Laman

Rabu, 30 Januari 2019

Belajar Bahasa Jepang dengan Menyenangkan di Ikuzo Indonesia

Salah satu tantangan untuk belajar di Jepang adalah Bahasa Jepang, karena tidak banyak orang jepang yang bisa berbahasa Inggris. Ya walaupun sebenarnya di Beppu, banyak orang jepang yang bisa berbahasa inggris. Tapi untuk menjiwai dan bisa merasakan suasana yang jepang sekali dan mengenal lebih detail tentang Jepang ada baiknya kita juga mempelajarinya.

Alhamdulillah sebelum berangkat ke Beppu, saya mendapat kesempatan untuk belajar di Ikuzo Indonesia. Ikuzo berasal dari Bahasa Jepang yang berarti, "Let's go!". Saya mendapatkan penawaran dari Ci Vera, pemilik dan pengagas dari Ikuzo Indonesia, beliau juga lulusan dari Ritsumeikan Asia Pacific University. Beliau sangat fokus dengan dunia Pendidikan, karena menurut beliau anak-anak di Indonesia mempunyai kemampuan yang luar biasa, jadi beliau memutuskan untuk bergerak di bidang yang disukai dan berkontribusi, hal ini terlihat banyaknya anak-anak yang belajar di sana memperoleh prestasi di luar.

Suasana Ikuzo, bagi yang senang dengan Jepang, ini menjadi ruangan yang menyenangkan
Belajar di Ikuzo Indonesia sangat menyenangkan, karena kita bisa belajar langsung dengan native speaker dari Jepang dan kita tidak hanya mempelajari grammar tetapi juga berdiskusi apa saja tentang Jepang, mulai dari kebudayaan, etos kerja dan masih banyak lagi. 

Bersama Ci Vera pemilik Ikuzo, istri saya dan Fukuda Sensei
Selain Bahasa Jepang, Ikuzo Indonesia juga mempunyai kelas membuat manga, komik khas jepang, kelas menjahit dan banyak sekali program pertukaran ke Jepang, karena Ikuzo memiliki banyak jaringan dengan pihak jepang. Selain itu ada banyak kegiatan menarik seperti festival, study tour dan workshop.

Jadi buat kamu yang ingin belajar Bahasa Jepang dan semua yang terkait dengan Jepang, langsung saja daftar atau mau berkunjung langsung ke Ikuzo Indonesia ya!.



Sabtu, 26 Januari 2019

Konservasi Kunang-kunang ala Masyarakat Beppu Jepang

Masyarakat Jepang sangat dekat dengan alam dan berusaha untuk menjaganya. Mereka menganggap alam menjadi bagian yang harus dijaga dan sebagai salah satu cara mereka menghormati Sang Pencipta. Ada banyak konsep di Jepang yang mengatur hubungan manusia dengan alam. Salah satunya adalah Satoyama dan Satoumi, hubungan antara desa dengan gunung, hubungan antara desa dengan laut.
Kolaborasi Symbio Club dan Kame-kame Club Beppu

Kali ini saya mendapat kesempatan belajar tentang pelestarian Hotari, atau kunang-kunang. Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara mahasiswa, Symbio Club dan masyarakat Beppu yang digagas Komunitas Kame-kame Club. Kami diajak untuk membersihkan Sungai Hiya di daerah Kamegawa, salah satu sungai yang berada di Kota Beppu. Sungai ini dipilih karena merupakan salah satu tempat yang menjadi habitat serangga bersinar ini, sebab selain mempunyai air yang bersih juga memiliki suasana yang tenang. Kami bertugas membersihkan lahan yang berada di sekitar sungai yang nantinya digunakan untuk menanam tanaman yang disukai oleh siput yang menjadi makanan dari kunang-kunang.
Briefing sebelum proses pembersihan area sungai Hiya oleh took dari Kame-kame Club
Selain membersihkan lahan dan mempersiapkannya untuk kunang-kunang, kesempatan ini digunakan untuk makan bersama dan berdiskusi. Salah seorang kakek bercerita tentang pengalaman beliau mempelajari kunang-kunang dari beberapa negara di dunia. Beliau bercerita bahwa Indonesia memiliki banyak jenis kunang-kunang, sedangkan Jepang hanya punya spesies kunang-kunang, karena itulah mereka berusaha untuk terus melestarikannya. 
Ngumpul, belajar, makan :D
Ini mirip Bakso Malang
Kegiatan membersihkan sungai ini pun dilaksanakan tiap tahun untuk menjaga habitat kunang-kunang di tempat tersebut yang nantinya akan bisa dilihat pada bulan Mei mendatang. Dan biasanya mereka membuat festival kunang-kunang atau yang disebut dengan Hotari Gari.

Pernah dimuat di sini.


Selasa, 22 Januari 2019

Mengunjungi Perkebunan Jamur Shiitake Kunisaki yang Ramah Lingkungan

Masyarakat di Jepang terkenal sangat menghormati alam dan lingkungan mereka. Cara mereka menjaga alam sudah dimulai sejak kecil, sebelum anak-anak berumur 10 tahun, mereka tidak diberikan ujian di sekolah tetapi diajarkan bagaimana hidup dengan baik. Mereka belajar mengurus hewan, menghormati orang dan memahami alam. Mereka diajarkan nilai-nilai kehidupan seperti pengendalian diri, tanggung jawab dan bersikap adil.
Perkebunan Shiitake Kunisaki, Oita Jepang
Banyak juga festival yang melibatkan anak-anak untuk mengajarkan mereka menghormati alam. Salah satunya festival untuk menghormati tokoh pendiri pemandian air panas di daerah Kannawa, Beppu. Mereka diajarkan mengucapkan terima kasih dan berjanji untuk melanjutkan perjuangan beliau untuk terus menjaga air yang ada di daerah mereka.

Begitu pun konsep mereka untuk menggunakan alam menjadi lahan yang menghasilkan tetapi juga bisa terus berlanjut, ada satu konsep yang dikenal dengan Satoyama dan Satoumi. Konsep Satoyama dan Satoumi pertama kali dicetuskan oleh Profesor Tetsuo Yanagi dari Kyushu University di tahun 1998. Dalam bahasa Jepang "sato" berarti desa dan "umi" berarti laut sehingga Yanagi mendefinisikan "satoumi" sebagai "produktivitas tinggi dan keanekaragaman hayati di wilayah laut pesisir dengan interaksi manusia.”

Satoyama merupakan konsep Jepang untuk tradisi lama yang terkait dengan praktek-praktek pengelolaan lahan. Di masa lalu tradisi tersebut mendorong pemanfaatan berkelanjutan sumber daya melalui hubungan manusia dengan ekosistem yang memberikan manfaat untuk kesejahteraan manusia. Salah satu konsep Satoyama adalah perkebunan jamur Shiitake yang berada di semenanjung Kunisaki yang berada di Perfecture Oita. Hasil perkebunan Shiitake di Kunisaki ini termasuk yang terbesar di Jepang, hampir 49% produksi Shiitake terbaik di Jepang berasal dari sini dan dijual hingga ke luar negeri.

Jamur Shiitake yang ada di perkebunan di Kunisaki ditanam dengan menggunakan media kayu, kayu yang digunakan merupakan pohon Tomogi, memiliki kualitas kayu terbaik. Kayunya juga diambil dari hutan yang sudah mereka persiapkan sehingga tidak mengganggu lingkungan yang ada, bagian kayu yang diambil merupakan bagian atas pohon sedangkan bagian akarnya tetap ditinggalkan sehingga bisa menjaga tanah di lahan tersebut dan dalam waktu setahun bisa menghasilkan empat hingga lima tunas baru, jadi hutan bisa rimbun kembali.

Bersama dosen-dosen pengajar Pariwisata Ritsumeikan Asia Pacific University dan pengelola perkebunan

Kayu yang digunakan menjadi media tanam pun bisa bertahan hingga lima tahun untuk menghasilkan jamur terbaik, setelahnya kayu tersebut akan hancur dan menjadi nutrisi bagi lahan perkebunan dan juga untuk ikan-ikan yang berada di sungai dan laut di daerah tersebut.

Istilah "satoumi" berasal dari "satoyama" yang Japan Satoyama Satoumi Assessment (JSSA) mendefinisikan satoyama dan satoumi sebagai "mosaik dinamis sistem sosio-ekologi teratur yang memproduksi ekosistem bagi kesejahteraan manusia."

Senin, 21 Januari 2019

Menikmati Wisata Halal di Beppu Jepang

Jepang terus berkembang menjadi salah satu tujuan popular untuk wisata halal di dunia. Jepang memenangkan kategori “The World’s Best Non OIC Emerging Halal Destination” sebagai negara nonmuslim yang menyediakan pelayanan wisata halal oleh organisasi konferensi Islam di Dubai pada Tahun 2016.
Ada banyak kota di Jepang yang menjadi tujuan turis dari negara muslim, salah satunya adalah Kota Beppu. Kota Beppu merupakan salah satu kota yang berada di Perfectur Oita di Pulau Kyushu, pulau yang berada di bagian paling selatan Jepang.
Kota Beppu
Uniknya kota ini berada di antara pantai dan gunung, jadi wisatawan yang datang ke sini bisa menikmati keduanya bersamaan. Kota ini terkenal dengan onsen atau pemandian air panas yang berasal dari panas bumi. Hampir dua juta wisatawan ke Beppu untuk menikmati onsen dan obyek wisata lainnya di Beppu. Kota ini menjadi salah satu tujuan wisata favorit turis dari Indonesia dan Malaysia, jadi jangan heran kalau tiba-tiba disapa dengan bahasa Indonesia.
Selamat dating di Kota Beppu
Trip perjalanan menikmati hot spring di Beppu dikenal dengan “hell tours”, dengan berbagai macam warna dari kawah dari gunung berapinya. Selain pemandian air panas ada banyak pilihan yang bisa dilakukan wisatawan dengan pemanfaatan tenaga panas bumi ini. Ada rumah makan yang memasak dengan uap panas bumi, kita bisa makan sambil merendam kaki di air hangat dan mandi pasir hangat di tepi pantai. Menariknya pemandian air panas ala Jepang ini juga dikembangkan untuk wisatawan muslim seperti keluarga atau juga yang bisa dinikmati secara pribadi dengan ruangan yang terpisah.

Beppu juga menyediakan makanan halal, ada beberapa restoran yang dibuka oleh muslim yang berasal dari negara muslim seperti Bangladesh, India, dan Indonesia yang menetap di Beppu. Selain rumah makan yang dikelola oleh muslim, ada juga rumah makan Jepang yang menyediakan masakan halal seperti ramen, karaage, dan toriten, jadi kita bisa merasakan lezatnya masakan asli Jepang secara halal.
Halal Kari Jepang dan Kota Beppu dari kampus
Selain rumah makan ada juga swalayan yang menyediakan bahan makanan halal seperti daging ayam, kambing dan olahnnya seperti sosis dan daging burger.
Beppu juga memiliki kampus dengan kafetaria yang juga menyediakan masakan-masakan halal yang lezat dengan harga yang ramah dengan kantong mahasiswa. Kantin ini termasuk kafetaria kampus halal terbesar se-Jepang.
Beppu memiliki sebuah masjid yang berada di pusat kota, merupakan masjid terbesar yang ada di Kyushu. Selain jadi tempat ibadah dan berkumpul pengajian, masjid juga menjual produk-produk halal yang bisa dibeli oleh jemaah ataupun wisatawan yang datang ke sana.
Selain itu pemerintah kota juga menyediakan informasi peta wisata halal atau Muslim-friendly tourism map untuk wisatawan yang datang ke Beppu. Jadi untuk wisatawan yang ingin berwisata ke Jepang dan masih bisa menikmati produk halal, Beppu bisa jadi salah satu tujuan wisata.

Pernah dimuat di sini

Kamis, 17 Januari 2019

Belajar Damai dari Jepang


Jepang adalah negara yang masyarakatnya dikenal pekerja keras, disiplin, tertib dan selalu memperhatikan kesehatan dan kebersihan, ternyata juga memiliki prinsip hidup damai. 


Bagi orang Jepang perdamaian tidak hanya menjadi tugas pemerintah, mereka memulai dari diri dan lingkungannya. Ada sebuah kanji yang menjadi salah satu prinsip hidup mereka, Heiwa yang berarti damai. Salah satu kanji yang juga menjadi pilihan saya di kelas kaligrafi.
Bersama guru Bahasa Jepang saya, Haji Sensei (Ibu Haji) belajar kanji Heiwa dan filosifinya
Tentunya kita masih ingat peristiwa bom atom yang diledakkan di Kota Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945 yang menghancurkan kehidupan orang-orang Jepang di masa itu. Selama perang dunia kedua, Hiroshima dan Nagasaki yang terletak di sisi selatan Jepang menjadi sasaran utama pengeboman di masa itu. Peristiwa kelam itu juga yang akhirnya membuat masyarakat Jepang berusaha untuk menjaga perdamaian, mereka sudah merasakan penderitaan yang luar biasa dan tidak ingin terulang lagi. Bagi mereka peperangan dan konflik hanya akan membawa kesensaraan dan penderitaan bagi kedua belah pihak. Karena itulah orang Jepang sangat berhati-hati untuk tidak menyakiti dan menjaga perasaan orang lain, mereka selalu menghormati orang lain dengan tradisi Ojigi, membungkukkan badan dan dengan menggunakan bahasa yang sopan dan halus atau yang dikenal dengan tradisi Aisatsu, mengucapkan permisi dan permintaan maaf dalam percakapan.


Saya berharap prinsip hidup damai ini bisa menjadi bagian dari kehidupan kita di Aceh dan Indonesia terutama bagi generasi muda yang nantinya menjadi generasi penerus di masa depan dan #2019TetapDamai.

Rabu, 16 Januari 2019

Belajar Bersih dari Jepang

Off House, salah satu tempat penjualan barang-barang masih layak pakai di Beppu, Oita
Jepang terkenal sebagai negara maju yang cinta kebersihan, penduduknya tertib dan santun. Negara ini banyak sekali menerapkan peraturan yang terkait dengan lingkungan, salah satunya bagaimana mereka mengelola sampah.

Sebagai negara maju dalam teknologi, Jepang sangat baik untuk dijadikan contoh, tidak hanya di kota-kota besar, praktik kebersihan juga dilakukan di kota-kota kecil. Seperti dipraktekkan di kota yang saya tinggali sekarang. Saya tinggal di Kota Beppu, kota kecil berada di Perfectur Oita Kyushu, kota yang terkenal dengan objek wisata pemandian air panasnya (onsen).

Dalam setiap minggu ada beberapa waktu yang digunakan untuk pengumpulan sampah. Sampah dikelompokan dalam beberapa kategori yang nantinya akan dibungkus ke dalam warna plastik berbeda-beda. Setiap kota biasanya memiliki warna yang sama dengan kota lain atau bisa saja berbeda. Plastik ini bisa dibeli di minimarket atau di swalayan.

Secara prinsip pemerintah Jepang memisahkan empat jenis sampah:

Moerugomi (sampah yang dapat dibakar). Misalnya: kertas, kertas pembungkus makanan, tisu, plastik, sisa makanan, dan sampah dapur. Sampah jenis ini dibungkus dengan plastik berwarna hijau dan dikumpulkan setiap hari Senin dan Kamis pukul 08.00-10.00.

Shigengomi (sampah yang bisa didaur ulang). Misalnya: kaleng bekas, botol bekas, koran bekas. Sampah jenis ini biasanya sudah dibersihkan dan dibungkus dengan plastis berwarna merah muda, diambil setiap hari Rabu pukul 08.00-10.00.

Moenaigomi (sampah yang tidak dapat dibakar). Misalnya: potongan logam; sendok; garpu, kabel, plastik dan kaca. Biasanya dibungkus dalam plastik bening.

Sodaigomi (sampah besar). Misalnya: perabot rumah tangga, barang elektronik rumah tangga, sepeda. Untuk sampah jenis ini biasanya pemiliknya akan berusaha untuk tidak membuangnya, karena ada sanksi biaya yang harus dikenakan untuk pembuangannya tergantung jenis dan besar barang yang dibuang. Denda mulai dari 400 - 10.000 yen, atau setara dengan 500.000 hingga 1 juta rupiah. Pemilik nantinya harus menempelkan stiker kalau barang yang dibuang sudah dibayar dendanya. Ini yang membuat orang-orang di Jepang berpikir untuk menggunakan atau membeli barang secara bijak, membeli barang yang dibutuhkan saja.

Ada juga yang menjualnya lagi ke orang lain atau dijual ke toko barang bekas, “Off House”. Ini menarik, banyak barang yang dijual masih bagus, malah terlihat seperti masih baru. Hal ini membuat orang-orang di Jepang menggunakan barang dan menjaganya dengan baik.

Pengelolaan sampah yang baik ini membuat kota dan negara Jepang menjadi lebih bersih dan tertata. Karena mereka juga memiliki prinsip, dengan mengelola sampah yang baik, akan menjadikan lingkungan lebih baik, tanda mereka bersyukur kepada sang pencipta dan harapannya bisa terus digunakan untuk generasi selanjutnya.

Bagaimana kalau konsep ini diterapkan di Aceh, ya?

Sumber : http://portalsatu.com/read/Citizen-Reporter/belajar-bersih-dari-jepang-47436



Selasa, 01 Januari 2019

Beppu Children Camp

Kali ini saya dapat kesempatan untuk berkumpul dan bermain bersama anak-anak Jepang di acara Beppu Children Camp. Beppu Children Camp sendiri merupakan program yang diadakan oleh Pemerintah Beppu dan Beppu Children Association untuk memberikan kesempatan untuk anak-anak bertemu dan belajar dengan kakak-kakak atau abang-abang volunteer dari seluruh negara yang berbeda. Program ini ditujukan terutama untuk anak-anak yang single parent, harapannya bisa memberikan kesempatan untuk mereka merasakan liburan yang menyenangkan yang kemungkinan tidak bisa dirasakan seperti keluarga yang orang tuanya lengkap, luar biasa ya pemerintahnya.
Sambutan dan permainan Bersama orang dari Dinas Pendidikan Beppu
Ada kurang lebih 80 anak-anak dari sekolah yang berbeda di Kota Beppu, mulai dari kelas 3 hingga kelas 6 SD. Kemudian anak-anak tersebut dibagi ke beberapa kelompok dan nantinya didampingi oleh kakak-kakak volunteer dan ada juga siswa SMA yang menjadi volunteer. Untuk kakak-kakak dan Abang-abang volunteer ada sekitar 12 orang yang berasal dari China, Malaysia, Singapura, Thailand, Korea, dan Cameroon.

Saya mendapat kelompok Bersama 3 orang anak yang pintar-pintar dan aktif, sebut saja Ruka Chan, si anak perempuan pintar dan aktif sekali berbicara, melihat Ruka saya jadi teringat dengan ponakan saya di Aceh, mirip sekali gaya dan berbicaranya. Ada Touki Watanabe Kun, anak laki yang berpostur tubuh kecil tapi selalu jadi contoh teladan anak-anak lain dan dia juga yang menjadi pemimpin rombongan. Ada lagi Youki Kun, anak laki seumuran Touki tapi berpostur tubuh kurus dan lebih tinggi, semangat belajarnya membuat dia aktif bertanya dan memberi jawaban dari pertanyaan instruktur. Selain saya, ada Moris, pemuda dari Cameroon. 
Sesi perkenalan
Beppu Children Camp 2018
Sebelum acara inti di malam hari kami berkenalan terlebih dulu dengan anak-anak, kemudian kami diantar ke kamar yang akan kami gunakan untuk istirahat. Kamar yang kami dapat ala-ala tantara, ya namanya juga camp, jadinya kami tinggal di barak, ada 3 tempat tidur yang bertingkat, jadi inget ketika saya sekolah di SMA Modal Bangsa, hehe. Yang bikin berbeda, tempat tidurnya ternyata ada beberapa lapis, mulai dari futon, selimut dan sprei yang semuanya terlipat rapi. Belum sempat saya menyiapkan tempat tidur, tiba-tiba saja muncul sosok anak laki kecil berbaju merah, ah, Touki Kun! anak laki yang sama di kelompok saya. Saya menyapa,"hai". Touki Kun bertanya kepada saya beberapa pertanyaan dengan sangat cepat, saya bingung, belum sempat saya menjawab, dia dengan sigap berlari ke tempat tidur saya dan menyiapkan tempat tidur saya dengan rapinya, wow! Saya takjub, sepertinya anak ini sudah terlatih untuk menyiapkan semua tempat tidurnya dari sejak kecil, luar biasa ya, ini jadinya siapa yang ngajar siapa? haha.

Sorenya kami berkumpul di dalam kelas untuk perkenalan lebih lanjut dan ternyata anak-anak ini dikumpulkan untuk belajar Bahasa Asing untuk menyambut tamu-tamu yang nantinya akan dating ketika Rugby World Cup di Oita Tahun 2019.
Sesi belajar Bahasa Inggris dan Bahasa yang digunakan kakak-kakak volunteer dipandu oleh Abe San dari City Hall
Malamnya kami ada sesi permainan dan saling bertukar kebudayaan yang dimiliki oleh kakak-kakak volunteer. Sesi pertama dimulai dari kakak-kakak dari China dengan permainan lempar dan kejar sapu tangan, kemudian dilanjutkan dengan tarian kipas kakak-kakak dari Malaysia. Dilanjutkan dengan tarian dari Thailand. 

Sesi permainan dengan kakak-kakak volunteer dari China
Saya sendiri mengajarkan anak-anak untuk mengenal Indonesia, terutama Aceh. Ternyata di Beppu Tarian Aceh menjadi salah satu yang diminati karena gerakan yang rancak dan juga membutuhkan kerjasama antar penari. Salah satu Tarian Tradisional Aceh yang sudah dikenal baik di Beppu adalah Tarian Ratoh Jaroe, ya walaupun di sini mereka menyebutnya dengan nama Tari Saman. Tarian ini sudah menjadi salah satu ikon tarian Indonesia yang sering ditarikan oleh mahasiswa APU, dan sering diundang oleh pemerintah untuk ditampilkan di banyak acara, jadi ikut bangga juga, padahal anak Aceh belum pernah ada di APU.
Sesi pengenalan tarian Ratoh Jaroe, ternyata tidak hanya anak-anak yang tertarik, kakak-kakak volunteer juga ingin ikutan belajar
Walaupun singkat, anak-anak di sini bisa mempraktekkan dengan cepat
Setelah sesi main dan bertukar kesenian, kami lanjutkan dengan Night Trail menuju hutan! Pengalaman menyusuri hutan tengah malam ini mengingatkan saya dengan komik-komik jepang yang dulu saya pernah baca, anak-anak di sini diajarkan untuk berani dan juga terlatih untuk mengadapi masalah yang didapat ketika di dalam gelap bisa diselesaikan Bersama-sama, serunya di pertengahan lintasan kami bisa melihat Kota Beppu bercahaya dari atas, seru!

Moment yang tak terlupakan Bersama anak-anak yang luar biasa
Puncak acara, paginya kami dibagi menjadi 2 group. Group yang pertama akan pergi menuju ke Kijima Kogen, salah satu theme park yang ada di Beppu untuk belajar Bersama main ice skating. Group yang kedua tetap tinggal di camp untuk mengajarkan kerajinan untuk anak-anak. Sudah dapat ditebak kan saya masuk group yang mana?