang pertama sekali mencetuskan bus wisata dengan pemandu wisatanya seorang wanita. Selain itu beliau membentuk “Klub Otogi”, sehingga anak-anak bisa berkesempatan menikmati cerita dongeng, nyanyian dan menyaksikan pertunjukan musik.

Beliau juga membantu Kota Yufuin, kota yang berada di sebelah selatan Beppu, menjadi resort pemandian air panas. Dia juga berpikir membuat satu rute perjalanan wisata yang menghubungkan beberapa daerah di Kyushu seperti Kota Beppu, Yufuin, Kuju, Handa, Aso dan Nagasaki.

Karena ide-ide unik inilah beliau diingat sebagai bapak pariwisata Beppu, banyak cerita-cerita menarik beliau menghiasi setiap langkah pejalan kaki di sekitar Kota Beppu. 

Nama beliau juga diabadikan menjadi salah satu tempat pemandian (Bathhouse) yang menjadi ikon di film “Spirited Away” yang dibuat Studio oleh Ghibli. 

Beliau meninggal di Beppu pada umur 73 tahun dan akhirnya diabadikan dengan sebuah patung yang seolah beliau turun dari langit yang diikuti oleh beberapa bocah setan di jubahnya. Mimpi beliau dampaknya masih terasa sampai sekarang di masyarakat Beppu dan Jepang.

Kisah beliau sangat menginspirasi dan memotivasi banyak orang yang datang ke Beppu, termasuk saya, saya berharap bisa seperti beliau, memberikan kontribusi positif di mana pun saya berada, ya minimal di kota halaman sendiri, hehe.

Menikmati Bunga Tulip di Jepang

Layaknya kota-kota lain di Jepang, musim semi di Kota Beppu juga menjadi incaran wisatawan yang tertarik dengan Bunga Sakura. Tapi tidak hanya itu saja, ada banyak bunga-bunga indah lainnya yang sayang jika dilewatkan, salah satunya Bunga Tulip.

 Tidak banyak yang tahu kalau Bunga Tulip juga ada di Jepang, dan saya juga baru tahu itu. Ada beberapa toko yang menjual umbinya untuk kita tanam sendiri di rumah. Karena penasaran, saya membeli beberapa umbi Bunga Tulip dan saya tanam di kebun halaman belakang rumah saya bersama dengan tanaman sayuran yang lain.

Bunga Tulip di belakang rumah

Selang beberapa minggu muncullah tunas hijau dengan warna ungu di bagian tengahnya. Tidak sampai seminggu, bunga tersebut besar dan mekar. Saya tidak pernah menyangka bisa menyaksikan Bunga Tulip tumbuh di perkarangan rumah saya, warnanya indah sekali. 
Beppu Koen 2021

Tidak hanya bunga di halaman rumah saya saja yang tumbuh dan mekar. Di Beppu Koen atau Taman Beppu ternyata ada kebun luas yang berisikan Bunga Tulip, bunga-bunga tersebut khusus ditanam untuk menyambut musim semi di sana. Ramai orang datang ke sana untuk mengabadikan momen tersebut atau hanya duduk di sekitarnya sekedar menikmati suasana indahnya.

Beppu Koen 2019
Tak hanya Bunga Tulip, kebun tersebut diatur dengan indah bersama dengan bunga-bunga yang lain, apalagi ditambah dengan Bunga Plum yang juga sedang mekar di saat yang bersamaan, indah! Kombinasinya seperti lukisan. 

Selain bunga-bunga tersebut, masih banyak bunga indah lainnya yang saya juga belum tahu namanya, selalu ada bunga baru yang saya temui di jalan atau di perkarangan rumah orang, bahkan bunga liar di tepi jalan pun mekar dengan indahnya, ini yang bikin saya betah menikmati suasana musim semi di Beppu.

Mencoba Lezatnya Ice Cream Jamur Shiitake di Jepang

Prefektur Oita Jepang memiliki banyak komoditas pertanian unggulan, salah satunya adalah Jamur Shiitake yang berada di Semenanjung Kunisaki. Jamur di sini termasuk jamur Shiitake yang memiliki kualitas yang terbaik di Jepang dan sudah diekspor ke berbagai macam negara. Hal ini disebabkan dari cara mereka memilih lokasi dan menjaga ekosistem tempat jamur ini tumbuh. Tidak hanya memperhatikan tempat produksi jamurnya saja, tetapi mereka menjaga semua kesatuan alam dari sistem yang sudah berlangsung ratusan tahun agar tetap terjaga dan berkelanjutan, hal ini dikenal dengan Globally Important Agriculture Heritage Systems (GIAHS). 

Perkebunan Jamur Shiitake di Kunisaki Oita, Jepang

Jamur Shiitake dikenal memiliki aroma yang kuat, biasanya digunakan sebagai sayur atau pun obat herbal karena memiliki khasiat yang bagus untuk kesehatan, terutama untuk menjaga tubuh agar tidak obesitas, menjaga ksehetana kulit, mengelola kadar gula darah, menjaga sistem imun tubuh, kesehatan otak, kesehatan tulang, mencegah tumbuhnya tumor hingga kanker, luar biasa ya.

Walaupun banyak khasiatnya, jujur saja, saya kurang suka dengan aroma yang dimiliki jamur satu ini, sering kali dijadikan teh atau pun dimasak menjadi sup di sayur, bagi saya masih terasa aroma yang terlalu kuat menusuk di hidung.

Tapi siapa yang sangka, ada salah satu toko yang bernama Yamayoshi,  berlokasi di dekat Stasiun Kereta Kota Beppu, mengolah jamur ini menjadi sesuatu yang menyenangkan. Awalnya saya juga masih tidak suka dengan jamur ini, seperti biasa, orang jepang terkenal dengan spesialitynya, jadi kalau sudah jual satu produk, akan menjual itu saja sampai orang akan mengingatnya, kalau mau beli produk tersebut ya datang ke toko itu.

Nah toko Yamayoshi ini dikenal menjual Jamur Shiitake dan berbagai macam olahannya, bahkan untuk memperkuat brandingnya, mereka juga membuat maskotnya yang berupa jamur berjalan, lucu sekali. Saya selalu penasaran jika lewat stasiun, melihat maskot tersebut, tapi karena saya tidak suka jamur shiitake, jadi hanya sekilas saja.

Sampai suatu ketika, teman saya mengajak saya dan istri untuk mampir ke sana, karena katanya ada Ice Cream enak yang bisa dicobain di sana. Ice Cream?? saya penasaran, karena di sana hanya jual jamur, kok bisa ada ice cream, apa dibuat dari jamur? 

Ice Cream Jamur Shiitake di Yamayoshi Beppu

Saya dan istri mencoba ice creamnya, masih ada terasa dari jamur Shiitake-nya tapi tidak terlalu kuat, rasanya cenderung manis dan unik. Penasaran dengan rasanya, menurut saya ini jadi salah satu yang wajib dicoba kalau ke Beppu, apalagi kalau di musim panas, selain sehat juga bikin segerrrrr....

Rabu, 15 September 2021

Melihat Perkebunan Shiitake yang Ramah Lingkungan di Kunisaki Jepang

Masyarakat di Jepang terkenal sangat menghormati alam dan lingkungan mereka. Cara mereka menjaga alam sudah dimulai sejak kecil, sebelum anak-anak berumur 10 tahun, mereka tidak diberikan ujian di sekolah tetapi diajarkan bagaimana hidup dengan baik. Mereka belajar mengurus hewan, menghormati orang dan memahami alam. Mereka diajarkan nilai-nilai kehidupan seperti pengendalian diri, tanggung jawab dan bersikap adil.

Banyak juga festival yang melibatkan anak-anak untuk mengajarkan mereka menghormati alam. Salah satunya festival untuk menghormati tokoh pendiri pemandian air panas di daerah Kannawa, Beppu. Mereka diajarkan mengucapkan terima kasih dan berjanji untuk melanjutkan perjuangan beliau untuk terus menjaga air yang ada di daerah mereka.

Begitu pun konsep mereka untuk menggunakan alam menjadi lahan yang menghasilkan tetapi juga bisa terus berlanjut, ada satu konsep yang dikenal dengan Satoyama dan Satoumi. Konsep Satoyama dan Satoumi pertama kali dicetuskan oleh Profesor Tetsuo Yanagi dari Kyushu University di tahun 1998. Dalam bahasa Jepang “sato” berarti desa atau komunitas dan “umi” berarti laut sehingga Yanagi mendefinisikan “satoumi” sebagai “produktivitas tinggi dan keanekaragaman hayati di wilayah laut pesisir dengan interaksi manusia.”



Satoyama merupakan konsep Jepang untuk tradisi lama yang terkait dengan praktek-praktek pengelolaan lahan. Di masa lalu tradisi tersebut mendorong pemanfaatan berkelanjutan sumber daya melalui hubungan manusia dengan ekosistem yang memberikan manfaat untuk kesejahteraan manusia. Salah satu konsep Satoyama adalah perkebunan jamur Shiitake yang berada di semenanjung Kunisaki yang berada di Perfecture Oita. Hasil perkebunan Shiitake di Kunisaki ini termasuk yang terbesar di Jepang, hampir 49% produksi Shiitake terbaik di Jepang berasal dari sini dan dijual hingga ke luar negeri. 

Jamur Shiitake yang ada di perkebunan di Kunisaki ditanam dengan menggunakan media kayu, kayu yang digunakan merupakan Pohon Tomogi atau Japanese Chestnut, memiliki kualitas kayu terbaik. Kayunya juga diambil dari hutan yang sudah mereka persiapkan sehingga tidak mengganggu lingkungan yang ada, bagian kayu yang diambil merupakan bagian atas pohon sedangkan bagian akarnya tetap ditinggalkan sehingga bisa menjaga tanah di lahan tersebut dan dalam waktu setahun bisa menghasilkan empat hingga lima tunas baru, jadi hutan bisa rimbun kembali. 

Kayu yang digunakan menjadi media tanam pun bisa bertahan hingga lima tahun untuk menghasilkan jamur terbaik, setelahnya kayu tersebut akan hancur dan menjadi nutrisi bagi lahan perkebunan dan juga untuk ikan-ikan yang berada di sungai dan laut di daerah tersebut.

Istilah “satoumi” berasal dari “satoyama” yang Japan Satoyama Satoumi Assessment (JSSA) mendefinisikan lanskap satoyama dan satoumi sebagai “mosaik dinamis sistem sosio-ekologi teratur yang memproduksi paket layanan ekosistem bagi kesejahteraan manusia.”

JSSA menggunakan satoyama dan satoumi sebagai perangkat heuristik yang berguna untuk membingkai dan menganalisis hubungan antara jasa ekosistem dan kesejahteraan manusia.

SATOUMI: A conceptual framework for sustainable aquaculture in tropical Asia, Iain Charles Neish, 2012.[]

Jumat, 21 Mei 2021

Putra Aceh Terpilih Menjadi Oita Mejiron Overseas Supporters Jepang

OITA – Putra kelahiran Kota Sabang, Aceh, Hijrah Saputra terpilih menjadi salah satu Duta Prefektur Oita Jepang, 24 Maret 2021. Hijrah dipilih karena kontribusi dan semangatnya mempromosikan Oita dalam berbagai media, baik secara online maupun offline, termasuk peluncuran bukunya berjudul Jejak Dari Kota Neraka, Beppu, Jepang.
Oita Mejiron Overseas Supporters 2021
Prosesi pelantikan oleh Pemerintah Prefektur Oita
Diskusi dan pemaparan visi dan misi Oita Mejiron Overseas Supporters 2021

Mencoba Purin Terenak se-Jepang

Jepang selalu punya cara unik untuk merayakan sesuatu yang mereka sukai, salah satu contoh adalah setiap tanggal 25 tiap bulannya diperingati sebagai Hari Purin se-Jepang atau Purin day. Purin adalah sebutan untuk puding, makanan manis yang kenyal. Purin Day ini sendiri sudah didaftarkan sebagai event nasional oleh Japan Anniversary Association. 

Selain itu survey yang dilakukan oleh Jalan travel information magazine telah dibuat ranking untuk semua jenis purin yang ada di Jepang dan menetapkan Purin Okamotoya yang dijual di Okamotoya cafe yang berlokasi di Myoban Yunosato Kota Beppu merupakan Purin terenak se-Jepang.

Purin Okamotoya

Pada peringkat kedua ada Purin Nakahora Bokujo dari Iwate, kemudian ada Puri Shima dari Okinawa dan Purin Zenkoji dari Nagano.

Purin Okamotoya yang dijual di Myoban dibuat dengan menggunakan uap air panas yang berasal dari panas bumi. Teksturnya yang lembut, campuran manis dan pahitnya membuat rasanya unik dan bikin ketagihan, hal ini yang membuat orang-orang memberikan voting yang tinggi.

Okamotoya Cafe

Selain purin ada juga Sandwich telur dicampur dengan kyuuri dan krim

Selain kita bisa menikmati kelezatan makanan yang dijual di Okamotoya, kita juga bisa menikmati keindahan Kota Beppu dari ketinggian. Jadi kalau kamu liburan ke Jepang dan mampir ke Beppu, jangan lupa mencoba Purin Okamotoya ya!


Rabu, 20 Januari 2021

Liputan Buku Jejak Dari Kota Neraka di Oita Godo Shinbun

 【別府】別府市の立命館アジア太平洋大(APU)大学院に通うヒジラ・サプトラさん(35)が、別府観光の魅力や暮らしをPRする本「地獄の街での足跡」を母国インドネシアで出版した。新型コロナウイルスの影響で来日できなかった半年間に執筆。恵まれない子どもたちの支援に収益を充てた。

Hijrah Saputra dan Dissa Syakina 
 

春休みに入った2月中旬に首都ジャカルタに戻ったが、新型コロナで4月になっても来日できなくなった。感染状況が深刻で外出も一切できなくなり、オンライン授業の日々が続く中で「本を作ろう」と思い立ったという。

 2018年秋に入学して以来、たびたび母国のネットメディア向けに日常を発信していた。地獄めぐりなどの主要観光地の様子、年末の鏡餅作りなど、会員制交流サイト(SNS)に投稿した過去の写真も含めて1カ月ほどで一冊の本に仕上げた。
 日本の地名で知られているのは東京や京都などの主要都市が中心。多くの人が別府の地名を知らず、別府の話題は新鮮に感じられたようだ。裸で入る日本式の温泉文化や、地獄めぐり、地獄蒸しのように自然を観光資源に生かす点に反響があったという。
 ヒジラさんは「悪いイメージの『地獄』のタイトルと観光という単語が本を読むことで結びつき、別府の地獄に好印象を持ってくれた。新型コロナが収束したら別府に遊びに来たり、APUに入学する人が増えてほしい」と期待する。
 妻のディサ・アダニサさん(30)=APU大学院生=も同じ時期に「新しい冒険」と題した本を出した。中央アメリカ、ニカラグアで13年に実施した英語教育ボランティアの体験を、当時の日記で振り返った。ディサさんは「母国を担う次世代の役に立ちたい」と話した。
 本はいずれもインドネシア語。ヒジラさんは製本した100冊、ディサさんは200冊を完売。追加販売を検討するという。

<メモ>
 ヒジラさん、ディサさん夫婦は春から約半年間、インドネシアでオンライン授業を受けて過ごした。ジャカルタを8月末に出国、東京都で2週間ほど滞在し、9月11日に別府に到着した。

※この記事は、9月16日 大分合同新聞 12ページに掲載されています。

Link : Di sini

Senin, 18 Januari 2021

Pengalaman Berkebun 7 Tanaman Herbal Tradisi Masyarakat Jepang di Tahun Baru

Orang Jepang selalu punya tradisi yang dilakukan setiap musim, mulai dari musim semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin. 

Begitu pun dengan pergantian tahun atau tahun baru. Masyarakat Jepang melakukan tradisi Makan Osechi, masakan yang diletakkan di atas wadah tradisional Jepang untuk tahun baru, yang dinikmati bersama keluarga.

Perayaan tahun baru bagi orang Jepang dirayakan mulai dari tanggal 1 hingga 6 Januari setiap tahunnya. Nah, di pengujung tanggal tersebut ada masakan khusus yang harus disiapkan sebagai penutup tahun baru yang disebut Nanakusa-gayu, bubur yang dimasak dengan tujuh jenis daun-daun herbal.


Yang menjadi ciri khas dari bubur Nanakusa-gayu adalah dimasak dengan tujuh jenis daun herbal, yakni daun Seru, Nazuna, Hakopela, Suzuna/Kabo, Suzushilo/Daikon, Hotokenoza, dan Gogyou.

7 Herbal Nanakusa
Kota Usa


Sejarahnya Nanakusa-gayu ini sendiri berasal dari daratan China sekitar 1000 tahun di masa Heian.

Di pengujung tahun 2020 saya dapat kesempatan untuk ikut bagian langsung dalam menyiapkan bahan-bahan Nanakusa dari petani hingga proses pengemasan untuk dijual ke pasar.

Kegiatan ini menjadi momen yang tidak terlupakan, karena selain bisa melihat langsung pertanian ketujuh tanaman herbal tersebut dan dilakukan di musim dingin. 


Memilih dan memilah Daun Gogyou
Daun Nazuna

Badai Salju


Setiap paginya saya dan beberapa teman lainnya berangkat dari penginapan yang disediakan oleh pihak pertanian menuju lokasi yang berada di Kunisaki, Oita. Di sana terdapat banyak sekali rumah kaca yang digunakan untuk mengembangkan ketujuh jenis tanaman herbal tersebut. Terlihat juga ada beberapa pekerja yang berasal dari masyarakat sekitar.

Setiap harinya kami bertugas untuk menyeleksi produk yang baik dan bagus untuk dikemas sedangkan yang jelek dan buruk dibuang. Setiap pekerja memiliki tugas masing-masing. Saya sendiri bertugas memilih dan memilah Suzuna atau Kabo dan Suzushilo atau Daikon. 

Di proses ini saya melihat bagaimana ketatnya pengawasan kualitas produk orang jepang. Ada banyak juga produk yang menurut mereka tidak bisa digunakan hanya karena cacat sedikit saja. Ada rasa bersalah ketika melihat banyak produk yang dibuang, tapi pihak pertanian mengatakan kalau produk-produk yang cacat, rusak dan tidak layak jual ini nantinya akan diolah lagi untuk penanaman selanjutnya.

Kegiatan ini berlangsung selama 10 hari hingga semua produk bisa dikemas dan dipasarkan sebelum tanggal 7, sehingga pembeli sudah bisa menyimpannya di rumah. Walaupun sempat dihadang hujan salju yang lebat, aktivitas ini tidak berhenti, karena semua pekerjaan dilakukan di dalam ruangan rumah kaca atau pun gudang, sehingga perkerja bisa terjaga dari badai. Hal ini sudah diperhitungkan oleh pihak pertanian demi mencapai target sesuai yang diinginkan.


Ada rasa senang dan bangga ketika semua produk Nanakusa bisa dikemas dengan baik dan bisa melihatnya terjual di pasaran. Apalagi produk-produk ini dijual untuk keperluan kesehatan.



Bubur Nanakusa sendiri dimakan untuk mengistirahatkan perut yang selama perayaan tahun baru diisi dengan berbagai macam lauk-pauk dari masakan Osechi yang sebagian besar bukan berupa sayuran. Selain itu, bubur nanakusa dipercaya menjauhkan orang dari segala macam penyakit, karena dipercaya memiliki arti untuk harapan akan kedamaian, kesejahteraan, serta kesehatan untuk keluarga.


Selamat Tahun Baru 2021, semoga kita sehat-sehat semua ya...

Kamis, 07 Januari 2021

Selamat Tahun Baru 2021

 Selamat tahun baru 2021!


Tahun 2020 jadi tahun yang paling banyak tantangannya, mulai dari menebarnya Covid 19, menyerang kesehatan, perekonomian, hubungan sosial dan juga berdampak ke beberapa aktivitas penting lainnya. Semoga di tahun 2021 ini semuanya bisa kembali ke kondisi yang aman dan terjauhkan dari segala jenis penyakit, aamiin!

Saya juga berharap bisa berkumpul dengan anak lagi, semoga bisa kembali ke Jepang dan bermain bersama lagi.

Happy Mooyear


Minggu, 20 Desember 2020

Mengunjungi Kastil di Puncak Bukit Beppu

Salah satu tempat yang menarik perhatian selama tinggal di Beppu adalah Kifune Castle. Kastil yang berada di salah satu bukit di Kota Beppu ini, walaupun kecil tapi memiliki bentuk arsitektur yang cantik, layaknya seperti kastil-kastil yang ada di Jepang, hanya saja jika yang lain berada di dataran rendah atau dekat dengan air, lain halnya dengan kastil ini. 

Setelah dua tahun tinggal di Beppu, akhirnya saya memutuskan untuk pergi ke sana, sekaligus sebagai trip ulang tahun, hehe.

Kifune Castle penampakan dari bawah