Laman

Rabu, 25 Desember 2013

Piyoh di Indonesia Kreatif!

Alhamdulillah profilku dan sedikit tentang perjalanan Piyoh bisa muncul di Web Indonesia Kreatif, satu kehormatan bisa muncul dan menjadi inspirasi bagi perkembangan industri kreatif di Indonesia. Walaupun perjalanan masih panjang, dan aku menikmatinya.
Salut dan terimakasih juga untuk penulis artikelnya, Muhammad Haekal, karena bisa merangkum dengan sangat bagus #TerharudiPojokan.
Yang penasaran dengan tulisannya, selamat membaca :)

Bagi yang pernah berkunjung ke Aceh, coba bongkar lemari baju kalian. Mungkin di sana ada kaos yang bertuliskan “I LOVE ACEH”, “I LOVE SABANG”, atau bergambar Teuku Umar. Besar kemungkinan, kaos yang kalian miliki itu adalah produksi “Piyoh Design”. Sebuah perusahaan yang berlokasi di Sabang dan bergerak dalam bidang produksi merchandise. Dan siapa sangka, usaha yang dimulai sejak tahun 2008 dan memiliki omzet puluhan juta rupiah ini, ternyata didirikan oleh seorang pemuda. Hijrah Saputra namanya. Yuk kita kenal lebih dekat pemuda gagah yang akrap disapa Heiji ini.

Momentum Perubahan

Heiji adalah pemuda asli Sabang. Sebuah kota pelabuhan di Provinsi Aceh yang terletak di ujung paling barat Indonesia. Hidup di tengah kota yang menyajikan panorama laut yang indah membuat rasa cintanya terhadap dunia pariwisata terpupuk sedari kecil. Sebagai warga asli, dia pun sangat hafal spot-spot wisata menarik di Sabang. Beberapa di antaranya bahkan tersembunyi dari pengetahuan umum para turis.

Heiji menyelesaikan pendidikan SD hingga SMP di Sabang. Ketika SMA ia hijrah ke Aceh Besar. Dengan prestasi yang cukup baik di sekolah, ia bermimpi untuk berkuliah di ITB. Namun sayang, ketika hasil pengumuman keluar, ia hanya lulus di pilihan kedua: Universitas Brawijaya Malang. Pada awalnya ia sempat khawatir untuk kuliah di sana. Baru ketika ia benar-benar merasakan kehidupan sebagai mahasiswa, ternyata Kota Malang merupakan kota yang sangat ramah bagi perantau sepertinya. Selain karena kotanya nyaman dan biaya kehidupan di sana terjangkau, masyarakat Malang juga memperlakukan mahasiswa pendatang dengan sangat baik sekali.

Setelah empat semester berkuliah di Fakultas Teknik Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, semuanya memang masih berjalan baik-baik saja. Heiji bisa mengikuti pelajaran dengan lancar bahkan tergolong mahasiswa yang berprestasi. Namun kemudian, sebuah perasaan aneh mengganjal hatinya. Selama ini, ia merasa belum menjadi siapapun atau berbuat apapun untuk kebaikan orang lain.

Heiji percaya bahwa sebelum mengubah orang lain, seseorang harus mengubah dirinya terlebih dahulu. Kesempatan itu datang saat DISPARINKOM (Dinas Pariwisata Informasi dan Komunikasi) Kota Malang membuka sayembara pemilihan “Kakang dan Mbakyu Kota Malang” tahun 2006. Setelah memeras keberanian, ia akhirnya mendaftarkan diri. Padahal saat itu bahasa Jawanya masih terbata-bata. Keterampilan serta pengetahuannya mengenai seni dan budaya Jawa Timur juga masih terbatas. Modal utamanya hanyalah keinginan untuk berubah. Tidak ingin membuang waktu dalam perasaan pesimistis, ia pun mengumpulkan teman-temannya untuk menjadi mentor. Dalam waktu yang relatif singkat, para “mentor kilat” itu berhasil membentuknya menjadi ‘Kakang’. Dan siapa yang duga, Heiji yang asli Aceh benar-benar menjadi “Kakang Kota Malang” pada tahun 2006.

Tidak cukup sampai di situ, pada tahun yang sama, Heiji meracik logo pariwisata “Tukoma” yang merupakan akronim dari “Tugu Kota Malang” lengkap dengan brand image “Malang Welcoming City”. Hebatnya, konsepnya itu diterima oleh Dinas Pariwisata setempat dan secara resmi disahkan sebagai logo dan brand image Kota Malang oleh Walikota Malang pada 20 Desember 2006.

Pulang Kampung

Pertanyaan terbesar Heiji ketika menginjakkan kaki di kampung halaman adalah “perubahan apa yang bisa saya buat untuk Aceh?” ia kemudian mendapatkan ilham ketika bertemu dengan seorang teman yang baru saja menghabiskan liburan di Sabang. Sang teman mengeluh bahwa ia kesulitan mencari souvenir (terutama kaos) untuk oleh-oleh. Jikapun ada, kualitasnya mengecewakan dan desainnya membosankan. Dari situlah ide “Piyoh” berawal. “Piyoh” sendiri adalah bahasa Aceh yang berarti “singgah”. Selain dipilih untuk mempromosikan Aceh di mata nasional dan internasional, nama tersebut juga bermakna bahwa semua orang yang datang ke Aceh akan diterima secara baik dan memuaskan.



“Kaos adalah bahasa universal untuk menunjukkan dari mana seseorang berasal,” begitulah jawaban Heiji saat ditanya mengapa ia memilih untuk menekuni usaha itu. Tidak bisa dipungkiri memang, setiap orang yang mengunjungi suatu tempat biasanya hampir selalu membawa kaos bertuliskan nama atau slogan khas dari daerah tersebut.

Namun niatnya itu sempat ditentang oleh rekan dan kerabat. “Pada awalnya, banyak orang menanggapi niat saya membangun usaha kaos ini secara pesimistis.” Namun ia bersyukur karena kemudian keluarga besarnya mau membantu. Ketika memulai usaha dengan menyewa toko yang berlokasi di Kota Atas, Sabang, ia mendapatkan sumbangan cat dan rak-rak pakaian.

Heiji kemudian mulai mempromosikan kaos Piyoh melalui Facebook dan blog. Dengan brand image “Aku Sabang Kamu”, Ia menyasar para wisatawan yang mencari kaos Sabang dengan kualitas bagus. Luasnya pertemanan dan berkualitasnya produk serta desain yang ia tawarkan, membuat kaosnya laku dan mulai terkenal. Khusus masalah desain, Heiji mengaku memang menggemari menggambar sedari kecil. “Yang mengajarkan saya menggambar pertama kali adalah Bapak. Saat itu beliau menggambar ikan mas koki.” ujar anak dari H. Suradji Junus ini.

Saat pertama kali berproduksi, ia mencetak 250 kaos dengan variasi desain sebanyak lima buah. Selain menjual langsung di outlet Piyoh, ia juga menitipkan produknya di toko-toko di daerah Balohan dan Jalan Perdagangan Sabang.


Kini, selain mencetak kaos sebagai produksi utama, “Piyoh” juga menjual mug, gantungan kunci, bros, boneka, bahkan produk olahan seperti cokelat dan kerupuk mulieng (emping melinjo). Dan tentunya, semua produk beraroma Aceh. Untuk bros misalnya, aksesoris itu berbentuk rencong dan pinto Aceh. Sementara boneka sendiri berwujud agam (lelaki) dan inong (perempuan) yang memakai pakaian adat Aceh. “Piyoh” juga sekarang tidak hanya hadir di Kota Sabang. Pada tahun 2011, outlet Piyoh yang diberi nama “Mr. Piyoh” hadir di Banda Aceh. Lokasinya tepat berada di sebelah kedai kopi Jasa Ayah (Solong), Ulee Kareng. Dua tahun kemudian, usaha Heiji kembali meluas dengan diluncurkannya “Piyoh Toys”. Tagline mereka memang telah berkembang menjadi lebih luas dan tegas: “Berbagi Aceh di mana aja!”

“Jadilah Kreatif!”

Sebelum memulai usaha, Heiji yang pada tahun 2008 didaulat sebagai Duta Wisata Sabang dan kemudian juga terpilih sebagai Duta Wisata Provinsi Aceh, sempat kedatangan tawaran yang menggiurkan.

“Dulu, sebelum saya membangun usaha, banyak ajakan yang datang. Ada yang menawarkan saya jadi pegawai kantoran, bahkan sempat datang tawaran untuk menjadi aktor. Gajinya sampai jutaan, lho.”

Namun ia menolak itu semua karena ia berkeyakinan bahwa dengan menjadi seorang pengusaha, ia bisa berbuat lebih banyak untuk negeri.

Kini, setelah lebih-kurang lima tahun berbisnis, Heiji merasa memiliki tanggung jawab untuk membagikan ilmu yang ia memiliki kepada generasi muda Aceh yang berkeinginan membangun bisnis. Selain tak canggung untuk berbagi ketika sedang ngopi atau situasi santai lainnya, bersama dengan empat orang pebisnis muda Aceh, ia mendirikan komunitas bisnis “Leader Youngpreneur”. “Saya yakin banyak anak muda di Aceh yang berpotensi untuk menjadi pebisnis yang andal.” Walau konsep gerakan itu sendiri masih berbentuk “kelas kreatif”, ke depannya Heiji berkeinginan memiliki cafe yang nantinya bisa total menjadi “rumah kreatif” bagi masyarakat.

Akhirnya, ia berpesan kepada generasi muda Indonesia agar selalu kreatif. Beberapa caranya adalah dengan memperluas jaringan pertemanan, terutama dengan orang-orang kreatif. “Kreatif itu menular, lho!” katanya. Selain itu, ia menambahkan agar para pemuda jangan sekali-kali takut untuk membuat kesalahan dan mencoba sesuatu yang baru. Karena dengan kedua hal itulah otak manusia diasah untuk terus menjadi kreatif. Dan yang paling penting dari semua itu adalah menyelesaikan semua rencana yang telah dibuat. “Bukan kreatif namanya jika ide yang dimiliki hanya sebatas terwujud di dalam kepala!”

Alamat Kontak: Facebook: facebook.com/hijrah.yunus Twitter: @Hijrahheiji Blog: www.hijrahheiji.blogspot.com/

—–

 Text: Muhammad Haekal | Foto: Narasumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar